•Part 1 || Pertemuan Pertama

42.6K 2.6K 9
                                    


"Gak ada ceritanya ya Mah, Bah, yang dilamar nyamperin yang ngelamar." Sudah tidak terhitung, seberapa kali Fara melayangkan aksi protes terhadap kedua orang tuanya, Faris dan Vira.

Bagaimana tidak? Sepulangnya sore tadi dari tempat kerja, Fara langsung disuruh untuk segera bersiap-siap dengan cepat. Dan orang tuanya itu, sama sekali tidak memberi tahu tujuan kemana mereka akan pergi. Bilangnya sih, sekedar makan malam diluar.

Nyatanya, memang iya mereka akan makan malam diluar. Lebih tepatnya di luar kota.
Saat ini, Fara beserta kedua orang tuanya sedang berada di dalam mobil perjalanan menuju Ibu Kota. Kalau kata Mamahnya Fara sih, ke Kota Ibu Mertua. Terserah kata Nenek bercucu dua itu lah.

"Kalau gak ada. Berarti bagus dong kita bikin cerita yang pertama." Sudah menjadi kebiasaan bagi Vira menggoda Fara saat sedang kesal. Seperti saat ini.

Fara merenggut kesal. "Mamah ih anaknya lagi kesel juga malah ditambah kesel. Gak asik deh."

Faris dan Vira terkekeh, mendengar Fara yang terus menggerutu. "Kesel atau kesel ? Gak usah malu, bilang aja deg-degan mau ketemu sama calon suami. ."

"Mamahhh." Fara menggeram, menahan kekesalannya terhadap sang Mamah.

"Udah Mah, kesian tuh geulis-nya Abah. Bibirnya udah maju semeter."
Tak elak perkataan Faris malah membuat Vira semakin tertawa. Dan membuat Fara semakin bertambah kesal.

"Abahhhh." Fara merenggut kesal, dan setelahnya memilih diam. Bisa-bisanya kedua orang tuanya ini malah menjadikan kekesalannya sebagai bahan bercandaan.

Selama perjalan Fara hanya diam, menikmati hembusan angin malam lewat jendela mobil yang sedikit terbuka. Percuma dirinya bersuara pun pasti ujungnya jadi bahan tertawaan kedua orangtuanya.

Dalam diamnya pikiran Fara berkecamuk. Terutama tentang keputusannya menerima pernikahan ini.
Sejak hari itu, dimana Fara menerima pernikahan ini. Seminggu kemudian Hana calon mertuanya datang ke Bandung, untuk menemuinya secara langsung. Saat itu Fara dapat melihat betapa bahagianya Hana, setelah tau dirinya menerima pernikahan ini. Termasuk kedua orang tuanya, mereka larut dalam kebahagiaan tanpa memikirkan perasaannya.

Di hari itu juga, Hana mengundang keluarga Fara untuk datang ke Jakarta. Selain sebagai ajang untuk silaturahmi, tapi juga diperuntukan mempertemukan Fara dengan sang calon suami.

Dua minggu telah berlalu, dan malam ini adalah waktunya. Parahnya lagi, Fara lupa akan acara malam ini. Padahal kan kalau ingat dirinya bisa pulang dari tempat kerja lebih awal. Agar bisa bersiap-siap dengan baik, tidak berpenampilan seadanua seperti ini. Maklum ini kali pertama ia akan bertemu dengan pria yang akan menjadi suaminya. Tidak salah bukan, jika Fara ingin mendapat kesan terbaik?

Sebenarnya begitu banyak pertanyaan yang membuat Fara ragu. Seperti apakah dan bagaimanakah sosok yang akan jadi suaminya nanti? Apakah sesuai dengan keinginannya? Lalu setelah menikah apakah Fara bisa menjalani tugasnya sebagai istri dengan baik? Sementara dirinya pun masih di manja sang Mamah. Pantaskah dirinya untuk bersanding dengan pria itu? Mengingat pernikahan mereka yang diawali dengan perjodohan, bukan karena saling berkeinginan.

Entahlah, sulit rasanya untuk menjawab pertanyaan itu satu persatu. Karena memang Fara pun tidak tau? Satu yang membuat ada keyakinan dalam hati Fara. Yaitu kedua orangtuanya, yang begitu antusias menyambut pernikahan ini. Bisa saja Fara menolaknya, tapi dirinya tidak akan mungkin bisa menghapus lukisan kebahagiaan orang tuanya, yang sebelumnya belum bisa ia buat sebahagia ini.

"Yang mau ketemu camer sama calon suami. Udah kenapa deg-degannya. Mau sampai kapan disitu ? Ayo turun".
Suara Vira sang mampu mengembalikan alam sadar Fara yang sedang berkalut dengan pikirannya.

Setelah sadar sepenuhnya, Fara baru tau bahwa mereka sudah sampai di Jakarta. Mungkin lebih tepatnya di rumah Ibu Mertua. Tepat dihadapannya, terpampang sebuah rumah mewah bercat putih, dengan halaman yang cukup luas.

"Ayo turun!" Suara Vira kembali mengintrupsi Fara.

"Mamah sama Abah duluan aja, Fara mau dandan sebentar."

Vira dan Faris sama-sama menggelengkan kepala melihat kelakuan Fara. "Ya udah, dandan yang cantik, mau ketemu camer sama casu loh ini, masa kumel gini?

Fara mendengkus mendengar candaan sang Mamah. Toh dirinya kumel juga karena Mamahnya yang menyuruh untuk bersiap-siap secepat kilat. Sehingga tidak ada waktu untuk sekedar memakai bedak.

"Abah sama Mamah masuk duluan, jangan lama-lama, nanti langsung nyusul ke dalem ya!" Faris memberikan instruksi sebelum melangkah pergi.

Dengan cepat, Fara segera mengeluarkan alat tempur make up yang terbawa seadanya. Ia memandang dirinya di cermin kecil, yang ternyata jauh dari kata cantik. Bagaimana tidak? Hijabnya sudah tidak beraturan dan jangan tanya bagaimana riasanya. Hanya ada wajah yang pucat pasi tanpa polesan make up.
Harusnya hari ini Fara tampil cantik dan elegan. Secara dia akan bertemu keluarga besar dari sang calon suami. Haruskah Fara menyalahkan Mamahnya yang meyuruh siap-siap dengan cepat kilat? Bahkan saat Mandi pun ditunggu di depan pintu.

"Kok kayak zombie hidup ya? Dih serem amat sih gue."
Fara bergidik ngeri melihat penampilannya sendiri. Dengan tergesa ia memoleskan make up di wajahnya. Cukup lipstik, blush on dan bedak tipis. Tanpa bulu mata apalagi alis.

Setelah merasa cukup dengan perubahan penampilannya, Fara bergegas keluar dari mobil untuk menyusul Faris dan Vira yang sudah berada didalam.

Akibat jalannya yang tergesa-gesa, tanpa disadari Fara menabrak sesuatu yang cukup keras. Bersamaan dengan terdengarnya ringisan.

"Awwww". Fara meringis merasakan sakit di bahu kirinya.

"Jalan memang menggunakan kaki. Tapi mata digunakan untuk melihat jalan." Sarkas seorang pria yang baru saja Fara tabrak tanpa sengaja.
Dengan segera, Fara memalingkan muka ke arah sumber suara. Dan terlihatlah sosok pria yang menatapnya dengan tatapan yang seakan ingin menerkam.

Untuk beberapa waktu, kedua mata Fara tidak berpaling dari tatapan mengunci pria yang ada didepannya. Ada rasa menghangat di hatinya ketika menatap kedua manik hitam legam itu. Sorot mata yang menenangakan, walaupun tatapannya terasa tajam.
Tapi entah mengapa Fara merasa mata pria itu begitu dalam menatapnya. Seakan mencari sesuatu dalam matanya.

'drrtttrtt'

Sampai akhirnya suara getaran dari HP pria tersebut mampu menyadarkan keduanya.

"Maaf tadi saya .... "
Sebelum Fara menyelesaikan perkataannya. Pria yang ada di hadapannya itu sudah berlalu begitu saja. Berjalan cepat memasuki rumah yang Fara tuju.

"Ganteng sih. Tapi mulutnya pedes, sombong lagi."
Batin Fara menggerutu. Ia masih tidak terima saat niat baiknya untuk meminta maaf malah diacuhkan begitu saja. Dasar!

Sebelum melangkahkan kaki memasuki rumah calon Ibu mertuanya. Fara diam sejenak, menatap rumah yang kelak akan menjadi salah satu tempat Fara pulang. Fara berharap dirinya mampu beradaptasi dengan segala suasana yang jelas berbeda dengan rumahnya di Bandung.

Dan dari sinilah, kehidupan barunya dimulai.









Perfect With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang