Di jalan menuju pemakaman, Agra teringat tentang kenangan indah bersama sang ayah sambil membawa jenazah Abrar. Ketika sampai di pemakaman, Agra dan Farhan masuk ke liang lahat dan menguburkan ayah mereka.
Aliya datang ke pemakaman bersama ayahnya, padahal Farhan sudah melarang keluarga Aliya untuk datang ke pemakaman.
"Aliya, kamu lagi emosi sekarang dan kamu bahkan nggak tahu di mana kamu berdiri," ucap dokter Ersa, ayah dari Sandy sekaligus dokter yang menangani Abrar selama sakitnya.
"Aku tahu itu, dan aku bahkan nggak diizinin datang ke sini. Tapi beliau adalah papa mertua aku. Apa rasa sayang aku buat beliau itu salah? Apa kepedulian aku sama beliau itu salah? Apa semua yang aku lakukan ini salah? Bilang sama aku, apa semuanya salah?" tanya Aliya.
Semua orang terdiam.
"Tolong, biarin aku bersama ayah mertua aku untuk yang terakhir kalinya," lanjutnya.
Agra dan yang lainnya menaburi bunga di atas makam ayahnya. "Pak ustadz, saya nggak mau ada gangguan dalam pemakaman papa saya."
Aliya terkejut sekaligus sangat sedih mendengar itu. Lalu kemudian dia memeluk ayahnya. Hamdan ingin membawa Aliya pergi, tapi suara Agra menghentikannya.
"Aliya," panggil Agra seraya berbalik dan berjalan ke arah Aliya. Dia berhenti tepat di hadapan gadis itu dan menatap mata istrinya dengan tajam.
"Aku seneng kamu datang ke sini. Semua orang ada di sini, termasuk Pak Ustadz dan almarhum Papa. Hari ini, di hadapan semua orang dan Allah sebagai saksi, saya Agrata Razzan Rahmatullah ...." Agra memegang wajah Aliya kemudian melanjutkan ucapannya, "Menjatuhkan talak kepada Aliya Shakaela Zanitha," lanjutnya dengan penuh penekanan pada setiap kalimatnya.
Mendengar kata itu keluar dari mulut Agra, Aliya merasa seperti dirinya disambar petir dan hatinya hancur berkeping-keping. Sedangkan semua orang yang berada di sana sangat terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Agra.
Agra melepaskan tangannya dari wajah Aliya. "Talak," ucapnya untuk kedua kalinya.
"Ta--"
"Jangan, Agra! Dengan satu kata lagi, hubungan kita akan hancur," ucap Aliya seraya menutup mulut Agra.
Agra melepaskan tangan Aliya yang menutup mulutnya. "Talak," ucap Agra yang ketiga kalinya.
Pupus sudah harapan Aliya untuk mempertahankan rumah tangganya. Semua yang dia impikan selama ini, hancur hanya dengan satu kata itu. Masa depan anaknya, dia tidak tahu akan seperti apa. Lidahnya sudah terlalu kelu untuk hanya mengucapkan satu kata setelah kata 'talak' itu terucap untuk ketiga kalinya dari mulut Agra.
"Agra ... Bagaimana bisa kamu menceraikan Aliya di saat-saat kayak gini?" tanya Hamdan.
"Aku menceraikan Aliya karena dia adalah penyebab meninggalnya papa aku," ucap Agra.
Mendengar itu, Sandy menghampiri mereka dan berkata pada Agra, "Lo sadar nggak sama apa yang lo ucapin? Apa ini saatnya buat membicarakan hal-hal kayak gitu? Makam Pak Abrar aja tanahnya masih basah, apa lo pikir pernikahan lo bakal berakhir dengan lo ngucapin itu?"
"Kenapa lo nggak menentang ini dengan cara yang benar? Lo itu sahabat gue, kan? Tapi kalo lo mau ngedukung orang-orang ini, lo bisa ngelakuin itu. Kirimin gue dokumen yang mau lo kirim. Gue akan tanda tangani semuanya," ucap Agra kemudian menoleh Aliya yang berada di belakangnya dengan mata berkaca-kaca.
"Agra, bukan itu yang gue maksud. Dengan ngucapin 'talak' tiga kali, lo nggak bisa mengakhiri pernikahan gitu aja," ucap Sandy.
"Waktu berpikir atas perceraian akan diberikan waktu sebulan. Setelah tiga bulan, itu akan dianggap sah," sahut Pak Ustadz.
"Saya sudah banyak bertoleransi. Saya akan menunggu tiga bulan lagi," ucap Agra.
"Sandy, tolong mulai prosesnya," lanjutnya lalu pergi meninggalkan pemakaman. Dan diikuti dengan orang-orang yang juga ikut meninggalkan makam kecuali Sandy dan ayahnya.
Aliya sedih melihat makam Abrar dan terduduk lemah di samping kuburan kemudian menangis sejadi-jadinya. "Papa ... Ya Allah ....."
