Alvin berdecak kesal, melihat jam yang menunjukan angka satu dini hari, saat dirinya sampai rumah. Dan lagi, hampir dua minggu ini dirinya harus pulang kerja di waktu tengah malam, jauh dari jam pulang biasanya.
Ada penggarapan proyek baru di Perusahaan tempat bekerjanya kini.
Proyek besar yang bernilai fantastis, yang tentu saja bonusnya menggiurkan. Tak ayal, semua karyawan yang terlibat harus bekerja keras dan bekerja sama dengan baik, termasuk dirinya. Tenaga dan pikiran di kuras habis, demi menghasilkan hasil terbaik yang setimpal dengan harga dan memuaskan permintaan klien.Hal inilah yang membuat Alvin harus rela mengorbankan pola jam istirahat dan makannya, yang kini sudah tidak teratur. Tidak ada kata lain di pikirannya selain kerja, kerja, dan kerja. Dan hal seperti ini bukan yang pertama kali untuk Alvin, karena sebelumnya ia pernah mengalami yang lebih dari ini. Apalagi saat awal-awal menata kariernya dulu, sampai tempat kerja pun dijadikan rumah kedua. Sikap profesional yang ia miliki, tidak salah jika mendapatkan sebutan workholic.
Alvin melengkahkan kaki masuk ke dalam rumah, seketika indra nya hanya mendekap kesunyian. Raga nya lunglai saat mendapati keadaan rumah yang gelap gulita, sunyi, dan hanya mendengar helaan napasnya sendiri.
Sudah tiga hari, dirinya pulang kerumah dengan keadaan rumah seperti ini. Dan kemungkinan berlanjut sampai tiga hari berikutnya.Acara yang Fara hadiri selama satu minggu di sebrang pulau sana, membuatnya harus menerima keadaan dimana tidak ada suara gaduh tv saat ia masuk rumah, makan malam yang masih hangat, teh chamomile yang masih panas, dan satu lagi senyuman. Ya senyuman penghuni lain di rumah ini sekaligus hatinya, mungkin? Siapa lagi kalau bukan Fara, yang kini tengah bekerja di kota Medan sana.
Kadang Alvin tidak habis pikir kenapa istrinya itu sampai pulang pergi ke luar kota untuk bekerja? Padahal kan dirinya juga masih sanggup untuk memenuhi kebutuhan Fara, kalau sebatas untuk membeli skincare. Mungkin dirinya bisa menambahkan jika mendapat bonus dari perusahaan.
Sempat ia bertanya tentang alasannya, dan diluar dugaan pula Fara memberikan jawabannya."Menulis itu adalah hobby sekaligus profesi aku. Aku nulis bukan semata-mata buat di jadiin buku terus dapet uang. Tapi dengan nulis juga aku bisa mengekpresikan apa yang ada di pikiran aku." Fara menjeda ucapannya. "Semua orang itu punya kemampuan masing-masing yang berbeda. Dan menulis ini adalah kemampuan aku, ada kebanggaan tersendiri saat karya aku bisa jadi inspirasi orang lain."
Alvin sempat terpana dengan jawaban Fara, padahal ia mengira bahwa Fara menulis hanya sebagai pengisi waktu luang. Karena yang dirinya tau Fara pernah bekerja di salah satu perusahaan di Bandung, dengan menjadi staf manajer pemasaran, sebelum menikah dengannya. Dan satu hal yang ia ketahui. Fara termasuk wanita mandiri, pekerja keras dan pantang menyerah. Terbukti dengan kesuksesan karir yang diraihnya sekarang.
..........
Alvin menatap nanar sofa yang biasanya Fara duduki untuk menunggu kepulangannya. Alvin masih ingat saat pertama kali ia mendapati Fara yang tertidur dengan posisi duduk dan keadaan laptop masih menyala.
Dengan segenap keberanian Alvin membangunkan Fara, dengan cara menepuk-nepuk bahunya perlahan. Dan berhasil, mata indah itu terbuka.
Ada binar kelegaan di mata Fara saat melihat Alvin berada dihadapannya. "Aa udah pulang? Syukurlah. Aku khawatir, Aa gak pulang seperti jam biasanya."
Alvin tercengang, awalnya mengira Fara hanya ketiduran, tapi ternyata ia sedang menunggu dirinya.
"Lebih baik kamu pindah ke kamar!"
"Aa udah makan malem?"
Fara tidak mengindahkan perintah Alvin. Malah menawarkan makanan.
"Tadi aku masak ayam kecap, ada capcay juga. Aa mau langsung makan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect With You [END]
RomanceB e l u m R e v i s i [ Marriage Life ] Kisah pernikahan yang berlandaskan perjodohan, antara Alvin dan Fara. Fara, wanita cantik yang sukses diusia muda sebagai seorang penulis terpaksa harus menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Alvin, arsite...