NEURON III - 5

567 49 6
                                    

One day in a lifetime – Just let me go

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

One day in a lifetime – Just let me go

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pria itu berlari sepanjang koridor dengan tergesa. Tidak peduli bagaimana penampilannya yang masih lengkap dengan setelan kerja lusuh menjadi bahan pandangan. Wajahnya yang tergurat lelah dan keringat yang jatuh satu per satu membasahi pelipis. Yang di inginkannya hanya cepat sampai disisi sang putra.

Tiba di salah satu koridor bangsal VIP, ia membaca satu per satu nama pasien yang tertera di pintu, juga nomor kamarnya. Tungkainya berhenti tatkala menemukan nama sang buah hati tertera didinding samping pintu kemudian tidak ragu untuk membukanya dengan perlahan. Lalu pemandangan sang putra yang terbaring pada ranjang pesakitan, terpejam erat dengan beberapa lilitan perban dan sosok ayah sambung yang menemani disampingnya terlihat dalam pandang matanya.

Saat mendengar suara berderit tanda pintu yang terbuka, Adimas tersentak dari duduknya hingga bangkit berdiri.  Naufal –pria itu, masuk begitu saja mengabaikan presensi Adimas.

"Fajar..." Gumamnya pelan, maju ketempat semula Adimas berdiri. Mengabaikan lelaki itu yang harus terdorong mundur.

Ia menyentuh kening sang putra yang terbalut kasa tidak terlalu panjang tapi terlihat menyakitkan. Ada luka gores kecil juga dipipinya, sejenak ia memandangi seluruh bagia tubuh sang anak. Lengan kanannya diperban, kaki kanannya di lilit perban elastis, menyembul keluar dari dalam selimut dan diletakkan diatas bantalan tipis.

Raut mukanya yang semula khawatir langsung berubah merah padam. Luka luar yang didera Fajar terbilang banyak, terlihat menyakitkan. Ia lantas berbalik dan langsung mendorong tubuh Adimas mundur. Terus mendorongnya dan memojokkan di dinding.

Amarahnya meluap begitu saja.

"Kamu bilang Fajar kecelakaan kapan?"

Adimas yang tidak siap dengan serangan tiba tiba tidak bisa apa apa, ia pun juga merasa pantas kalau sang ayah kandung Fajar ini akan marah kepadanya.

"Du-dua hari lalu mas.."

"Kamu anggap apa saya ini Adimas?! Saya ini ayah kandungnya. Saya berhak tahu keadaan putra saya. Kamu ingat empat tahun lalu, saat dia sakit parah kamu baru beritahu saya kapan? Saat dia sudah treatment ketiga! Saya sabar saat itu karena berpikir kalian mungkin kalut! Lalu sekarang terjadi lagi! Kamu harus ingat kalau didalam diri Fajar darah saya yang mengalir!"

Adimas tersentak mendengarnya, seolah baru saja disadarkan. Dan ketika kesadaran akan hal itu bangkit dalam ingat, hatinya mendadak terasa perih, Naufal benar. Darah lebih kental ketimbang air.

Naufal tidak kuasa menahan emosi. Adimas dan Asyifa selalu terlambat memberi kabar jika sang putra masuk rumah sakit. Meski tinggal jauh, Naufal juga bisa menyempatkan diri datang untuk menjenguk. Fajar adalah satu satunya keturunannya! Istri keduanya tidak bisa memberi keturunan lagi karena masalah kesehatan. Fajar adalah satu satunya garis keturunan yang mewarisi darahnya. Bagi Naufal, tidak ada yang lebih berharga daripada anak itu di dunia. Itulah kenapa ia masih begitu sering menghubungi sang anak.

{✔️Complete} NEURON IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang