37. Seseorang Berhati Malaikat

1.3K 65 0
                                    

Agra terus mengikuti penculik yang membawa Serlie, hingga akhirnya dia berhasil menghentikan mobil yang hendak mereka bawa di detik-detik terakhir.

Agra membuka pintu mobil tersebut untuk menyelamatkan Serlie, tetapi malah ditendang oleh sang penculik yang kini sudah memegang pisau di tangannya.

"Lepasin anak itu!" titah Agra.

"Cepat pergi dari sini. Kalo nggak, gue bakal habisin lo sekarang juga," ucap penculik tersebut.

Agra tetap bergeming di tempatnya, berusaha mengumpulkan keberanian setelah melihat pisau itu.

"Heh, kenapa lo diam aja, hah?! Lo bakal mati dan anak itu juga bakal mati. Gue belum pernah ngeliat lo di sini," ucap sang penculik.

"Hari buruk lo belum dateng, makanya lo belum ngeliat gue," ucap Agra.

Dia pun segera menendang tangan penculik itu yang membuat pisau di tangannya langsung terhempas.

Pada saat itu, Aliya tiba di sana dan sangat syok menyaksikan perkelahian sang suami.

Gadis yang pintar itu dengan cepat membuka pintu mobil dan mengeluarkan Serlie dari dalam mobil. Sementara Agra masih asik bertarung dengan penculik itu.

"Bayi siapa ini? Kasian banget. Cup cup cup, jangan nangis lagi, Nak." Aliya berusaha menenangkan tangisan Serlie seraya terus berlari menjauh dari tempat itu.

Langkah Aliya tiba-tiba terhenti ketika sang penculik memanggil teman-temannya untuk mengeroyok Agra, hingga saat ini laki-laki itu masih dipukuli.

Namun, Aliya tidak bisa diam saja di sana. Dia tetap harus membawa bayi itu menjauh dan meminta tolong pada orang-orang yang ada di pasar. Hanya itu langkah yang bisa Aliya pikirkan saat ini.

"Lo mau jadi pahlawan ya, huh? Nggak bakal ada yang dateng waktu lo panggil, tapi anak buah gue dateng waktu lo panggil," ucap penculik tersebut.

Penculik itu ingin memukul Agra, tetapi Sandy datang di saat-saat terakhir dan segera mencegah hal itu. Mereka berdua pun segera bertarung dengan penculik itu dan teman-temannya hingga membuat mereka langsung lari terbirit-birit.

Setelah selesai bertarung, Sandy segera mengambil alih putri kecilnya yang berada di dalam gendongan Aliya sambil memeluk dan juga menciuminya.

Lalu, laki-laki itu pun berdiri menghadap Agra yang masih berdiri menetralisir rasa sakitnya.

"Makasih ya, Agra. Lo udah nyelametin anak gue," ucap Sandy.

"Lo harus berterima kasih sama Allah. Gue rasa ... Bukan kebetulan gue ngeliat penculik itu bawa bayi yang nangis kejer tadi. Itu mungkin karena pengacara pak Kemal adalah orang yang sangat jujur dan baik. Itu balasan buat kebaikan lo," ucap Agra.

"Ayo, sekarang waktunya buka puasa," ucap Aliya.

"Lo liat, Sandy? Ternyata lo buka puasa bareng sama kami, kan?"

Sandy terkekeh mendengar itu. "Ini juga bukan kebetulan."

***

Di rumah keluarga Agra, semua orang rumah sudah duduk di meja makan untuk menyantap makanan berbuka puasamereka.

Raisa yang sudah sangat lemas sejak tadi pagi pun kini sudah menyantap makanan yang tersaji di meja makan dengan sangat lahap hingga membuat Rani, bahkan Farhan yang baru saja tiba menjadi keheranan.

"Kenapa? Ini puasa pertama, kan? Jadi biasa kalo lapar. Satu atau dua hari lagi aku bakal balik normal, kok," ucap Raisa pada sang suami.

"Nggak masalah. Makan aja yang banyak," ucap Farhan.

Tak lama kemudian, Agra dan Aliya tiba di rumah dengan serta merta membawa Sandy ke rumah itu untuk buka puasa bersama.

"Silakan masuk," ajak Agra.

Orang rumah yang berada di ruang makan pun menatap ke arah mereka semua yang berjalan menuju ruang makan itu.

Raisa yang awalnya makan dengan sangat lahap karena kelaparan, kini langsung menjaga imagenya ketika melihat Agra dan Aliya pulang ke rumah dengan membawa seorang tamu.

"Ma, Mama udah ketemu sama dia waktu di rumah sakit, kan?" ucap Agra pada sang ibu.

