22. Terluka

2.5K 99 0
                                    

"Ternyata kamu lagi mimpi. Menyedihkan ...," lirih Aliya setelah Agra menyudahi ciumannya.

Aliya membelai wajah Agra, dan laki-laki itu menggenggam tangan sang istri.

"Gue nggak lagi mimpi kok," ucap Agra.

"Kamu tau siapa aku?"

"Iya. Lo yang bangunin gue."

Mendengar itu, Aliya pun langsung bangun dan duduk di atas tempat tidur.

"Aku nggak bermaksud buat bangunin kamu tau. Kamu yang mabuk dan ngira aku ini orang lain. Aku pikir kamu lagi mimpi atau ngigo tadi," ucap Aliya.

"Kalo gitu anggap aja gue masih mimpi. Mending lo balik tidur lagi. Bukannya lo juga capek habis nyasar ke mana-mana?" ucap Agra seraya memejamkan matanya.

"Kamu ngejek aku, ya?"

"Kata siapa? Nggak, tuh!"

"Lupain soal itu. Harusnya kamu berterima kasih sama aku. Karena berkat aku, kamu bisa tidur nyenyak banget kayak tadi."

"Berkat lo apanya? Lo malah bangunin gue."

"Oh ternyata kamu terganggu ya sama kehadiran aku di sini? Yaudah kalo gitu lebih baik aku keluar!" Aliya mulai ngegas.

"Nggak, nggak usah. Lo di sini aja. Kita berdua sama-sama harus tidur. Cepet baring lagi dan cepetan tidur. Jangan bangunin gue lagi."

"Yaudah kalo gitu." Aliya pun berbaring ke tempat semula, sembari melirik ke arah Agra yang kini memunggunginya.

"Agra, aku tau kamu lagi kalut sekarang. Maaf karena aku udah bangunin kamu. Haruskah aku nepuk-nepuk punggung kamu lagi biar kamu bisa tidur nyenyak kayak tadi?" tanya Aliya.

Mendengar itu, Agra langsung bangun. "Apa?"

"Kamu bisa tidur nyenyak karena aku nimang-nimang kamu tadi. Pergelangan tangan aku sampai sakit tau nggak. Mau ditimang lagi?"

"Nggak usah. Lo ...." Agra mendorong tubuh ringan Aliya hingga tergeser beberapa puluh centi. Lalu, dia kembali membuat batas dengan guling di tengah-tengah mereka.

"Agra, jahat banget, sih!" seru Aliya setelah merasa tubuhnya terpental beberapa cm karena dorongan dari Agra.

"Itu batasnya. Jangan ngelewatin batas itu. Kita udah terbiasa kayak gini dari dulu," ucap Agra seraya kembali berbaring membelakangi Aliya.

Aliya mengelus-elus punggung Agra dengan sedikit maju agar tangannya bisa menjangkau punggung bidang milik sang suami. Lalu, dia kembali menepuk-nepuknya.

"Udah lebih lega, kan?" tanya Aliya.

"Bener. Lega banget ...," lirih Agra.

***

Pagi ini, Aliya sudah terlihat sangat rapi dengan gamis berwarna merah muda serta jilbabnya yang senada. Dia bersiap untuk keluar dari kamar dan mengawali pagi dengan membantu ibu dan kakak iparnya memasak sarapan di dapur. Itu sudah menjadi rutinitas hariannya selama kurang lebih empat bulan belakangan ini.

Namun, gadis itu terdiam saat melihat Agra yang melamun. Sejak selesai sholat subuh, laki-laki itu tidak melakukan apa pun dan hanya melamun sambil duduk di atas kasur.

"Agra, kamu kenapa sih? Dari tadi kok aku perhatiin kamu diam aja. Itu kenapa lagi mukanya gitu? Sakit?" tanya Aliya lalu menempelkan punggung tangannya di dahi Agra.

"Tapi nggak panas sih," lanjutnya.

Agra hanya diam, tanpa ada niat menjawab pertanyaan Aliya.

"Agra, kalo orang nanya itu dijawab. Kamu kenapa?" tanya Aliya lagi.

"Mulai hari ini gue pengen kerja," ucap Agra mencoba mengalihkan pembicaraan agar tak harus menjawab pertanyaan Aliya.

Gadis itu mengerutkan keningnya sebentar lalu tertawa terbahak-bahak setelah itu dia berusaha untuk mengontrol dirinya sendiri untuk menghentikan tawanya.

Perasaan nggak ada yang lucu deh. Tapi kenapa dia ngakak so hard gitu, ya?, batin Agra.

