三十 | Di Hari Bertemu Niana

3.4K 704 114
                                    

Bu Jona baru saja menutup perkuliahan siang ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bu Jona baru saja menutup perkuliahan siang ini. Gue dan teman-teman yang lain langsung membereskan buku dan alat tulis ke dalam tas begitu bu dosen dengan rambut dicepol bak kawula muda itu keluar dari kelas. Suara gaduh karena membereskan buku atau mengobrol dengan sesama, terdengar memenuhi ruang kelas ber-AC empat ini seketika. Biasa, kelakuan yang tidak pernah bisa dihentikan sejak masih duduk di bangku sekolah dasar.

Diktat, buku, pulpen dan stabilo sudah masuk ke dalam tas. Tinggal ponsel gue yang belum. Sengaja, karena gue sehabis ini akan mengabari Niana. Sahabat gue yang gue abaikan selama beberapa waktu itu tiba-tiba mengirim pesan, mengajak bertemu dan makan siang di Solaria. Gue iyakan saja karena gue sedang jenuh dan ingin bertemu Niana. Mungkin gue akan bercerita soal kehamilan ini, kalau sempat.

Bagaimanapun Niana adalah sahabat gue. Dia berhak tahu kondisi gue saat ini.

"Ai, pulang bareng siapa?" seseorang bertanya kepada gue di saat gue beranjak dari kursi. Manda, teman akrab yang biasa duduk di samping gue itu bertanya.

"Sama temen. Kenapa, Nda?" gue bertanya balik.

Manda senyum-senyum sampai lesung pipitnya terlihat. Dari tatapan yang ia beri, sudah terpampang nyata kalau itu tatapan meledek. "Oh, gue kira bareng pak dosen." Manda menutupi sebelah mulutnya dengan tangan kanannya. "Kak Bagas,"

Gue sontak mengayunkan tangan untuk menyapu wajah Manda. Dia barusan berbicara dengan suara yang lumayan keras. "Apa, sih, Nda. Halu,"

"Halu darimananya? Gue bener kali. Lo udah pacaran sama pak dosen ganteng. Wih, beruntung, ya, lo! Gue aja iri," katanya disusul cekikikan pelan darinya.

Beruntung ya?

"Stok dosen ganteng masih ada. Tuh, pak Ali kalau mau. Tapi jadi istri kedua, ya, Nda!" celetuk gue, menyebutkan dosen ganteng bergenom manusia-surga lainnya. Sayangnya, dosen ekologi itu sudah punya istri. Istrinya sama seperti gue, sedang mengandung.

"Amit-amit kali. Mending gue jadi perawan tua ketimbang jadi istri kedua. Gak sudi gue,"

Gue hanya merotasikan mata mendengar celetukan dari Manda. Wanita ini terlalu hiperbola, tapi kadang suka menjilat ludah sendiri. Manda bukan wanita satu-satunya yang punya sikap demikian. Tapi dia yang paling parah.

"Terserah." tanggap gue akhirnya. "Omong-omong, aku pulang dulu, Nda. Udah ditunggu."

"Oke. Kirim salam ya buat kak Bagas. Kalau bosen, mahasiswa NIM tiga lima masih mau nampung kok," dia kumat jablaynya.

Gue meraup wajahnya kembali. "Mimpi!"

Manda tertawa keras di dalam kelas yang mulai sepi karena satu per satu anak kelas sudah pergi. Gue daripada meladeni gadis tengil itu, memilih menuruni undakan kelas untuk sampai di pintu. Niat hati menemui kak Bagas di ruang konsultasi tugas akhir (mengingat kak Bagas biasa di sana), gue urungkan karena dia sedang bersama kakak tingkat perempuan. Kakak tingkat yang gue tahu menyandang gelar visualnya jurusan biologi, sedang konsultasi perkara skripsinya.

Mizpah ✖ Kim Seungmin ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang