8. Tanggung Jawab dan Ketidakadilan

10.3K 477 10
                                    

Semua keluarga telah berkumpul di ruang keluarga atas permintaan Abrar karena ada yang ingin dia bicarakan tentang Aliya dan juga Agra.

"Aliya, Om sudah menganggap kamu seperti anak Om sendiri. Dan hari ini, Om sama terlukanya seperti orang tua kamu. Om perlu kamu jawab dengan jujur pertanyaan Om ini, apa kamu memang benar ada hubungan apa-apa dengan Agra? Dan sejak kapan hubungan itu terjalin, Nak?" tanya Abrar.

Agra hendak menjawabnya tapi ditahan oleh Abrar. "Papa bertanya sama Aliya, bukan sama kamu."

"Nggak ada hubungan apa-apa antara aku sama Agra, Om. Semua yang kalian liat itu adalah salah paham." Kemudian Aliya menjelaskan semuanya, apa yang terjadi dengan dirinya dan Agra selama ini hingga Dzaki bisa berpikir demikian.

"Pernikahan ini aku batalkan karena aku merasa nggak ada kecocokan antara aku sama Dzaki, juga tentang ucapan mereka yang terlihat jelas sedang menghina orang tua aku. Aku menerima kalau sejak kecil, aku dan Agra memang saling benci dan selalu mengganggu satu sama lain, bahkan sampai sekarang kami masih sering melakukan itu. Tapi nggak ada alasan bagi aku buat punya perasaan atau punya hubungan sama Agra," jelas Aliya panjang lebar.

"Sekarang kamu boleh bicara Agra," ucap Abrar setelah dia rasa cukup mengerti dengan penjelasan dari Aliya.

"Waktu aku pulang dari pasar, aku ngeliat Aliya lagi nangis sesegukan di kamarnya. Aku udah curiga kalo itu pasti ulah keluarganya Dzaki karena dari awal aku udah punya firasat nggak enak tentang mereka. Aku terima kalo aku udah masuk ke kamar Aliya sedemikian rupa. Aku juga salah karena memeluk dia, tapi itu semata-mata cuma buat nenangin dia karena Aliya histeris kayak orang depressed. Tapi tuduhan yang dibilang Dzaki sama keluarganya itu jauh lebih jahat. Aku nggak percaya kalo malah jadi aku yang disalahin di sini, padahal aku sendiri nggak tau apa kesalahan aku. Kayak yang Aliya bilang, aku sama dia itu saling membenci. Jadi mustahil kalo kami punya hubungan," jelas Agra.

"Saya sudah mengambil keputusan dan semua orang harus setuju dengan semua itu. Agra adalah akar dari semua masalah ini." Abrar menarik napas berat dan menghembuskannya perlahan.

"Dan dia akan memperbaiki kesalahannya dengan menikahi Aliya hari ini juga," lanjut Abrar.

Semua orang terkejut mendengar keputusan yang sangat tiba-tiba itu. Terutama Aliya dan Agra. Bagaimana bisa Abrar mengatakan itu dengan enteng? Sedang pernikahan itu adalah sesuatu yang sangat sakral.

"Pa, aku nggak setuju dan nggak mau menikah dengan Aliya. Apalagi hari ini!" ucap Agra menentang.

Sedangkan Aliya tidak bisa berkata-kata, dia membekap mulutnya dan kembali menangis.

"Papa sudah bilang nggak ada bantahan, Agra!" ucap Abrar dengan nada tinggi.

Agra langsung keluar dari ruangan itu tanpa berkata apa pun. Dia sangat marah dan kecewa dengan keputusan sang ayah yang dengan gampangnya akan menikahkan dia dengan Aliya, sepupunya sendiri.

***

Semua orang terdiam, hanya ada suara tangisan Aliya. Tidak ada yang berani menjawab perkataan Abrar, karena Abrar adalah yang paling tua di sini. Dia juga mungkin sudah memikirkan keputusannya ini dengan baik.

Arumi berjalan mendekati sang putro yang kini tengah menangis tersedu-sedu. Arumi memeluknya dan mengusap punggung Aliya yang bergetar.

"Bunda, aku nggak mau menikah sama Agra. Hidup aku udah hancur sekarang, dan mungkin akan semakin hancur kalau aku menikah dengan Agra. Dua orang yang saling membenci nggak mungkin bisa bertahan dalam sebuah hubungan kayak gitu. Bunda tolong bilang ke Om Abrar, Bunda. Aku nggak mau menikah sama Agra," ucap Aliya di sela-sela tangisnya.

Kiblat Cinta [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang