In order time in life, tragedy was come like it never ends
They're destined to be meet and write another story in a new book-NEURON II Part 2
...
Keadaan tidak nampak baik saat ini.
Asyifa yang berada dihadapannya basah kuyup dengan air mata mengaliri pipi putihnya begitupun sosok lelaki yang berdiri dibelakangnya, yang mana sejauh ini Dimas ketahui sebagai suaminya.
Sedangkan bocah lelaki yang sejak tadi berusaha dibujuk oleh kedua orangtuanya itu mengkerut dipelukannya, ya dipelukannya.
Ia yang bukan siapa siapanya.
Ketiga orang dewasa disana sebenarnya sama sama masih terkejut dengan pertemuan tak terduga ini, terlebih Asyifa yang sampai melupakan tujuannya untuk membujuk sang putra, bibirnya kelu untuk sekedar berucap.
Adimas sendiri lebih tidak mengerti, ia sungguh tidak tahu ada permasalahan apa diantara mereka yang membuat seorang bocah seusia Fajar ini menjerit tatkala kedua orangtuanya hendak menjemput.
Bocah itu histeris, berteriak meminta kedua orangtuanya tidak mendekat lantas meminta perlindungan pada Dimas yang memang setia merangkulnya. Bahkan saat tangisnya semakin tak terkendali ia lebih memilih memeluk leher Dimas dibanding lelaki didepan sana yang tak lain adalah ayahnya sendiri.
"Fajar.."
Suara itu akhirnya terdengar, dibandingkan reaksi bocah kecil dalam pelukan Dimas. Lelaki akhir dua puluhan itu lah yang lebih bergetar mendengarnya. Ada sesuatu dalam dirinya, sesuatu yang sekian lama tertutup dan setelah mendengar suara lirih Asyifa seolah terbuka dengan sendirinya seperti menemukan kuncinya.
"Pulang nak sama mama.." Katanya lagi.
Sedikit demi sedikit mendekat, mengabaikan getaran lain dalam dirinya yang membuatnya berat untuk melangkah lebih cepat menghampiri putranya.
Perlahan ia mampu berjongkok, berusaha untuk tidak menatap presensi didepannya yang sejak tadi terdiam tanpa suara. Berusaha hanya fokus pada Fajar. Dengan gerakan lembut ia usap bagian belakang tubuh putranya.
"Sayang maafin mama, mama janji nggak akan biarin Fajar pulang. Iya Fajar sama mama nak, janji.."
Dengan sesegukan, wajah memerah penuh jejak airmata bocah enam tahun itu lalu perlahan lahan membalik tubuh namun masih tidak melepas cengkeramannya pada bagian depan jaket hitam yang dikenakan Adimas.
"Jan-ji?"
Bocah itu menjulurkan tangan dan mengeluarkan jari kelingkingnya didepan Syifa. Aduh kalau keadaannya tidak seperti ini pasti Dimas sudah mengusak gemas surai bocah ini. Tapi mau bergerakpun dia seperti kaku, ingin beranjak dari sana ia terpaku. Sulit bergerak, bahkan udara disekitar seolah mencekiknya membuatnya menahan napas dan hanya bernapas perlahan. Sungguh, tidak pernah ia bayangkan akan trejebak dalam situasi seperti ini, tidak perah sekalipun ia berpikir akan bertemu lagi dengan Asyifa dan Naufal dalam posisi yang agak sulit ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
{✔️Complete} NEURON II
RomanceAdimas masih lelaki yang sama, ia tetap seorang lelaki sederhana yang mudah memberikan ketulusan bagi orang orang disekitarnya.. Nyatanya, sepuluh tahun adalah waktu yang lama untuk dijalani, namun bagi Adimas itu hanya seperti kerjapan mata, dia ma...