64. Hidup Tanpa Cinta

5.1K 257 35
                                    

Hari ini, orang tua Aliya akan pulang ke Jakarta. Mereka tidak bisa ikut tinggal dengan Aliya karena tidak ingin mengganggu kehidupan putri mereka bersama suami barunya. Arumi dan Hamdan ingin membiarkan putri mereka beradaptasi sendiri dengan status barunya.

Aliya tengah sibuk membantu orang tuanya untuk mengenasi barang-barang. Setelah selesai, Aliya dan Sandy mengantar mereka ke bandara.

"Kalian berdua baik-baik, ya. Jagain cucu Bunda yang cantik ini," ucap Arumi.

Aliya tersenyum. "Iya, Bunda. Ayah sama Bunda jaga diri baik-baik ya, jangan terlalu kecapekan. Jangan terlalu banyak kerja."

"Keira, jagain ayah sama bunda," ucap Aliya pada sang adik.

"Teteh tenang aja, itu udah jadi tanggung jawab aku," ucap Keira.

Kemudian mereka semua berpelukan.

Keira memeluk kakaknya itu dengan sangat erat lalu dia memeluk Serlie. Bergantian dengan Arumi yang juga memeluk dan mencium pucuk kepala Aliya, itu juga dia lakukan kepada Sandy dan Serlie.

Dan yang terakhir adalah Hamdan. Dia memeluk dan mencium putri sulungnya itu dengan penuh kasih sayang. Saat memeluk Sandy, Hamdan berbisik di telinga pria itu, "Tolong kamu bahagiakan anak saya, jangan pernah biarkan satu tetes air mata pun jatuh dari pipinya."

Sandy mengangguk mendengar itu.

Setelah keluarganya menghilang dari penglihatan mereka, mereka semua kembali ke rumah.

Sama seperti sebelumnya, Aliya sekarang tidak terlalu banyak bicara. Bahkan hampir tidak bicara sama sekali. Jika Sandy mengatakan sesuatu kepadanya, hanya dijawab dengan anggukan ataupun gelengan kepala oleh gadis itu.

Serlie pun merasakan ada yang berbeda dari Aliya. Dia merasa bahwa sang bunda itu menjadi lebih pendiam sekarang.

"Papa, bunda kenapa kok kalo Papa ngomong bunda cuma ngangguk atau geleng? Kalo bunda kayak gitu terus gimana Serlie bisa main sama bunda?" ucap Serlie dengan wajah cemberut.

"Serlie sayang, bunda itu lagi nggak enak badan. Kan kemaren acara pernikahan bunda sama Papa itu seharian, pasti sekarang bunda lagi kecapekan," ucap Sandy mencoba memberi pengertian pada sang putri.

"Oh gitu ya, Pa? Yaudah deh Serlie main sama bundanya besok-besok aja. Biar bunda istirahat dulu," ucap Serlie lalu pergi ke kamarnya.

Tak lama kemudian, Sandy mendengar bel rumahnya berbunyi. Saat dia membuka pintu, ternyata yang datang adalah teman-temannya. Dengan cepat laki-laki itu mempersilakan teman-temannya untuk masuk ke rumah dan menyuruh mereka untuk langsung pergi ke rooftop rumahnya sedangkan dia pergi ke kamar untuk memberitahu Aliya tentang kedatangan mereka.

Sandy masuk ke kamar dan melihat Aliya sedang duduk bersandar di kasur.

"Aliya, teman-teman aku dateng ke sini. Mereka tau tentang pernikahan kita dan karena mereka nggak bisa dateng kemaren jadi mereka dateng hari ini. Aku punya satu permintaan kecil. Kalo bisa, tolong temui mereka walaupun cuma dua menit," ucap Sandy.

Aliya mendengar itu. Lalu mengangguk kecil sebagai jawabannya.

Melihat reaksi Aliya, Sandy berkata, "Nggak apa-apa Aliya, jangan marah. Aku bakal ngasih tau mereka kalo kamu lagi nggak enak badan. Kamu istirahat aja."

Sandy keluar dari kamar itu lalu pergi menuju dapur untuk mengambil minuman cepat saji untuk teman-temannya.

"Sandy, istri lo mana? Kita udah nggak sabar pengen ketemu sama dia," ucap Alvin.

"Oh gue tau, dia nggak mau kalo kita ketemu sama istrinya," sahut Adit.

"Bukan gitu. Dia ngerasa nggak enak badan setelah kemaren kecapekan," ucap Sandy.

"Oke deh Sandy, nggak apa-apa. Mungkin kami bakal ketemu istri lo lain kali aja," ucap Alvin.

