Tidak ada yang berubah dari Adimas Setya Adhiguna.
Ya. Tidak ada, karena dia yang sepuluh tahun silam memang gambaran yang sempurna sebagai calon lelaki yang hebat dimasa depan.
It works like what everyone expected on him...
Semua tujuan hidupnya hampir semuanya tercapai. Tentu saja dengan segudang prestasi yang sudah dia kantongi, dia bisa saja menjadi salah satu orang berpengaruh yang namanya akan tercatat di Wikipedia, seharusnya begitu. Andaikata Dimas sedikit ambisi.
Nyatanya dia masih sama dengan sepuluh tahun yang lalu, dia hanya lelaki yang memiliki jutaan pemikiran sederhana.
Adimas hidup dikeluarga masyhur. Ayahnya yang sekarang masih menjabat sebagai President Director dari PT Harta Gumilang Sanjaya karena Radhitya beberapa kali mangkir setiap direksi mulai ingin menariknya kembali. Alhasil ayah Adimas yang sudah berusia lebih dari setengah abad masih berkutat dengan urusan kantor.
Andaikata Dimas mau, dia bisa saja mengambil tahta yang seharusnya milik kakak sepupunya itu (toh Radhitya dengan senang hati memberikan tahtanya), tapi kembali lagi Dimas bukan seorang pria yang ambisius.
Dia hanya menjalani apa yang ingin dia lakukan.
Kembali pada tahun tahun terberat dalam hidupnya, sepuluh tahun lalu. Ketika pulih dari kesadaran yang timbul tenggelam pasca kecelakaan, dia memang sempat merasa tidak berguna. Merasa kecewa pada diri sendiri yang gagal melindungi apa yang ingin dia lindungi tapi apa mau dikata kalau semuanya sudah menjadi cerita.
Ada kalanya manusia harus pasrah bukan?
Ketika sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki keadaan.
Dimas memilih pergi, meneruskan pemulihan diri di Negara nan jauh dari tanah kelahiran. Memulai semuanya kembali dan menghabiskan sepuluh tahun dengan prestasi luar biasa disana.
He's being the perfect guy that every woman's dream of.
Maka ini adalah pijakan pertamanya setelah sepuluh tahun, mendorong troli berisi koper-koper besar miliknya, ia berhenti sejenak menatap sekeliling. Mengamati perubahan apa yang di ingatnya dalam kepala dari bandara Internasional Adisucipto.
Lelaki tampan 29 tahun itu tersenyum puas sambil mengamati sekelilingnya. Wajah-wajah lokal, kulit sawo matang atau orang-orang berkulit dengan tone yang sama dengan miliknya nampak berlalu lalang dengan tujuan masing-masing. Hanya segelintir yang berparas barat dan berkulit pucat, tidak seperti hari-harinya di Amerika.
Mau lihat kanan kiri yang dilihatnya tetap, rambut pirang, mata cokelat atau biru, kulit pucat dan aksen Amerika.
Yah.. bagaimana pun dia puas menghabiskan tahun-tahunnya disana. Merasakan diri menjadi karyawan yang dicintai perusahaan sebesar Google, sampai-sampai mau resign saja harus menunggu berbulan-bulan karena surat pengunduran dirinya dirobek terus oleh atasan. Lantas sekarang memilih hengkang dari sana hanya untuk memasukkan lamaran di perusahaan milik ayahnya sendiri (tanpa sepengetahuan sang ayah ataupun kakaknya).
Kita lihat saja betapa terkejutnya Radhitya besok ketika melihatnya duduk sebagai salah satu pelamar.
"Dimas?"
Mendapat panggilan dari kirinya, ia menoleh. Senyumnya terbit, senyum yang masih sama dengan dua gigi depan menyembul manis.
"Yo Ferdian!"
Mereka berpelukan. Seperti sahabat lama yang kembali dipertemukan setelah sekian lama.
"Gila sih, sepuluh tahun tetep tinggi gua!" Celetuk Ferdian.
"Bangke lo!"
Mereka berakhir tertawa bersama, kemudian saling melempar candaan satu sama lain.
Hope you will find what are you looking for here, Dimas..
KAMU SEDANG MEMBACA
{✔️Complete} NEURON II
RomanceAdimas masih lelaki yang sama, ia tetap seorang lelaki sederhana yang mudah memberikan ketulusan bagi orang orang disekitarnya.. Nyatanya, sepuluh tahun adalah waktu yang lama untuk dijalani, namun bagi Adimas itu hanya seperti kerjapan mata, dia ma...