57. Sesak Napas

5.2K 262 11
                                        

Aliya memasukkan baju-baju milik sang ayah yang telah selesai dia lipat ke dalam lemari. Dilihatnya wajah laki-laki paruh baya yang telah membesarkannya sepenuh hati itu, wajah yang sudah mulai mengkerut karena dimakan oleh usia.

Entah kenapa hati Aliya sangat sedih melihatnya. Sampai orang tuanya setua itu, dia belum bisa memberikan apa-apa untuk mereka. Jangankan kebahagiaan, Aliya hanya merasa dia terus saja membuat kedua orang tuanya bersedih dan kecewa.

Setelah cukup lama dia memperhatikan ayahnya yang sedang tertidur pulas, Aliya mendengar bel rumahnya berbunyi sehingga dia segera pergi menuju pintu.

Saat pintu rumah itu terbuka, Agra sudah berdiri di depan sana bersama Abidzar. Aliya cukup terkejut melihat itu tetapi dia menyambut mereka dengan senyuman.

"Abidzar," gumam Aliya.

"Aku tiba-tiba ada urusan mendadak. Bisa jaga dia sebentar? Bukan, maksud aku bakalan sedikit lama. Nggak apa-apa, kan?" tanya Agra.

"I-iya." Aliya menganggukkan kepala dengan canggung.

Abidzar segera menggandeng tangan Aliya. Aliya pun tersenyum pada anak tampan itu.

Agra berlutut berusaha menyamakan tingginya dengan Abidzar dan mengatakan, "Abidzar, nanti Papa jemput, ya. Selamat bersenang-senang. Papa pamit dulu, assalamualaikum," ucapnya lalu pergi dari sana.

"Waalaikumsalam," ucap Aliya dan Abidzar bersamaan.

Sebenarnya, Agra sama sekali tidak sibuk dan tidak ada kepentingan apa pun yang mengharuskan dia untuk menitipkan Abidzar ke rumah Aliya. Dia melakukan itu hanya agar Aliya punya waktu lebih lama bersama putranya, karena laki-laki itu merasa selama ini dia sudah cukup banyak merampas kebahagiaan wanita itu. Dia hanya berharap semoga apa yang dia lakukan bisa menebus lima tahun milik Aliya.

Aliya segera membawa Abidzar masuk ke dalam rumah. Arumi dan Keira sangat terkejut sekaligus senang saat melihat Aliya bersama Abidzar. Mereka semua kemudian bermain bersama anak itu.

Setelah cukup lama bermain, Aliya meminta Abidzar untuk masuk ke dalam kamar ayahnya dan membangunkannya. Abidzar mengangguk dan segera berlari ke kamar Hamdan yang ditunjukkan oleh Aliya.

Abidzar kemudian naik ke atas kasur dan tertawa gembira saat melihat kakeknya itu tertidur. Hamdan yang mendengar suara anak kecil tertawa langsung membuka matanya dan melihat Abidzar duduk di depannya dengan wajah yang sangat gembira.

"Ya Allah, cucu Kakek yang ganteng." Hamdan tersenyum lalu memejamkan matanya lagi karena mengira itu hanyalah mimpi.

Tetapi saat merasakan sesuatu menginjak pahanya dia kembali membuka mata dan melihat Abidzar berlari keluar dari kamar. Saat itulah Hamdan tersadar bahwa itu bukan mimpi.

Laki-laki paruh baya itu bergegas bangun dan mengikuti ke mana perginya Abidzar. Setelah keluar dari kamar, dilihatnya Aliya, Arumi, dan Keira ada di ruang tamu bersama-sama.

"Ayo ke sini Abidzar sayang," ucap Arumi seraya memeluk dan memangku cucu kesayangannya itu.

"Ada apa ini? Kenapa Abidzar bisa ada di sini?" tanya Hamdan.

"Kak Agra nitipin dia di sini," ucap Keira.

"Seharusnya kalian bangunin Ayah, dong."

"Ayah tenang aja, Abidzar bakal sampai malam kok di sini. Silakan main lama-lama sama dia," ucap Aliya.

"Kalo gitu ayo kita main." Hamdan pun bergabung bersama mereka.

"Abidzar mau makan apel?" tanya Arumi seraya mengambil potongan apel dan menyuapkannya ke mulut Abidzar.

Kiblat Cinta [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang