Swedia, 1920
"Aku tidak mau menikah," ucapku sewaktu ayah bilang ingin menjodohkanku dengan seorang pangeran dari Genova.
Ayah tidak menjodohkan sih. Lebih tepatnya ingin aku menerima lamaran dari seorang pangeran yang wajahnya angkuh tiada tara. Menarik hati sekali pangeran itu tiba-tiba mengirimkan lamaran untukku yang notabenenya anak seorang jurnalis berita negara. Kita bahkan tidak saling kenal dan memiliki sebuah hubungan dengan kerajaan Genova, tapi secara mendadak pangeran ke lima belas itu ingin aku jadi istrinya melalui sebuah surat resmi bertandatangan kerajaan. Konyol sekali.
Aku tau pangeran itu sombong sekali setelah aku melakukan riset pada teman-temanku yang tinggal di Genova, Italia. Beda sekali dengan saudara-saudaranya. Begitulah yang aku tau.
"Tapi pangeran itu yang memintamu. Ayah bisa apa, Issa?" Ayah menghampiriku kemudian bertanya. Raut wajahnya sangat frustrasi.
"Persetan, ayah! Aku sudah punya kekasih. Ayah bilang saja pada lelaki sombong itu untuk tidak memaksa." ucapku sedikit menggerutu. Ayah tidak menjawab lagi. Ia mengusap wajahnya kemudian duduk di kasurku.
Aku berbalik ke arah jendela kamarku. Aku pun menatap ke arah luar, dimana banyak sekali domba-domba. Mereka berlarian di padang rumput yang luas di siang hari yang cukup terik.
"Issa," ayah memanggil. Aku tidak menyahutinya. Sekadar menoleh saja tidak.
"Sebenarnya ayah tidak ingin menikahkanmu di usiamu yang baru menginjak sembilan belas tahun. Tapi ayah tau sesuatu tentang pernikahan ini," sambungnya.
"Apa? Politik? Ekonomi?" sambarku penuh dengan sarkasme.
Tapi tidak mungkin juga jika demi politik dan ekonomi. Secara pekerjaan ayah dan ibuku hanya jurnalis berita negara Swedia. Tidak sebanding dengan pangeran itu. Akan tetapi penghasilan mereka lumayan cukup untuk menyekolahkanku di sekolah swasta yang berfasilitas terbaik, dan membelikanku gaun serta sepatu terbaik. Lalu apa? Apakah ayah mengetahui rahasia kerajaan Genova? Tidak mungkin. Secara ayahku hanya bekerja di negara ini saja. Ayahpun jarang ke luar negri karena ayahku jurnalis domestik.
Memikirkannya membuatku ingin berendam di muara sungai Ätran, bersama Jhonny, angsa kesayangan ayahku.
"Kamu dan Pangeran Johannes ditakdirkan bersama. Seorang peramal bilang bahwa kalian harus bersama. Kalian merupakan bentuk twin flames yang harus disatukan."
Twin flames?
Apa itu?
"Meskipun kamu menolak hari ini, kamu akan terus berinkarnasi dan bertemu dengan pangeran Johannes sampai kalian benar-benar bersatu. Ayah tidak ingin percaya, tapi ini demi kebaikanmu, Issa."
Aku terdiam begitu ayah mengusaikan kalimatnya. Bukannya aku tidak percaya hal-hal mistis begitu, tapi aku memang tidak ingin menikah dengan pangeran dan tinggal di sebuah kerajaan. Aku lebih suka tinggal di pedesaan ketimbang di dalam hiruk-pikuk kemewahan. Seganteng apapun pangeran itu, aku tetap tidak mau.
Mending aku menikahi Luke yang hanya seorang petani ketimbang seorabg pangeran.
"Ayah tau darimana soal itu?" tanyaku
"Saat perwakilan kerajaan memberikan surat itu. Ia bercerita setelah kamu pergi begitu saja bersama Luke entah kemana," suara ayah saat menjawab terdengar menyindirku.
Aku memang langsung pergi dari rumah saat mengetahui utusan kerajaan Genova datang memberiku surat lamaran itu. Aku saat itu tidak terima sehingga aku langsung kabur bersama Luke ke muara sungai Ätran.
Sepersekian detik selanjutnya, ayah beranjak dari kasur bulu angsaku kemudian berjalan mendekatiku. Aku segera berbalik menghadap ke ayah yang lebih tinggi sedikit dariku. Pancaran manik hijau zamrudnya menyiratkan ia begith sayang padaku. Akan tetapi terselip keterpaksaan di dalam sana.
"Issabel," Ayah memanggilku seraya mengusap suraiku. Aku terdiam, menunggunya melanjutkan kalimatnya.
"Kamu itu takdir pangeran Johannes. Kamu tidak bisa mengingkarinya. Mau atau tidak. Suka atau tidak. Kamu adalah pasangannya." kata ayah.
"Ayah terlalu termakan ramalan," ucapku sendu. Aku tidak mau menikah. Apakah ayah tidak melihat wajahku yang mulai memelas ini?
"Ayah awalnya tidak percaya. Tapi setelah melihat tanda lahir berbentuk api di bahumu, ayah percaya." aku dibuat terkejut saat ayahku menurunkan lengan bajuku hingga aku dapat melihat tanda lahir berbentuk api di sana.
Apa pangeran itu punya hal yang sama denganku?
"Itu..." aku tak mampu berucap sewaktu tanda lahirnya berubah warna. Yang awalnya coklat samar berubah menjadi hitam. Ah, ini terasa sakit sekali.
"Percaya kan?"
Aku mendadak tercekat. Seluruh sarafku mulai merespon saat aku ingin berkata tidak. Baru ingin mengatakan tidak, aku mulai disiksa dengan rasa panas dan perih di bahuku. Rasa sakitnya melebihi rasa sakit saat aku mengalami patah tulang tiga tahun yang lalu. Aku tak mampu berdiam hingga akhitnya aku berteriak. Sebutir air mata pun lolos dari mataku.
"Alam sedang bekerja di sini, jadi jangan menolak lagi."
Waktu itu Trouvaille Kim Yohan aku hapus. Terus sekarang aku ganti dengan Mizpah Kim Seungmin. Ini aku bikin gara-gara banyak yang gak terima Behind The Lenses sad ending.
No jiplak ya. Ini ide aku sendiri. Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mizpah ✖ Kim Seungmin ✅
FanfictionHubungan kita memang rumit, bahkan sejak kita pertama kali bertemu. Hubungan kita tidak semulus jalan tol. Parahnya, hubungan kita terlalu kusut layaknya benang kusut. Seratus tahun kumenunggu, rasanya sia-sia. Semibaku Alternative universe 17+