20. The sacrifice that never ends

626 70 4
                                    

There are memories that time does not erase... Forever does not make loss forgettable, only bearable.

-Cassandra Clare

...

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Ketika segalanya kembali pada apa yang seharusnya, ketika takdir menginginkan pembenaran atas segala hal yang pernah terjadi, pada saat itu manusia hanya akan dihadapkan pada pilihan untuk saling membagi, membagi kisah yang pernah ditinggalkan tanpa sebuah penjelasan pasti.

Tentang bagaimana hari itu, Adara yang menjanjikan kehadirannya dalam pernikahan Asyifa namun kalah oleh bentangan tragedi. Semua berawal dari hari dimana semuanya seperti terpukul mundur dan dipaksa untuk kalah. Dan kini dua wanita yang dulu pernah terikat kuat layaknya saudara itu saling membagi rasa, ingin mengalah pada hati yang tak dapat dibohongi. Sekuat itu hantaman rindu mereka.

"Ra.. maaf.."

Asyifa menunduk, meremas kedua tangannya yang berkeringat dingin. Dinding hatinya luluh lantah, bertemu Adara rasanya ia hanya ingin menangis, mengadu dan menginginkan sebuah pemaafan yang mampu menenangkan kekalutan dalam jiwanya selama bertahun tahun.

"Kalau baru ketemu teman lama itu, bukan maaf Asyifa tapi apa kabar?"

Asyifa mengangkat pandangan, menatap senyum tulus yang diberikan padanya itu, mengendalikan diri ia juga berusaha tersenyum kendati sesak dalam dadanya tetap menekan kuat.

"Apa kabar Ra?"

Adara lagi lagi tersenyum, seolah mereka hanya teman lama yang terpisah karena ruang dan waktu.

"Baik. Aku gak ingin naif dan tanya kabar kamu, karena kayaknya aku sudah tahu jawaban jujurnya.."

Benar. Adara selalu tahu, dia adalah sahabat terbaik yang selalu tahu bagaimana perasaan Sipa tanpa gadis itu menjelaskan panjang lebar. Adara yang selalu pengertian.

"Kamu benar Ra, aku gak pernah baik baik aja setelah kehilangan semuanya.."

"Kamu nggak kehilangan semuanya Sipa, tapi kamu menutup diri dari semuanya sehingga kamu merasa kamu kehilangan hal hal yang menurutmu berarti.."

Asyifa menatap Adara sendu, apa yang dikatakan itu mungkin benar. Karena dirundung rasa bersalah ia menutup diri, berlari dan bersembunyi dari kenyataan.

"Maaf gak datang ke pernikahan kamu hari itu.."

Asyifa tersenyum getir, lagipula ia sudah menebaknya hari hari sebelumnya.

"Bukan mauku, bukan keinginan Mas Radhi juga bukan kehendak Adimas untuk tidak hadir hari itu Asyifa.."

"Aku ngerti Ra, aku nggak pantas mendapat kehadiran kalian-

{✔️Complete} NEURON IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang