Prolognya dibaca lagi biar dapat pencerahan :)
Angin bertiup lembut menyapu wajah gue dan membawa anakan rambut gue berterbangan. Bunyi deburan ombak pantai terdengar merdu. Sementara langit dengan hamburan jingga menaungi gue dan orang di samping gue, sebut saja pak Bagas. Gue dan beliau sedang berada di sebuah pantai yang sepi pengunjung di sore hari, setelah gue menangis di kamar inap Niana.
Pak Bagas waktu itu datang mencari gue untuk mengembalikan laptop gue yang tidak sengaja tertinggal di laci ruang kuliah ekologi. Karena beliau tidak punya kontak gue, akhirnya beliau ke rumah sakit. Harapannya menemukan gue di sana. Yah, dia beruntung gue ada di kamar inap Niana dengan kondisi menyedihkan. Gue yang tau ada pak Bagas, langsung diam dan menghapus air mata gue. Gue agak canggung karena tertangkap menangis bak anak kecil di depannya. Tapi lama kelamaan biasa saja. Toh pak Bagas dosen gue.
Sepulang gue dari rumah sakit, gue ditawari bareng pak Bagas. Gue mulanya menolak. Takut ketahuan Cio. Namun pak Bagas bilang dia bawa mobil hari ini. Jadi gue ikut saja demi menghemat ongkos. Nyatanya bukan pulang ke apartemen Cio melainkan ke sebuah pantai. Gue takut harus beralasan apa pada Cio nantinya, tapi pak Bagas bilang tidak usah takut. Beliau yang akan bicara pada Cio nantinya.
Seandainya pak Bagas tau kalau Cio itu tipikal orang yang susah dibohongi. Dia juga agresif. Meski segala macam alibi dikeluarkan, Cio pasti akan menghukum gue karena berani bertemu dengan pak Bagas lagi.
Masih di tempat gue sekarang. Pak Bagas duduk di dekat gue—dekat sekali sampai lengan kita saling bersentuhan. Matanya lurus menghadap pantai, begitu pula gue. Bibirnya terkatup sempurna seolah sedang menikmati momen. Sedangkan gue menggigiti bibir karena gugup. Gue sudah bersama pak Bagas dengan kondisi duduk dempet seperti ini sejak tiga puluh menit yang lalu. Bagaimana gue tidak gugup kalau dosen gue sendiri yang berkelakuan begini?
"Kamu tadi kenapa kok nangis?" Pak Bagas membuka sebuah pertanyaan. Gue langsung menoleh ke arahnya sebentar. Kemudian membuang muka lagi.
Muka pak Bagas mulus banget. Ganteng lagi. Bikin iri.
"Saya dari tadi nunggu kamu bicara, tapi kamu gak mau bicara. Kenapa?" beliau bertanya lagi. Seolah mendesak gue.
Gue menggeleng, "gak apa pak. Masalah pribadi doang."
"Masalah pribadi antara kamu dengan Cio ya?" tebak pak Bagas.
Kok bapak Bagas bisa tau?
Gue menoleh ke arahnya lagi. Memberanikan diri menatapnya. Yang sialnya malah menatap gue juga dengan senyum terkembang. Ia tampak bangga karena tebakannya berhasil. Gue mau tidak mau menganggukkan kepala.
"Iya, pak. Masalah dengan Cio." jawab gue akhirnya.
"Sebenarnya saya sudah dengar sih. Sejak kamu cerita kalau Cio itu sudah punya calon istri." katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mizpah ✖ Kim Seungmin ✅
FanfictionHubungan kita memang rumit, bahkan sejak kita pertama kali bertemu. Hubungan kita tidak semulus jalan tol. Parahnya, hubungan kita terlalu kusut layaknya benang kusut. Seratus tahun kumenunggu, rasanya sia-sia. Semibaku Alternative universe 17+