Rani pun memandangi Sandy, seraya berusaha mengingat laki-laki itu. Maklum, karena faktor usia, wanita paruh baya itu memiliki waktu yang lebih lama untuk mengingat seseorang.

"Kamu ... Sandy, ya? Orang yang waktu itu menolong Aliya pas kecelakaan dan membawa dia ke rumah sakit?" tanya Rani.

Sandy tersenyum mendengar itu. "Betul, Tante. Ternyata Tante masih ingat sama saya."

"Mana mungkin saya bisa lupa? Berkat kamu, cucu dan menantu saya masih bisa hidup sampai hari ini."

Rani pun berjalan mendekat ke arah Sandy. "Ini anak kamu, ya?"

Sandy menganggukkan kepalanya.

"Cantik sekali. Tapi, kenapa mamanya nggak ikut?" tanya Rani.

Sandy langsung terdiam mendengar pertanyaan itu, sementara Agra dan Aliya hanya bisa saling pandang karena mereka tahu apa yang sudah menimpa Sandy.

"Istri saya meninggal waktu melahirkan Serlie." Butuh dari sekedar kekuatan bagi Sandy untuk mengatakan hal tersebut.

"Innalillahi wa innailaihi rojiun. Maaf ya, Nak Sandy. Saya nggak tau." Rani memegang bahu laki-laki itu. "Pasti berat buat kamu selama ini, kan?"

Sandy hanya bisa tersenyum tipis.

"Yaudah kalo gitu ayo kita buka puasa sama-sama. Jangan sungkan-sungkan," ucap Rani.

Rendy berjalan ke hadapan sang ayah yang duduk di kursi roda dengan tatapan nanar.

"Pa, kenalin dia Sandy. Dia adalah orang yang sangat baik, jujur, dan selalu mengedepankan kejujuran. Dia udah nolongin Dara pas kecelakaan dan ternyata dia juga pengacaranya pak Kemal. Papa tau apa yang dia lakuin, Pa? Dia mencegah pak Kemal berbuat curang sampai aku ngerasa kalo bang Farhan ada ngedampingin aku di sana," ucap Agra.

"Agra udah menceritakan kebaikan saya, tapi dia belum menceritakan tentang gimana kebaikan dia sama saya. Saya cuma membantu dia dalam bisnis, tapi dia mengembalikan anak saya, hidup saya, dan belahan jiwa saya. Makasih, Gra," ucap Agra seraya menepuk pundak laki-laki itu.

"Lo juga udah nyelametin hidup gue. Berkat lo, istri sama anak gue bisa hidup sampai hari ini," ucap Agra.

"Kalo papa udah sembuh, aku yakin kalo papa pasti bakal mempekerjakan lo sebagai penasihat hukum buat Anugerah Utama Company. Iya kan, bang Farhan?" ucap Agra.

Farhan mengangguk. "Iya. Gue setuju sama perkataan lo, Gra. Gue yakin dia adalah orang yang berbakat banget. Bahkan ... Gue juga yakin papa pengen kalo lo bergabung dalam bisnis kami. Silakan, ayo duduk di sini. Kita buka puasa bareng."

Sandy pun ikut duduk di meja makan itu bersama dengan semua orang.

"Sandy adalah orang yang udah menyelamatkan Aliya dan menyelamatkan perusahaan kita. Dia berhati baik dan juga sopan. Kita beruntung banget kan bisa ketemu sama orang yang sebening berlian?" celetuk Raisa yang sangat disetujui oleh semua orang.

"Aku setuju banget sama kak Raisa. Aku kayak ngeliat Aliya versi laki-laki di diri Sandy," sahut Agra yang membuat semua orang terkekeh.

"Kalian terlalu memuji. Saya nggak sebaik itu juga. Udah wajar kalo setiap manusia itu saling membantu. Apalagi, saya kan udah temenan lama sama Agra. Jadi wajar banget kalo saya ngelakuin semua ini," ucap Sandy yang merasa tidak enak karena terlalu dipuji.

"Sandy, mulai sekarang kamu bisa bertamu ke sini kapan aja kamu mau. Anggap aja ini adalah rumah kamu. Saya juga udah menganggap kamu seperti keluarga saya sendiri," ucap Rani.

"Makasih banyak, Tante dan semuanya. Saya senang disambut dengan baik di sini. Tapi pujian ini terlalu berlebihan."

"Tuh kan, Ma? Sandy ini orangnya emang suka banget merendah dan nggak enakan. Bahkan, dulu pas SMA dia pernah ngasih sepatunya buat temen sekelas kita yang sepatunya udah rusak, sementara dia sendiri pulangnya nyeker," ucap Agra yang memicu tawa seluruh keluarga.

***

Bersambung...

Kiblat Cinta [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang