5. Keraguan Dzaki

9.7K 490 10
                                    

Di kediaman Dzaki, terlihat dia juga sedang bersiap-siap. Laki-laki itu memakai setelan jas yang sama warnanya dengan gaun yang dipakai Aliya. Resepsi pernikahan pun akan segera dilangsungkan hari ini.

Dzaki menuruni anak tangga dan menemui orang tuanya yang sudah menunggu di dalam mobil.

"Maaf lama Ma, Pa," ucapnya.

"Nggak apa-apa, Nak. Yaudah yuk Pa jalan sekarang aja," ucap Desy; ibunya Dzaki.

Mereka mulai menuju ke rumah Aliya. Tidak ada yang berbicara sampai Dzaki kembali membuka suaranya.

"Ma, sebenarnya Dzaki ragu dengan pernikahan ini. Dzaki ragu dengan Aliya," ucap Dzaki yang langsung dihadiahi tatapan kaget oleh ibunya.

"Loh kok ragu? Aliya itu anak yang sangat baik, Nak," ucap Desy.

"Aku ragu bahwa dia benar-benar mencintai aku. Beberapa kali aku melihat dia bersama Agra dan mereka sangat dekat."

Desy terkekeh ringan.

"Ya wajarlah dekat, mereka kan sepupuan."

Dzaki menggeleng.

"Ini beda, Ma. Mereka seperti orang yang saling mencintai."

"Sudah ah jangan mikir yang macam-macam, sebentar lagi kamu itu akan jadi suami Aliya jadi kamu harus percaya sama dia." Desy berusaha membuat anaknya tenang.

"Kita harus bicarakan ini sama keluarganya Aliya," ucap Rafi dengan mata yang terus tertuju pada jalan.

"Nggak usah lah, Pa. Kita nggak ada waktu untuk bahas itu sekarang."

"Kan bisa diundur sebentar, tamu-tamu juga datangnya pasti agak siangan toh kita juga akadnya nggak ngundang banyak orang. Nggak ada salahnya kita bicara sama mereka, sebelum semuanya terlambat."

Kalau sudah begini Desy hanya bisa mengiyakan keinginan suami dan sang anak.

***

Mereka telah sampai di rumah Aliya dan segera masuk ke dalam rumah itu setelah dipersilakan masuk oleh Arumi. Benar saja, tamu belum ada yang datang dan itu artinya mereka masih punya waktu untuk mendiskusikan semua yang terjadi.

Rafi langsung memanggil ayahnya Aliya yang kebetulan lewat.

"Pak kami mau bicara," ucap Rafi seraya melambaikan tangannya.

Hamdan langsung berjalan menghampiri mereka dan mempersilakan mereka duduk.

"Ada apa ya, Pak?" tanya Hamdan.

"Begini Pak, kami ingin membicarakan tentang hubungan Aliya dengan Agra. Apakah Aliya punya hubungan spesial dengan Agra seperti sepasang kekasih?" tanya Rafi.

"Maksud bapak apa, ya? Agra dan Aliya itu sepupu," ucap Hamdan.

Abrar yang tidak sengaja lewat disana langsung mendatangi mereka.

"Dzaki sudah dua kali melihat Agra dan Aliya berpelukan. Selain itu, mereka juga terlihat sangat mesra. Bukankah mereka bukan mahram?" ucap Rafi yang membuat suasana menjadi tegang di sini.

"Pak Hamdan, sebentar lagi Aliya akan menjadi menantu kami, dan kami nggak bisa melakukan apa pun terkait hal itu," ucap Desy yang sebenarnya merasa tidak enak untuk mengatakannya. Namun, dia merasa tetap harus menyelesaikan masalah ini setelah mendengar cerita dari sang anak.

"Mereka nggak mungkin melakukan itu. Aliya adalah anak yang baik dan tau hukum agama, nggak mungkin dia berani melakukan itu," ucap Abrar yang sudah mendengar semuanya.

"Tapi bisa saja Agra memaksanya," ucap Rafi.

Rani yang sedari tadi mendengarkan percakapan mereka pun menjadi tersulut emosi.

"Cukup! Dengar baik-baik. Anak saya dan juga Aliya nggak mungkin berbuat semacam itu. Dan Bapak mungkin bisa sembarangan menuduh mereka karena sekarang dia lagi nggak ada di sini," ucap Rani.

"Kalo begitu telpon anak Ibu dan tanya sama dia. Asal kalian tau, kami juga dari keluarga terhormat jadi kami nggak mungkin menuduh sembarangan apalagi di saat-saat seperti ini," ucap Desy.

"Saya nggak peduli sama kata-kata dan juga niat kalian membahas hal seperti ini di hari sepenting ini. Tapi, apa yang kalian lakukan hari ini membuktikan betapa buruknya kalian. Sebagai calon mertua dari Aliya, bukannya bertanya dan mencari tau lebih dulu kebenarannya, kalian malah membuat kesimpulan sendiri seperti ini."

"Semuanya udah jelas, Bu. Kalo Agra dan Aliya nggak punya hubungan apa-apa, nggak mungkin mereka sedekat itu!" ucap Rafi.

"Jaga ucapan Bapak! Jangan katakan apa-apa tentang Agra dan Aliya. Mungkin Agra bukan anak yang sholeh dan mengerti agama, tapi Aliya adalah gadis yang tahu larangan agama. Nggak mungkin mereka melakukan hal yang tidak terpuji seperti yang kalian tuduhkan itu," ucap Abrar.

"Ini benar-benar memalukan, Pak. Kami datang ke sini untuk menikahkan anak kami dan putri kalian. Tapi ujung-ujungnya kita malah membicarakan perbuatan dan juga tingkah Agra. Calon menantu kami dipermalukan dan apa penyebabnya? Karena anak pak Abrar datang ke sini dari Jakarta dan di sini dia berbuat nggak pantas sama calon menantu kami seakan-akan orang Bandung nggak punya adab dan juga sopan santun!" ucap Rafi yang memancing reaksi orang-orang yang berdatangan untuk menyaksikan keributan di antara mereka.

"Pak Rafi yang terhormat, tolong jaga lidah Bapak. Agra bukan cuma putra saya, tapi dia adalah kebanggaan saya."

"Saya minta maaf, Pak Abrar. Putra Bapak yang menjadi kebanggaan Bapak itu ternyata sudah mengecewakan Bapak karena dia adalah sumber dari semua masalah ini."

"Sejak awal justru Bapak yang menbahas ini di saat-saat kayak gini dan mempermalukan Aliya dengan kata-kata Bapak di hadapan semua orang yang datang hari ini. Bapak sadar nggak? Bahwa Bapak sudah memfitnah kesucian putri kami."

"Memfitnah? Anak Bapak yang suci itu berpelukan sama Aliya yang suci juga. Berpelukan di tempat umum, pula!"

"Pak Rafi! Kalau Bapak sampai berani menghina putri kami lagi, saya bersumpah Bapak akan menyesal seumur hidup Bapak. Anak saya nggak mungkin bohong sama saya."

"Pak Abrar, keluarga kami juga nggak mungkin menuduh tanpa alasan. Dzaki bilang nggak cuma satu kali dia melihat kedekatan mereka, tapi berkali-kali," ucap Desy.

"Kalau begitu, panggil Dzaki ke sini. Dia harus mempertanggung jawabkan ucapan dan tuduhannya terhadap calon istrinya sendiri."

"Cukup, Pak Abrar! Ayah dan ibu saya berani bicara seperti itu bukan karena mereka ingin memfitnah ataupun pernyataan mereka nggak berdasar. Dan mama sama papa jangan mau dihina terus. Cuma ada satu alasan untuk bisa membuat mereka percaya ... Yaitu bukti. Dan saya punya buktinya. Saya akan memperlihatkan bukti itu, supaya mereka tau bagaimana kelakuan anak mereka yang sangat mereka banggakan itu." Dzaki yang sedari tadi diam akhirnya membuka suaranya sedangkan Desy hanya tertunduk lemah.


"Kalo memang benar kamu punya bukti, coba tunjukkan buktinya sama kami semua," ucap Hamdan.

Dzaki kemudian menunjukkan beberapa foto salah paham yang waktu itu terjadi di restoran. Semua orang terkejut melihat foto tersebut. Terutama orang tua Aliya dan juga orang tua Agra.

Kiblat Cinta [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang