50. Takdir yang Kejam

5.3K 280 4
                                    

Aliya kembali datang ke TK tempat Abidzar sekolah, kali ini dia ingin melihat anaknya itu lagi saat pulang sekolah. Saat dia datang, sekolah itu sudah lumayan sepi karena waktu pulang sudah sejak setengah jam yang lalu.

Dari luar pagar, Aliya melihat Abidzar sedang bermain bersama teman-temannya yang belum dijemput oleh orang tua mereka. Tanpa sadar, seulas senyum terukir di bibir tipisnya saat melihat anaknya itu berlari-lari ceria.

Kata siapa anakku aneh? Orang dia lucu banget gitu kok, batin Aliya.

Tanpa menunggu apa-apa lagi Aliya berjalan menuju taman itu, memanfaatkan kesempatan itu untuk memperhatikan Abidzar lebih lama, mumpung Dhea belum datang menjemputnya.

Tiba-tiba Abidzar berlari dan tanpa sengaja memeluk dirinya. Aliya bisa merasakan matanya memanas, ini pertama kalinya dia bisa memeluk putranya lagi setelah bertahun-tahun. Rasanya seperti ada sesuatu yang terlepas dari tubuhnya, yaitu kerinduan yang amat sangat. Kerinduan yang selama ini dia pendam dalam-dalam.

Gadis itu memeluk putranya dengan sangat erat, seolah-olah tidak ingin berpisah dari anak itu lagi.

"Assalamualaikum, Abidzar ...," lirih Aliya dengan suara serak karena menahan tangis.

"Tante kenal sama aku? Kenapa Tante bisa tau nama aku?" tanya Abidzar dengan wajah polosnya, tanpa berusaha melepaskan pelukan Aliya karena dia merasa nyaman.

"Abidzar, kamu di sini ternyata," ucap seorang guru yang baru saja datang kesana.

Mendengar suara itu, Aliya segera menghapus air matanya dan melepas pelukannya dari Abidzar.

"Mbak siapa? Mbak mau apain murid saya?" tanya bu guru seraya berlari mendekati Abidzar.

"Kamu baik-baik aja, Sayang?" tanyanya pada Abidzar.

Aliya yang diperlakukan seperti itu hanya bisa terkejut dan meminta maaf.

"Maaf, saya bener-bener minta maaf." Aliya berbalik dan ingin pergi dari sana, tetapi langkahnya terhenti saat melihat Dhea sudah berdiri di depannya.

"Kamu nggak perlu minta maaf, Aliya," ucap Dhea.

Aliya semakin terkejut sampai-sampai bola matanya membulat dengan sempurna, jantungnya telah memompa dengan begitu cepat. Dia tidak tahu harus berbuat apa pada situasi seperti itu. Dia sudah tertangkap basah.

Sang guru juga terkejut saat mendengar Dhea mengatakan itu. Dia mengira bahwa Aliya adalah orang jahat yang akan menculik Abidzar. Oleh karena itu, dia segera berdiri dan menghampiri Aliya lalu meminta maaf.

"Maafin saya ya, Mbak. Saya pikir Mbak itu pengen ngejahatin Abidzar," ucap sang guru.

"Iya nggak apa-apa, Bu," ucap Aliya seraya tersenyum.

"Ibu ada-ada aja, deh. Mana ada orang jahat yang cantik gini, mana pakai hijab lagi," ucap Dhea seraya terkekeh.

Aliya hanya bisa tertawa kikuk karena itu. Setelah itu, guru Abidzar pun mengajak Dhea untuk berbicara mengenai masalah Abidzar. Dia menceritakan bagaimana keseharian Abidzar selama sekolah, dan insiden yang terjadi kemarin.

Dhea sangat terkejut mendengar itu, dan dia merasa bahwa dia harus memberitahu Aliya masalah ini. Karena biar bagaimanapun, Aliya adalah ibu kandung Abidzar dan lebih berhak mengambil keputusan.

Dhea tersenyum pada Aliya, sedangkan gadis itu hanya bisa menunduk seolah-olah dia sedang melakukan kesalahan.

"Seorang ibu nggak perlu minta maaf dan ngerasa bersalah karena udah memeluk anaknya sendiri, jadi kamu nggak usah nundukin kepala kamu karena apa yang kamu lakuin bukan suatu kejahatan," ucap Dhea yang membuat Aliya mengangkat kepalanya. Wajahnya masih merah karena habis menangis.

Kiblat Cinta [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang