"Aku mau ikut masuk. Gak tau. Pokoknya mau ikut!" Cio bersikeras ingin ikut gue masuk ke dalam restoran tempat gue janjian dengan kak Bagas. Dia sedari tadi tidak mau membiarkan hari ini gue melepas lelaki yang pernah gue cintai itu. Banyak sekali alibi yang dikeluarkannya agar gue mengizinkannya ikut.
Yah, hari ini gue janjian dengan kak Bagas untuk berpisah secara baik-baik. Gue berencana untuk melepas lelaki itu agar menemukan kebahagiannya. Gue di sini sudah bahagia bersama Cio dan tiga janin di dalam perut. Kak Bagas juga harus bahagia nantinya dengan orang lain yang lebih baik.
"Sebentar doang, ih. Di mobil aja kenapa coba? Lagian aku gak bakal kabur." gue menjawab sambil mengetikkan balasan untuk kak Bagas. Dia sudah sampai di restoran katanya.
"Enak sekali, ya, kamu nyuruh suami di mobil. Gak! Aku ikut! Titik tanpa debat!" kukuhnya.
"Ya, kalau kamu ikut nanti aku gak bisa ngomong. Yang ada canggung nanti, Yah," balas gue setengah merengek. Kali ini sambil menatapnya dengan tatapan memohon.
Cio melengos sembari melepaskan kunci mobilnya. Ia pun melepas sabuk pengaman yang sedari tadi melingkari badannya. Cio mengambil tas selempang milik gue, lalu dikenakannya.
"Ayah marah kalau bunda gak nurut, ya?" ia mengancam gue. Tatapannya juga.
Ganti gue yang melengos. Gue membuang wajah ke arah jendela. "Tapi cuma sebentar, Cio..."
"Meskipun sebentar! Perut kamu isinya tiga, loh, Bun. Aku gak mau terjadi sesuatu di saat aku gak ada di dekat kamu. Bukannya kita udah sepakat, ya, kalau kamu mau pergi harus sama aku?"
Gue menyebikkan bibir diam-diam. Kesepakatan itu sudah dibuat oleh Cio dan gue setelah dokter bilang kalau gue hamil kembar tiga. Saat itu kondisi gue belum fit sepenuhnya, dan cukup lemah saat awal kehamilan. Makanya Cio terlalu protektif sampai sekarang.
"Aku cari tempat agak jauh dari kalian, yang penting bisa ngawasin kamu sama Bagas. Aku gak bakal duduk semeja dengan kalian," Cio kembali bersuara. Ia meraih tangan gue.
"Jangan ganggu, tapi..." balasku.
"Iya, gak bakal ganggu. Cuma ngawasin aja sambil makan." katanya kemudian tersenyum.
Gue akhirnya pasrah, membiarkan Cio ikut masuk ke dalam restoran. Kami lantas keluar dari mobil untuk menuju ke tempat itu—sejatinya kami sudah berada di parkiran rumah sakit sejak tadi. Cio merangkul pinggang gue ketika kami berjalan. Gue cukup terbantu dengan rangkulannya, mengimbangi berat dari depan.
Isinya kan tiga. Kalau jalan atau tidur agak susah. Berat di depan, sih.
Nuansa pepohonan dan tanaman-tanaman hias menyambutku begitu masuk ke dalam restoran outdoor ini. Restorannya begitu menawan. Atapnya terbuat dari kayu yang dijejer dengan celah beberapa sentimeter. Pada kayu tersebut terdapat lampu gantung dari gelas. Jikalau duduk di bawah atap kayu tersebut, pasti dapat melihat ranting-ranting pohon dan birunya langit di pagi atau siang, dan atau kelabu di malam hari. Restoran yang bernuansa outdoor ini memiliki ubin berwarna hijau dan putih yang berselang-seling. Selain itu, terdapat kursi yang bantalannya berwarna hijau pastel dengan meja dicat coklat mengkilap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mizpah ✖ Kim Seungmin ✅
FanfictionHubungan kita memang rumit, bahkan sejak kita pertama kali bertemu. Hubungan kita tidak semulus jalan tol. Parahnya, hubungan kita terlalu kusut layaknya benang kusut. Seratus tahun kumenunggu, rasanya sia-sia. Semibaku Alternative universe 17+