9 parts left
Hari ini hari terakhir gue di rumah sakit. Kata dokter tadi yang memeriksa gue, gue boleh pulang besok pagi setelah infus terakhir ini habis. Gue antusias sekali mendengar kabar itu. Akhirnya gue tidak lagi terbaring di atas bangsal rumah sakit dan merasa kebosanan melulu. Gue bisa pulang ke rumah.
Rumah baru, maksudnya.
Gue lebih baik tinggal di sana daripada di apartemen selagi sedang memulihkan psikis. Gue harus tenang untuk menata kembali hidup gue. Gue merasa tidak akan tenang kalau masih tinggal di apartemen sebab di sana banyak sekali memori-memori buruk. Sedangkan di rumah sakit sendiri, gue takut tiba-tiba mama Cio atau papanya datang.
Semoga tidak. Gue tidak sanggup melihat mereka dulu.
Di pagi hampir menjelang siang ini, gue sedang makan ayam geprek bersama Cio. Kami makan berdua dengan nikmat, sekotak berdua dan Cio menyuapi gue sendiri menggunakan tangannya. Tadinya gue yang menginginkan Cio untuk membelikan gue ayam geprek sambal matah. Namun, setelah makanan itu datang, dia juga ikut makan. Lapar katanya.
Gue sedang mengunyah makanan itu saat Cio sedang mengambil teh kemasan di atas nakas. Gue mengamatinya sejak ia meneguk teh itu sampai mengambil ponselnya yang tiba-tiba berbunyi. Sepersekian detik setelah Cio menghidupkan gawainya, raut wajahnya berubah. Seperti menahan kesal.
"Kenapa?" gue berinisiatif untuk bertanya padanya usai menelan makanan.
"Mama mau ke sini." jawabannya singkat, tetapi mampu membuat gue ikutan kesal.
Untung dia mama mertua. Coba bukan, pasti sudah gue maki-maki.
"Ngapain?" tanya gue lagi.
"Gak tau."
Cio lantas kembali menyuapi gue. Sayangnya, saat kami kembali makan, suasana dan perasaan berubah tidak tenang. Seolah-olah sedang dikejar sesuatu. Kami pun makan ayam geprek itu tergesa-gesa.
Usai makan, Cio memberikan gue minum. Ia baru membereskan semuanya setelah minum air kemasan bekas gue barusan. Ia lantas membersihkan kemasan ayam gepreknya dan mencuci tangannya di wastafel.
Sementara itu, gue membenahi pakaian gue yang agak terbuka dan rambut. Gue berusaha untuk tenang selagi menunggu mertua datang. Aslinya, gue palpitasi mendadak gara-gara niat kunjungan dari mama Maria.
"Bawa lipbalmku gak? Kemarin ada di tasmu," tanya gue saat Cio mengambil kemejanya di tas, di lemari. Niat gue pakai lipbalm biar bibir gue tidak kering setelah makan makanan pedas.
"Yang tube warna hijau?" tanya Cio tanpa mengalihkan pandangannya.
"Iya,"
"Sebentar, aku carikan."
Selagi menunggu Cio berganti pakaian dan mencarikan lipbalm itu, gue mengambil ponselnya. Salah satu kebiasaan gue yang baru adalah main ponsel Cio. Dia anak webtoon dan mangatoon, jadi gue numpang baca webtoon di sana. Sebelum membuka aplikasi komik online itu, gue dibuat cengo dengan wallpapernya. Wallpapernya sudah berubah. Bukan lagi foto Issabel dan Arthur, melainkan foto pernikahan kami. Photoshoot pernikahan kami—setelah gue menangis karena berpisah dari kak Bagas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mizpah ✖ Kim Seungmin ✅
FanfictionHubungan kita memang rumit, bahkan sejak kita pertama kali bertemu. Hubungan kita tidak semulus jalan tol. Parahnya, hubungan kita terlalu kusut layaknya benang kusut. Seratus tahun kumenunggu, rasanya sia-sia. Semibaku Alternative universe 17+