七 | Gilanya Seorang Cio

6.1K 1K 618
                                    

Jam menunjukkan pukul setengah tujuh sore begitu gue baru selesai praktikum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam menunjukkan pukul setengah tujuh sore begitu gue baru selesai praktikum. Biasanya gue tidak akan selesai sesore ini, namun karena hujan lebat yang tiba dari jam satu sampai jam empat, membuat sesi praktikum diundur jam setengah lima. Itupun praktikumnya terpaksa satu materi dari jadwal yang telah disepakati—kalau hari ini ada dua praktikum. Alhasil bakal ada jadwal pengganti untuk satu materi praktikum lagi.

Teman-teman gue ada yang masih sholat di musholla fakultas, ada yang langsung pulang dan ada yang masih mau ke pujasera. Sementara gue mau langsung pulang. Gue kebelet poop soalnya. Ini aja gue udah merasa mulas tidak tertahankan.

Berhubung ponsel gue tidak ada batreinya gara-gara gue lupa cas, gue tidak bisa pesan Grab. Gue mau tidak mau harus jalan melewati ke fakultas kedokteran dan rumah sakit gigi dan mulut untuk sampai di kosan gue. Takut sih soalnya gelap banget. Tapi tidak apa, gue harus berani. Demi sampai ke kosan. Alias toilet kosan. Gue udah kebelet.

Tin tin!

Gue berhenti sejenak sewaktu mendengar seseorang membunyikan klaksonnya. Gue pikir orang itu menglakson lantaran gue mau nyebrang, akan tetapi dia malah berhenti di depan gue. Tepat di depan gue.

"Kok jalan sendirian?" tanya dia ke gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kok jalan sendirian?" tanya dia ke gue.

Alih-alih menjawab, gue malah mematung. Yang di depan gue itu pak Bagas pakai helm sama kaos warna hitam. Memang saat ini penerangan di depan fakultas kedokteran remang-remang, namun gue masih bisa melihat wajah pak Bagas yang berasal dari persilangan antara DNA manusia dengan DNA surga.

"Kok bengong?" pak Bagas tanya lagi sembari mengibaskan tangannya di depan wajah gue. Membuat gue tersadar akan lamunan sesaat.

"Kenapa pak?" bodohnya gue malah balik tanya.

"Dimana kosan kamu? Mau saya antar?" tawar pak Bagas.

Gue langsung menggeleng heboh, "gak usah pak. Saya bisa pulang sendiri." tolak gue halus

"Eh jangan. Nanti kamu kenapa-napa. Ayo saya antar. Kosan kamu di mana?"

Gue meragu sejenak. Kalau gue tolak, gue tidak bisa sampai ke kosan dengan cepat. Nanti gue malah poop di jalan. Kalau gue terima, gue malah tidak bisa tenang nantinya. Tolak atau terima? Tolak atau terima?

Mizpah ✖ Kim Seungmin ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang