NEURON III - 10

521 50 21
                                    

One day in a lifetime – A Late Regret

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

One day in a lifetime – A Late Regret

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

“Heh anak buangan!”

Fajar memejamkan mata mendengar sapaan itu, satu lagi penderitaannya hidup di Semarang. Selain neneknya yang tidak mau berhenti mencelanya, cucu kesayangan neneknya, anak dari adik perempuan Naufal ini juga merupakan sosok yang tak habis habis mengganggunya disekolah.

Ia dibully olehnya, entah secara fisik ataupun verbal. Meskipun berusaha berkali-kali mengabaikan tetap saja dia diganggu, entah dipukul, dijambak atau dikerjai dengan berbagai macam cara –kadang sampai perlengkapan sekolahnya dirusak, bahkan baju olahraganya disobek. Fajar sering dihukum gara gara dia dan dua temannya.

Fajar tidak ingin peduli dan melanjutkan kegiatannya memejamkan mata, menyembunyikan kepala dalam lipatan tangan diatas meja.

“Heh anak buangan!”

PLAKK..

Geplakan keras mendarat dikepalanya. Itu sakit!
Jika tidak ditanggapi dia bisa lebih bar bar terbukti bagaimana tangannya sekarang memukuli punggungnya hingga terasa panas karena dilakukan berulang ulang.
Mendesah ia mengangkat kepala.

“Mau apa lagi?” Tanyanya ketus.

“Mau apa? Mau kamu beliin kita jajanlah di mini market depan! Buruan!”

“Enggak! Gak punya uang!”

Anak seusianya itu menjambak keras rambutnya sampai ia mendongak, membuatnya meringis pelan. Rasa panas dan pedih mendominasi membuat kepalanya yang sejak pagi sudah pening semakin pusing.

Semenjak di Semarang ia jarang sarapan, selain malas ia tidak ingin mendengar ocehan eyangnya dan ibu tirinya. Naufal maklum makanya lelaki itu selalu memberinya uang saku banyak, agar Fajar bisa sarapan dan makan siang disekolah. Tapi yang tidak Naufal tahu, uang Fajar selalu habis karena tiga manusia nakal ini, yang mana salah satunya adalah keponakannya sendiri.

“Lepas!”

“Om Naufal ngasih kamu duit banyak! Jangan dikira aku gak tahu ya!”

Iya. Fajar tahu, eyangnya pasti akan memberitahu. Bahkan ia yakin kelakuan saudara sepupunya ini karena dorongan dari wanita sepuh itu.

“Lepas! Sakit..”

Tidak dilepas begitu saja, kini kepala Fajar yang awalnya didongakkan didorong keras sampai Fajar yang kehilangan kendali tidak bisa menahan saat keningnya terantuk meja dengan keras.

Suaranya keras sampai teman teman sekelas Fajar mengalihkan pandangan pada mereka.

“Kalian itu bisa gak sih sehari aja jangan gangguin Fajar! Salah dia apa coba?” Bela salah satu teman Fajar.

{✔️Complete} NEURON IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang