Dia telah tiba pada waktu ketika yang bisa dilakukan adalah tidak melakukan apa apa. Dia kalah tanpa perlu menyerah.
Atensi gadis kecil itu telah menggantikannya sedari bertahun tahun yang lalu. Dia tak bisa mengharapkan apa apa. Rengkuhan itu bukan lagi miliknya. Usapan lembut itu tak akan lagi didapatnya.
Dua puluh delapan tahun dia menantikan sosok itu kembali padanya, pada ibunya.
Dua puluh tahun dia berharap jika ayah akan kembali dengan kenyamanan yang dulu dia berikan. Kembali memeluknya, menenangkannya, mengusap lembut rambutnya.
Dia pernah berharap jika sosok itu datang lalu memeluk anaknya. Bermain bersama dihalaman rumah mereka yang luas. Mengajarkan Bahasa Inggris pada anaknya karena ayah adalah seorang pengajar bahasa Inggris disebuah universitas.
Semua kenangan masa kecilnya berputar diotaknya bagai kaset rusak. Menyetel semua kenangan kenanangan bersamanya.
"Jika Yeji besar, Yeji akan mengajak ayah dan ibu pergi ke Perancis"
"Ayah, Yeji dapat nilai 9 dipelajaran menggambar"
"Ini ibu, ini ayah, dan ini Yeji"
"Yeji mau malam ini tidur sama ayah sama ibu"
"Ayah, tadi Yeji melihat ibu menangis"
"Ayah, Yeji mau jadi dokter"
"Ayah, Yeji rindu ayah. Kenapa ayah baru pulang?"
"Ayah mau kemana?"
"AAYAAAAAHHHH"
Ibu dari empat orang anak itu tak kuasa menahan tangisnya.
Semua memori percakapan mereka kembali berputar diotaknya.
Hidup mereka yang dulu sangat bahagia. Dia mendapatkan semua yang diinginkan. Ayah dan Ibu yang selalu ada disampingnya. Ayah yang selalu menjaganya, ibu yang sekalu menyayanginya.
Hingga ayahnya pergi dan tak kembali. Hingga pertemuannya di usianya yang ke lima belas tahun.
Semuanya berputar. Ingatan ingatan sendu menguasai otaknya.
Tangisnya tak dapat dibendung lagi.
Sosok itu datang padahanya hari ini dengan kemarahan karena dia memarahi gadis kecilnya. Sosok itu tak menunjukkan kelembutan seperti yang ia berikan untuk gadis kecilnya.
Padahal dia penasaran bagaimana jika ayah tau bahwa putrinya ini telah menjadi dokter dan berhasil membawa ibu ke Perancis? bagaimana jika ayah tau bahwa dia sudah memiliki 4 orang anak?
"Ma, Delan be-
Mama menangis?"
Yeji segera mengusap air matanya saat Dohyon memutar tubuhnya agar menghadapnya.
"Siapa yang membuat mama menangis? papa tau?"
"ssttt, Delan diam ya"
"Tapi ma-"
"Mau drive thru? hanya kita berdua"
****************
"Tuan, apa saya bisa pinjam ponsel anda? milik saya batrainya habis sementara saya harus menelfon ayah saya"
Seungyoun segera menoleh saat suara seorang perempuan yang terdengar cemas menyapa pendengarannya. Dia sedang duduk dikedai ice cream yang ada didepan sekolah Naeun dengan Gunho yang memakan ice cream nya dengan lahap. Mereka menunggu gadis kecil itu keluar dari sekolah.
Tak cuma Seungyoun yang menoleh, Gunho juga melakukan hal yang sama. Balita itu bahkan melempar tatapan penuh tanda tanya pada perempuan yang menyapa ayahnya.
"Dokter Minju?"
Minju langsung membungkuk sopan dan memberi salam saat tau siapa lelaki yang diganggunya siang ini.
"Kau mau meminjam ponselku?"
"Jika boleh"
Seungyoun tersenyum teduh, dia langsung mengambil ponselnya dimeja dan memberikannya pada Minju.
"Silahkan"
"Terimakasih"
Seungyoun membiarkan perempuan yang berprofesi sebagai dokter itu menelfon ayahnya.
"Menurutmu kak Naeun akan keluar berapa menit lagi?"
Tanya Seungyoun pada Gunho yang sedang menyendokkan ice cream vanilla yang bertabur sprinkel masuk kedalam mulutnya. Bibir kecil itu sudah belepotan ice cream. Mungkin Yeji akan mengamuk saat melihat Gunho kotor seperti ini. Apalagi ice cream dicuaca dingin.
"Twooo"
Gelak tawa bocah itu terdengar diujung katanya membuat Seungyoun mengusak gemas rambut Gunho yang dikuncir apel.
"Tuan Cho, ini ponsel anda"
"Oh, sudah?"
Minju mengangguk lalu mengucapkan terimakasih pada lelaki itu dan meninggalkan mereka.
Seungyoun tak ambil pusing mengenai kenapa dokter muda itu bisa di kedai ice cream yang terletak jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja. Lelaki itu hanya memandangi anaknya sambil sesekali menoleh kearah gerbang sekolah.
Masih belum dibuka.
Jam tangannya sudah menunjukkan pukul 2 siang tapi kenapa gerbang sekolah itu belum juga terbuka. Apa mereka berniat mengurung anak anak disana?
"Papapa"
"iya"
"ais kim, mama, kak no, kak doo"
"Gunho mau memberikan Ice Cream untuk mama, kak Junho dan kak Dohyon?"
Gunho mengangguk dengan semangat.
Permintaan yang cukup simple dari balita berusia dua tahun. Tapi cukup berat untuk dikabulkan karena Yeji akan mengaamuk saat tau bahwa dia memberi Gunho dua skup ice cream dicuaca dingin seperti ini.
Gerbang sekolah dibuka dan tak lama kemudian anak anak berhamburan keluar. Seungyoun segera menyaut Gunho dari tempat duduknya setelah memberikan uang tips diatas meja dan keluar dari kedai.
Naeun berdiri dengan mantelnya dan ditemani seorang guru disana bersama anak anak lain yang juga menunggu jemputan.
"Ayo princess kita pulang"
Ucap Seungyoun setelah mengucapkan terimakasih pada guru paruh baya yang memang sering menemani anak anak menunggu jemputan orang tua.
Sekarang pandangannya tertuju pada seorang gadis dengan wajah cemas diseberang jalan.
Dokter Minju.
Seungyoun segera menempatkan anak anaknya duduk dengan aman didalam mobil. Dia menjalankan mobilnya mendekati perempuan itu.
"Anda menunggu seseorang?"
Perempuan itu terkejut saat melihat siapa orang didalam mobil yang menyapanya.
Cho Seungyoun.
Suami dari Dokter Forensik yang dikenal ramah namun tegas, Hwang Yeji.
"Saya menunggu taksi, Tuan Cho. Tapi tak ada yang datang"
"Daritadi? masuklah, kurasa kau harus cepat"
Minju sedikit berpikir saat ingin menerima tawaran Seungyoun.
"Anak anakku tak bisa menunggu lama Nona Dokter"
Dengan sedikit terpaksa Minju masuk kedalam mobil. Duduk disebelah kemudi karena dua kursi belakang telah diisi oleh Naeun dan Gunho yang sedang bercanda.
___________________
__________________________________anyone miss me?
sorry, anxiety tuh ganggu banget tauga.
but, i'm okey rn!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Melepas Rembulan [Cho Seungyoun & Hwang Yeji]
FanfictionSepuluh tahun berlalu, banyak yang berubah dari mereka. Book 1 : Begini Adanya Book 2 : Melepas Rembulan