"Selamat, kalian akan memiliki anak,"
Ucapan selamat itu terputar tanpa henti di pikiran gue bak kaset rusak. Ucapan dokter kandungan kenalan Cio itu seperti arsenik untuk gue. Gue sampai tidak bisa bernafas dan bergerak karena mendengar perkataan dokter itu. Tidak hanya perkataan, layar monitor USG yang menampilkan gambar 2 dimensi rahim gue, menampar gue secara keras. Di sana ada gumpalan darah yang disebut janin sedang tumbuh di perut gue.
Karena pemeriksaan itulah, gue menangis sejak Cio menggandeng gue sampai ke mobil hingga ke apartemen seperti sekarang.
Gue tampak bodoh karena menyesali perbuatan gue khususnya berzina dengan Cio setiap hari sampai makhluk lain hadir. Gue tidak memikirkan susahnya mak dan abah gue untuk menyekolahkan gue. Gue pun tidak peduli ada Tuhan yang mengawasi. Gue terlalu terbuai dengan kenikmatan yang Cio beri. Saking terbuainya gue sampai tidak mengantisipasi dengan minum obat pencegah kehamilan.
Ah, menyesal.
Gue benar-benar menyesal. Ini tinggal menunggu gue diusir dari rumah, putus kuliah dan menggelandang, atau gue mempertaruhkan nyawa gue untuk mengaborsi janin ini. Gue belum bisa berpikir jauh karena rasa takut lebih mendominasi gue saat ini.
Tangisan gue tidak kunjung usai walau Cio memangku gue dan memeluk gue dengan erat di atas ranjang. Lelaki yang statusnya masih membingungkan dengan gue ini, sedari tadi juga membungkam dirinya. Ia memilih menenangkan gue dengan memeluk gue dibanding mengucapkan kata-kata penenang seperti biasanya. Mungkin dia juga syok melihat hasil penyatuan ini, atau mungkin menyesal.
Opsi menyesal lebih bagus untuknya.
"Aku gak menyesal saat tau kamu hamil. Aku senang," celetuknya tiba-tiba.
Senang? Gue memang sempat merasakan kesenangan Cio. Dia senang sementara gue takut.
"Aku senang kamu hamil. Jadi aku punya alasan untuk membatalkan pernikahan itu,"
Gue spontan bangun dari tubuhnya dan menatapnya nanar. Dia punya alasan itu, tetapi tidak memikirkan konsekuensinya. Bisa saja dia diusir dari rumahnya dan diasingkan oleh keluarganya. Mungkin parahnya, dia tetap tidak boleh mempertanggungjawabkan dosanya itu.
"Memangnya bisa? Memangnya semudah itu?" tanya gue. Cio mengulurkan tangannya, membelai pipi gue. Cio pun menyunggingkan senyum hangatnya.
"Pasti bisa meskipun tidak mudah. Papaku pasti menyuruhku menikahimu karena kamu mengandung anakku, Ai." Ia menjawab.
Gue meragu atas jawaban Cio. Lelaki itu akan menikah tujuh puluh hari lagi. Tidak mungkin acaranya dibatalkan. Pasti persiapan pernikahan sudah selesai. Biayanya juga sudah terbayar dengan lunas. Orang tua Cio juga pasti akan murka kalau anaknya senekat itu.
Kalau rencana A tidak bisa dilakukan atau memiliki probabilitas kecil untuk berhasil, gue harus membuat rencana B. Rencana gue mungkin akan menggugurkan janin yang masih berbentuk gumpalan darah ini. Meskipun dosa gue bertambah sedemikian besarnya, hal itu masih bisa menyelamatkan gue dari kesedihan akibat ditinggal Cio atau diusir orang tua nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mizpah ✖ Kim Seungmin ✅
FanficHubungan kita memang rumit, bahkan sejak kita pertama kali bertemu. Hubungan kita tidak semulus jalan tol. Parahnya, hubungan kita terlalu kusut layaknya benang kusut. Seratus tahun kumenunggu, rasanya sia-sia. Semibaku Alternative universe 17+