Hamdan, Sandy, dan dokter Ersa merasa iba melihatnya. Hamdan mencoba untuk menenangkan Aliya, tetapi gadis itu masih terus menangis.
***
Rani yang masih berpakaian hitam memasuki kamarnya. Dia membayangkan kalau Abrar sedang duduk di kursi roda, kemudian duduk di kursi tersebut dan teringat saat Abrar memuji kecantikannya. Dia teringat saat-saat bahagia mereka, dia juga teringat atas kematian sang suami, dia teringat bagaimana orang-orang membawa jenazah suaminya, dia mulai berputar-putar di kursi roda tersebut. Kemudian Agra datang dan melihatnya, Agra memintanya untuk berhenti.
"Kenapa kamu menghentikan Mama, Agra? Mama hampir cacat tanpa suami Mama. Aliya sudah menghancurkan kebahagiaan kita. Mama dan papa kamu menghujani dia dengan rasa hormat dan cinta, tetapi apa yang dia lakukan? Dia menghabisi nyawa papa kamu," ucap Rani yang membuat Agra menitikkan air matanya.
"Agra, bahkan Mama juga bertanggung jawab atas semua ini. Mama bertanggung jawab karena Mama nggak menghentikan kamu. Mama mempercayai mertua kamu dari Bandung itu, tapi hasilnya ternyata adalah bencana," lanjutnya seraya menggenggam tangan Agra.
Dia menghapus air mata yang mengalir di pipi anak bungsunya itu. "Agra, karena kesalahan kita, kita harus menderita seumur hidup."
***
Hamdan dan Sandy membawa Aliya ke kamar hotel. Melihat mereka datang, Arumi bertanya pada Hamdan, "Apa Akang bisa membantu dalam upacara pemakaman kakak saya? Kakak saya meninggal! Semuanya berakhir. Nggak ada yang tersisa sekarang."
"Iya, Sayang. Kamu benar. Semuanya berakhir. Agra bahkan pergi dan menjatuhkan talak ke putri kita," ucap Hamdan.
Semua orang terkejut mendengarnya, sedangkan Aliya hanya bisa memejamkan matanya mendengar kata itu. Jiwanya bergetar mengingat kejadian yang baru saja terjadi itu.
"Di pemakaman, di depan kubur kak Abrar dan di hadapan semua orang, Agra mengumumkan keinginannya untuk menceraikan Aliya," lanjutnya.
Arumi dan Keira menangis mendengar itu, begitu juga dengan Hamdan. Kemudian Arumi memeluk Aliya.
"Aliya! Kenapa ini semua bisa terjadi?" tanya Arumi.
Lalu wanita paruh baya itu berbicara pada sang suami. "Kang, semuanya belum terlambat. Ayo pergi dan bicara sama Agra dan kak Rani dan bilang sama mereka bahwa ini bukan kesalahan Aliya."
"Aliya ... Jangan takut, Nak. Semuanya akan baik-baik aja. Apa kamu mendengar Bunda? Aliya, dengarkan Bunda!" Arumi mengguncangkan tubuh Aliya.
Aliya hanya meresponnya dengan gelengan kepala lalu terduduk lemah di atas kursi.
Arumi kembali mengguncangkan tubuh putrinya. "Aliya, jangan lakukan ini. Bunda janji, nggak akan terjadi apa-apa sama kamu. Bunda sama Ayah akan mengatur semuanya dengan benar. Kang, bilang sama dia semuanya akan baik-baik aja. Sayang, jangan takut. Bunda akan bicara sama Agra. Dia nggak akan mengabaikan ucapan Bunda. Aliya, dengar! Jangan menangis. Nggak akan ada yang berubah. Apa kamu dengar?" ucap Arumi.
"Aliya, aku bisa ngerti. Kamu pasti terluka karena ucapan Agra dan apa yang dia lakuin sama kamu. Tapi bahkan sebelum kamu jatuh cinta sama Agra ... Untuk orang yang bikin kamu jadi bagian dari keluarganya dengan harapan kayak gitu. Yang sangat kamu sayangi dan kamu panggil 'Om' sebelumnya ... Demi dia kamu harus ngehadapin Agra. Agra nggak bisa berpikir jernih dalam situasi kayak gitu. Tapi kamu harus ngerawat dia dan coba memahami dia. Kalo kamu nerima keputusan Agra, maka pak Abrar nggak akan beristirahat dengan tenang," ucap Sandy.
***
Bersambung...
Jangan lupa kritik dan sarannya ya teman-teman😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiblat Cinta [LENGKAP]
SpiritualMenikah dengan sepupu sendiri mungkin adalah hal yang sangat tabu di masyarakat. Tetapi, itulah yang terjadi pada Agrata Razzan Rahmatullah dan Aliya Shakaela Zanitha yang terpaksa menikah karena sebuah kesalahpahaman. Sifat yang sangat jauh berbeda...