"Maaf ya, Bro. Dia kurang enak badan soalnya, kan nggak enak juga kalo gue maksain," ucap Sandy.

"Nggak apa-apa, bukan masalah besar," ucap Adit.

Tiba-tiba semua orang terdiam ketika Aliya datang menemui mereka sambil membawa minum untuk mereka. Terlebih lagi Sandy, laki-laki itu sangat tidak menyangka jika Aliya akan bersedia menemui teman-temannya.

Gadis itu memakai gamis berwarna abu-abu dengan jilbab yang senada. Di tangannnya terdapat senampan air minum dan cemilan.

Aliya mengucapkan salam kepada mereka semua dan ikut bergabung dengan mereka. Dia melakukan itu karena dia berusaha untuk menghormati suaminya, walaupun Aliya tidak mencintai Sandy.

***

"Sandy," panggil Aliya yang membuat laki-laki yang tengah fokus terhadap laptop yang ada di hadapannya itu terlonjak kaget.

Saat Sandy menoleh, Aliya sudah berdiri di sampingnya.

"Aku mau bicara sama kamu. Bisa ikut aku sebentar?" tanya Aliya.

"Oke," ucap Sandy.

Aliya kemudian berjalan menuju sofa dan duduk di atasnya. Sedangkan Sandy hanya mengikuti ke mana gadis itu membawanya.

Aliya tersenyum pada Sandy sebelum memulai bicaranya.

"Aku minta maaf atas kelakuan buruk aku hari ini. Aku nikah sama kamu secara sukarela. Mulai sekarang aku janji sama kamu buat jadi istri dan ibu yang baik. Mungkin kamu harus sedikit sabar. Membunuh Aliya yang dulu dan menjadi Aliya yang baru mungkin butuh waktu lama," ucap Aliya dengan canggung seperti dia berbicara pada orang yang belum pernah dia kenal sebelumnya.

Sandy terdiam memikirkan kata-kata yang tepat untuk menjawab ucapan Aliya.

"Ada satu hal lagi yang mau aku kasih tau sama kamu ... Bahwa aku nggak bisa mencintai kamu. Aku rasa aku nggak punya cinta lagi yang bisa aku kasih sama seseorang. Dalam hubungan ini, meskipun tanpa cinta tapi akan tetap tercipta rasa hormat. Semakin sedikit yang kamu harapkan dari aku, semakin sedikit juga penderitaan kamu. Aku harap kamu lebih berhati besar dibanding aku ... Dan seiring waktu, kamu akan nemuin cara buat maafin aku. Aku nggak tau apa kamu bisa hidup tanpa cinta. Tapi kalo kamu nggak bisa, aku nggak mau jadi beban buat kamu," ucap Aliya lagi.

Sandy tersenyum miris. "Aliya, cara kamu menjaga harga diri aku di depan teman-temanku hari ini, dan kasih sayang kamu terhadap Serlie adalah cinta bagi aku. Cinta kayak gitu udah cukup buat aku."

"Nggak ada satu pun yang lebih menyakitkan di dunia ini selain cinta, kan?" ucap Aliya.

Sandy mengangguk.

Aliya tersenyum. "Kalo gitu aku tidur dulu."

***

Sandy bangun saat jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Laki-laki itu terkejut saat melihat tidak ada orang di sampingnya, itu artinya Aliya sudah bangun sebelum dirinya.

Usai melaksanakan sholat subuh dan bersiap-siap, Sandy segera pergi ke ruang makan. Dia kembali dibuat terkejut saat melihat sarapan pagi sudah terletak di atas meja makan dan putrinya yang cantik itu sudah duduk di kursi untuk bersiap menyantap makanan.

"Pagi Papa," ucap Serlie dengan senyum mengembang dari bibirnya.

"Pagi juga anak Papa yang cantik," ucap Sandy.

"Pagi," ucap Aliya.

"Pagi," ucap Sandy pada wanita itu. Dilihatnya, sang istri sudah berpakaian rapi dan pastinya cantik, padahal ini baru jam setengah tujuh pagi.

Aliya kemudian menuju tempat duduknya dan menyiapkan makanan Serlie. Sandy tidak bisa berkedip melihatnya, baru ini pertama kalinya dia bisa melihat wajah Aliya dengan intens. Ditambah lagi, dia senang karena Aliya sudah tidak bersikap dingin terhadapnya.

Mereka bertiga menyantap sarapan pagi dengan tenang. Setelah selesai makan, Sandy pamit untuk pergi bekerja sekaligus mengantar Serlie ke sekolah barunya. Sedangkan Aliya, melakukan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga lalu kembali membuka rumah makannya untuk penghasilan tambahan mereka.

***

Bersambung...

Kiblat Cinta [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang