Samudra Dibalik Cakrawala

146 3 0
                                    

Peringatan‼️ ini bukan update ✖️

Silahkan scroll kebawah agar tau ini konten apa.

⬇️

⬇️

⬇️

⬇️

⬇️

⬇️

※samudra.dibalik.cakrawala※

Cakra menghela napas, lantas dia memungut tasnya dan melanjutkan tujuannya sebelum bel masuk berbunyi dan gerbang ditutup. Dengan mengerahkan seluruh tenaganya Cakra mengayuh sepedanya menuju rumah sakit yang jaraknya tidaklah dekat. Dia ingin naik angkutan umum, tapi uangnya harus cukup untuk membeli kebutuhan selama seminggu, Cakra tidak boleh membuang-buang uangnya.

"Maafin kakak~" sepanjang perjalanan Cakra terus menggumamkan permintaan maaf pada adiknya. Sampai dirumah sakit, napas Cakra masih memburu, dia pun memilih untuk merapikan penampilannya, dia tidak ingin Aura khawatir melihat penampilannya yang kacau. Setelahnya dia bertanya pada nurse station tentang letak bangsal tempat Samudra dirawat. Tanpa menunggu, Cakra langsung menuju kesana. Dia berlari, mengabaikan umpatan orang yang tidak sengaja ditabraknya, sampai di depan bangsal itu dia melihat Aura sedang terisak dalam dekapan Aksa. Cakra memelankan langkahnya, napasnya naik turun tidak teratur. Sampai suara lirih itu membuat perhatian Aura teralihkan. "Ma~"

"Cakra!" Aura melepaskan diri dari dekapan Aksa, ia tergopoh menghampiri Cakra, memandangnya dari atas sampai bawah seolah memastikan apakah keadaannya baik-baik saja. "Kra, kamu kenapa? Baju kamu kenapa kotor?" Tanya Aura saat mendapati bercak warna kecokelatan di atasan seragam putih Cakra.

"Cakra nggak sengaja numpahin minuman temen Cakra tadi." bohongnya pada Aura, "Ma, adek~ kenapa?"

Aura tersenyum tipis, ia merogoh tasnya dan mengeluarkan tissue basah. "Nanti juga bangun." Ujarnya berusaha tenang, sembari mencoba mengusap noda itu dari baju Cakra.

"Maafin Cakra." lirihnya tertunduk. "Adek bakal baik-baik aja kan?"

"Kamu jangan khawatir. Samudra cuman kecapekan, makanya dia tidur lama." Aura menjelaskan, menangkup sebelah pipi tirus Cakra, menatapnya dengan berkaca-kaca.

Tangan Cakra terulur mengusap air mata Aura yang baru saja meluruh, "Mama, jangan marahin adek lagi ya? Bukan salah adek, seharusnya Cakra bilang lebih awal kalau Cakra satu sekolah sama adek. Cakra nggak apa-apa, asalkan adek juga nggak apa-apa. Mama percaya kan kalau Cakra anak yang kuat?"

Aura mengangguk, kemudian merengkuh tubuh tinggi itu dalam dekapan. "Maafin mama~ maafin mama sayang~"

"Mama nggak salah, semuanya sudah takdir." ujarnya membalas pelukan Aura. "Cakra boleh liat adek?"

Aura mengusap airmatanya, ia memberikan senyum tipis pada Cakra. "Iya, boleh sayang."

Cakra kemudian diantarkan oleh Aura masuk ke dalam ruang perawatan. Samudra tengah terlelap diatas brankar, masker oksigen membantunya bernapas. Kabel-kabel rumit yang tak ia ketahui fungsinya tersambung antara tubuh Samudra dengan mesin-mesin yang menunjukkan angka-angka kehidupan. Disitu dia tahu kalau Samudra tidak baik-baik saja, tubuh Cakra rasanya lemas seketika. Dia menarik kursi disamping ranjang Samudra dan menyalahkan dirinya disana. 

"Dra, maafin gue. Maaf gue cuma bisa nyakitin lo. Ayah bener Dra, gue gak berguna. Semua orang bener, gue cuma anak pembawa sial buat orang-orang disekitar gue. Tapi—gue nggak mau pergi dari lo, gue pengen kita sama-sama lagi. Maafin gue." Cakra terisak disamping Samudra, "Gue sayang lo, Dra. Gue selalu sayang adek gue, terlepas lo jauh atau nggak. Gue tetep berharap lo bahagia, gue nggak tau kalau selama ini lo juga menderita."

{✔️Complete} NEURON IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang