In a world where vows are worthless. Where making a pledge means nothing. Where promises are made to be broken, it would be nice to see words come back into power.
-Chuck Palahniuk
...
Fajar siang itu nampak senang, melahap cheese burger miliknya dengan bergumam riang. Adimas menatapnya dengan gemas, melihatnya saja serasa sudah kenyang, begitu juga dengan Asyifa, kedua manusia dewasa itu menjadikan Fajar sebagai fokus mereka, bahagia melihat bocah itu terlihat riang setelah pagi tadi serasa seperti diterpa bencana ketika Fajar menangis dengan histeris karena merasa dibohongi oleh ayah kandungnya.
"Dimas.." Panggil Syifa lirih tapi mampu membuat lelaki itu menoleh.
Mumpung Fajar sedang focus melihat gadget yang menampilkan chanel youtube anak anak.
"Makasih ya.." Ucapnya masih terdengar lirih, tidak ingin sampai terdengar oleh sang putra.
"Nggak masalah, kalau butuh bantuan lagi bilang aja.."
Mendengarnya Asyifa malah menunduk, ia merasa tidak pantas menerima bantuan dalam bentuk apapun dari Adimas setelah apa yang dia lakukan pada lelaki itu bertahun-tahun silam.
"Mbak.."
Asyifa mendongak, menatap lelaki itu.
"Aku masih boleh panggil Mbak Sipa kah?"
Ada sebagian hati Asyifa yang merindukan masa lalu ketika panggilannya yang sejak dulu sering dia dengar itu keluar dari mulut seorang Adimas, sejak menikah yang masih sering memanggil Sipa hanya adiknya atau sesekali ibunya. Tinggal di Semarang dilingkungan rumahnya sendiri ia justru merasa asing, padahal dia lahir dan dibesarkan disana, tapi ia sangat sangat merindukan Jogja dan kenangan yang pernah di torehkan disana. Hal yang menjadi sebuah alasan terkuatnya untuk kembali ke Jogja, dia lebih merasa bebas dan bahagia disana.
"Kamu boleh panggil apa aja Dim.."
"Sayang juga boleh?"
Uhuk
Syifa tersedak ludahnya sendiri, buru-buru ia mengambil minumannya dan menyesapnya dengan cepat.
Dimas terkekeh sedangkan bocah kecil yang tadi fokus pada gadget menatap dua orang dewasa dihadapannya dengan tatapan aneh.
"Udah makannya?" Tanya Dimas pada bocah kecil disana.
Fajar mengangguk-angguk, dia memang sudah kenyang. Dimas lalu membantunya mengusap tangan Fajar yang belepotan dengan tissue basah yang tadi dikeluarkan Asyifa dari dalam tasnya. Juga dia menghapus jejak-jejak makanan ditepian bibir bocah kecil itu, yang diperlakukan demikian hanya menurut dan menikmati perhatian yang diberikan padanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
{✔️Complete} NEURON II
RomanceAdimas masih lelaki yang sama, ia tetap seorang lelaki sederhana yang mudah memberikan ketulusan bagi orang orang disekitarnya.. Nyatanya, sepuluh tahun adalah waktu yang lama untuk dijalani, namun bagi Adimas itu hanya seperti kerjapan mata, dia ma...