"Serius kamu mau ke kantor?" tanya Aliya dengan masih ada sisa ketawa.

Agra mengangguk.

Kemudian gadis itu tertawa lagi dan langsung membuat Agra eneg melihatnya.

Untung cantik. Coba kalo jelek, udah gua pites lo dari tadi, batin Agra lagi.

"Kamu sebenernya habis kenapa, sih? Kamu udah dapet hidayah ya karena kejadian tadi malam? Aneh banget tiba-tiba nggak ada angin nggak ada hujan malah pengen kerja," celetuk Aliya.

"Jadi gini ya nyonya Aliya Shakaela Zanitha yang terhormat, gue itu habis merenung. Dan inilah yang gue dapet dari hasil merenung gue. Mulai hari ini, gue bakal ikut papa ke kantor dan belajar menjalankan perusahaannya. Karena gue nggak mau terus-terusan minta duit mulu, dan gue malu sama lo yang punya penghasilan sendiri. Plus gue nggak mau dikatain orang sebagai suami yang nggak bertanggung jawab. Maka dari itu gue memutuskan untuk pergi kerja. Kira-kira begitu," ucap Agra panjang lebar.

Aliya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ada sedikit rasa senang di hatinya karena Agra mau merubah dirinya sendiri.

"Bagus deh kalo gitu. Tapi kamu udah bilang ke papa belum?"

"Ya belom lah. Emang sekarang papa di mana?"

"Paling di kamarnya. Cek ke sana gih."

Agra beranjak dari sofa dan langsung menuju kamar ayahnya untuk mengutarakan niatnya.

Sementara itu, Aliya pergi menuju dapur. Dan benar saja, saat tiba di dapur dia melihat Rani dan Raisa sedang menyiapkan bahan masakan di sana. Tetapi saat ingin berjalan menuju dapur, tiba-tiba Aliya merasakan ponsel di tangannya bergetar.

Ada notifikasi masuk dari nomor tidak dikenal. Aliya membuka pesan itu lalu membacanya.

081234567789
Hai, gue Dhea. Hari ini bisa nggak kita ketemuan? Ada yang mau gue bicarain. Penting!

Aliya kebingungan membaca pesan itu. Rasa-rasanya dia tidak mengenal siapa pun dengan nama itu sampai pada akhirnya gadis itu teringat sesuatu.

Ini Dhea pacarnya Agra, kah? Mau ngapain ya dia ketemu aku?, batin Aliya.

Kemudian dia mengetikkan balasan.

Aliya Shakaela
Bisa. Jam berapa? Dan di mana?

081234567789
Jam 3. Ntar gue kirimin alamatnya. See you!

Aliya hanya membaca pesan terakhir. Kalau dilihat dari caranya mengirim pesan pada Aliya, kelihatannya Dhea itu gadis yang ramah dan juga cerdas. Heran, kenapa dia bisa mau dengan Agra? Apakah hal karena tampang dan kekayaannya?

"Hal penting apa yang mau dia omongin sama aku? Apa jangan-jangan dia mau minta aku buat melepaskan Agra? Atau minta izin sama aku buat jadi istri kedua Agra? Eh astaghfirullahalazim, ngomong apa aku ini? Kenapa jadi su'udzon gini, sih? Ya Allah semoga nggak ada yang berniat buruk terhadap hubungan aku dengan Agra," gumam Aliya pada dirinya sendiri.

Aliya berjalan menuju dapur dengan tatapan nanar. Dia kembali teringat dengan perselingkuhan Agra. Namun, apa pantas itu disebut sebagai perselingkuhan? Bisa jadi Agra sudah menjalin hubungan dengan Dhea jauh sebelum mereka berdua menikah.

Hal itu terus memenuhi pikiran Aliya hingga membuat dirinya tidak fokus. Dan pada saat dia memotong sayur, tak sengaja dia malah mengiris tangannya sendiri yang membuatnya merintih kesakitan.

"Aww!" Aliya meringis seraya menggoyang-goyangkan tangannya yang terluka.

Hal itu pun berhasil memancing keterkejutan dari Rani dan Raisa.

"Aliya, kamu kenapa? Nggak biasa-biasanya kamu nggak fokus kayak gini," ucap Rani.

"Hah? Ng-nggak. Nggak apa-apa kok, Ma," elak Aliya yang tidak ingin mengetahui permasalahannya dengan Agra.

"Yaudah kalo gitu tunggu sebentar aku ambilin hansaplast dulu," ucap Raisa seraya pergi dari dapur.

"Untung aja lukanya nggak parah," ucap Rani seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.

***

Bersambung...

Kiblat Cinta [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang