•Part 54|| Yang Sebenarnya

41.1K 2.2K 59
                                    

Menyambut hari, pagi Fara disibukan dengan berjibaku bersama segala peralatan dapur.
Kehadiran Alvin dinihari tadi, mampu membangkitkan jiwa ke-istrian Fara yang satu bulan terakhir ini seakan tenggelam. Mengingat, selama ia disini semua pekerjaan rumah diambil alih Bi Isah. Dan dia akan sangat menolak jika Fara ingin membantunya.

Namun bukan berarti Fara melupakan bagaimana dan seperti apa tugasnya. Tanpa ada intruksi, Fara melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Meskipun sampai saat ini ia belum berdamai sepenuhnya dengan Alvin. Dan yah, Fara juga tidak bisa memungkiri kebahagiaan yang dirinya rasakan saat Alvin datang. Sekian lama, akhirnya rindu yang ia rasa tersalurkan juga.

Fara tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Di satu sisi dirinya bahagia karena Alvin datang, namun disisi lain hatinya juga masih terluka karena kejadian malam itu. Bayang-bayang Alvin bersama Dira, seakan memenuhi kepala saat Fara memandangi wajah suaminya.

Dan sampai sekarang, Alvin belum memberinya penjelasan soal itu. Melainkan hanya meminta maaf dan mengakui kesalahannya selama ini. Padahal kejadian itu adalah sumber terbesar lukanya.

Hal itu lah yang menjadi alasan Fara belum mau berdamai sepenuhnya dengan Alvin.

"Good morning istri." Sapa Alvin yang baru keluar dari kamar mandi.

Fara sempat terkejut dan bergedik geli. Sapaan yang baru saja ia dengar harusnya terdengar manis, namun terdengar aneh jika Alvin yang mengucapkannya.

"Suaminya nyapa kok gak di jawab?"

Fara berjengit kaget, aroma lemon yang menyeruak begitu menusuk hidung Fara saat Alvin berada tepat disampingnya.

"Pagi juga."
Balasnya acuh. Namun sedetik kemudian mata Fara terbelak, pipinya memanas saat mendapati Alvin yang hanya berbalut handuk menutupi area bawah.

"Nah gitu dong." Alvin berseru senang. "Masak apa sih?"

Fara enggan menanggapi, ia masih berusaha untuk tidak melihat pemandangan menggiurkan milik suaminya.

"Suaminya nanya, masih aja gak di jawab."
Alvin merenggut kesal, biasanya Fara akan menjelaskan tanpa dirinya bertanya. Padahal kan Alvin rindu, mendengar suara Fara yang nyerocos karena kesal ia ganggu saat memasak.

Fara berdecak kesal, dirinya sengaja tidak menanggapi Alvin agar suaminya itu cepat-cepat pergi dari jangkauan matanya. Namun bukan Alvin namanya jika tidak membuat Fara kesal, karena sekarang suaminya itu malah sengaja mengikis jarak diantara mereka. Tidakah Alvin tahu, bagaimana kondisi jantungnya saat ini?

Ya Tuhan.

Bisa goyah pertahanan iman Fara.

"Faraaa..."
Baru saja Fara menghela nafas lega, namun lengkingan suara Alvin membuat ia kembali memupuk kesabaran untuk menghadapi suaminya.

"Ra..."

"Gak harus teriak-teriak bisa kan? Ini bukan Jakarta." Gertak Fara setelah Alvin menghampirinya. Lagipula Fara heran, tidak di Jakarta ataupun disini Alvin masih saja suka meneriaki namanya saat dibutuhkan.

Alvin tertawa ringkuh, dirinya hampir lupa tempatnya berada sekarang. Maklum, Alvin susah lepas dari kebiasaannya yang memanggil Fara saat membutuhkan bantuan. Dan dirinya rindu, karena salama satu bulan tidak melakukan hal itu.

"Ini buat aku?" Tanyanya sambil menunjukan satu setel pakaian yang ia temukan di tempat tidur.

"Menurut kamu? Ya kali buat aku." Jawab Fara acuh.

"Kok bisa? Dapat dari mana?"

"Gak mungkin aku nyuri." Sahut Fara enteng, tanpa mengalihkan perhatiannya dari ikan yang sedang digoreng.

Perfect With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang