Gue memijat kening seiring dengan rasa pusing yang kian mendera. Seperti yang terjadi pada kebanyakan ibu hamil, gue merasakan mual, muntah dan pusing. Pagi ini saat gue bangun, gue sudah pusing dan muntah. Badan gue lemas sampai gue tidak punya tenaga untuk kuliah. Alhasil gue izin tidak masuk kuliah terlebih dulu.
Gue meletakkan pena di atas meja, kemudian mengambil secangkir teh hangat. Gue menghirup baunya yang berbau melati sebelum meminumnya. Bau dan rasanya menjadi kombinasi tepat untuk meredakan rasa mual dan pusing gue saat ini. Gue tidak melanjutkan menulis laporan kemarin lusa, melainkan menyandarkan diri di sofa seraya menikmati teh melati itu.
Suasana di apartemen Cio terasa sangat sepi kali ini. Ia belum pulang sejak semalam. Dia memberi tahu gue kalau mau ke rumah Figo karena ada urusan, lewat pesan singkat. Gue pikir urusan tentang koas, jadi gue tidak mempermasalahkan itu. Hanya saja, dia belum pulang juga. Gue jadi cemas dan ingin dia lekas pulang. Entahlah, sejak hubungan gue dan Cio semakin jauh, gue tidak mau lelaki itu jauh dari gue.
Di saat gue sedang memikirkan Cio, ponsel gue yang tergeletak di atas meja bergetar. Benda petak berwarna hitam itu hidup dan menampilkan sebuah panggilan dari mamak. Degup jantung gue langsung menggila saat itu juga karena gue ditelpon oleh orang tua. Duh, gue tidak sanggup membayangkan kalau mamak akan segera punya cucu.
"Assalamualaikum, mak," gue mengucap salam seraya mendekatkan ponsel ke telinga. Gue berusaha setenang mungkin agar mamak tidak curiga.
"Waalaikumsalam. Sudah makan kau?" tanya mamak di seberang sana.
"Sudah, mak. Mamak gimana?"
Nyatanya gue belum makan karena muntah terus dari tadi pagi. Perut gue kosong akibat itu.
"Mamak puasa lah. Hari ini kan kamis." jawab mamak. "Eh, kau kapan pulang? Kau betah kali di kota ya? Tak ingat mak abah di kampung,"
Gue tertawa pelan kala mamak menjawab. Bukannya betah, gue banyak tugas sampai tidak sempat pulang. Seringnya praktikum lapang di tempat-tempat yang jauh, membuat gue susah untuk mengatur waktu untuk pulang. Sekarang pun gue ragu untuk pulang karena kondisi gue.
"Banyak tugas, mak. Bulan depan mungkin. Kenapa?"
"Yah, padahal mak sama abah mau kenalkan kau sama anaknya bu hajah Zaenab minggu ini. Anaknya yang baru lulus dari Kairo itu katanya mau cari istri,"
Sebentar. Gue mau dijodohkan sama anak dari keluarga paling alim di kampung? Sedangkan gue sendiri sudah tidak suci lagi? Kiamat ini kiamat!
"Ai gak mau dijodohkan, mak. Ai masih belum selesai kuliah. Lagian Ai ngerasa gak pantas sama anaknya bu Zaenab," ujar gue. Ini gue mulai panas dingin kalau seumpama si mamak maksa gue pulang terus menjodohkan gue terus nanti kehamilan gue terbongkar. Matilah gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mizpah ✖ Kim Seungmin ✅
Hayran KurguHubungan kita memang rumit, bahkan sejak kita pertama kali bertemu. Hubungan kita tidak semulus jalan tol. Parahnya, hubungan kita terlalu kusut layaknya benang kusut. Seratus tahun kumenunggu, rasanya sia-sia. Semibaku Alternative universe 17+