66. Pernikahan Massal

6.6K 289 21
                                    

Agra datang ke pernikahan massal itu. Banyak orang yang mengantri untuk menikah di sana. Raut wajah bahagia terlihat dari masing-masing mempelai. Tanpa sadar, Agra tersenyum melihat penuh haru melihatnya.

Setiap kali mengadakan acara pernikahan massal, aku berharap kalo aku bakal bisa ketemu lagi sama kamu, batin Agra yang tiba-tiba teringat dengan Aliya.

Di sisi lain, Vera sedang berhias. Tak lama kemudian, Aliya datang ke sana. Dia melihat betapa cantiknya pegawainya itu, Vera juga terlihat sangat bahagia, berbeda dengan dirinya yang tidak berbahagia dengan pernikahannya.

"Kamu keliatan cantik banget," puji Aliya pada Vera.

Setelah selesai dirias dan berpakaian, Vera meminta Aliya untuk berfoto bersama dengannya. Kemudian mereka berfoto bersama.

Mereka berdua terlihat cantik, sama-sama cantik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka berdua terlihat cantik, sama-sama cantik. Setelah beberapa kali di foto, Vera membagikan foto tersebut ke sosial media.

"Kamu mau upload foto ini, ya?" tanya Aliya.

"Tentu aja. Ibu ini aneh banget, deh. Di akun medsos rumah makan kita banyak banget foto saya, tapi foto Ibu nggak ada satu pun. Ibu tau nggak? Orang-orang bilang rumah makan kita nggak ada foto pemiliknya. Itu bener banget, kan? Kenapa kayak gitu? Saya mau tau," ucap Vera yang kepi tingkat maksimal.

Aliya terdiam sebentar. Namun, dia tidak berniat untuk menjawab perkataan Vera.

"Nggak usah dipikirin. Sekarang, yang penting semuanya baik-baik aja," ucap Aliya.

"Oke deh, Bu. Setelah menikah, saya akan jauh dari ibu sama bapak saya. Tapi entah kenapa saya merasa bahagia sekali," ucap Vera.

"Restu saya ada bersama kamu, Vera. Semoga kamu selalu bahagia dan sejahtera."

Aliya membantu Vera untuk membetulkan pakaiannya. Dia berdoa untuk Vera seraya memegang kepala gadis itu. Setelah selesai, Aliya tersenyum padanya. Dan pada saat itu, Vera tahu bahwa Aliya yang dia lihat selama ini bukan Aliya yang sebenarnya. Aliya yang sebenarnya adalah wanita yang anggun dan santun, bukan wanita galak yang selama ini dia lihat. Dia sekarang paham, mungkin ada sesuatu yang membuat Aliya menjadi seperti itu.

***

Agra tersenyum menyaksikan pernikahan massal yang hendak dilangsungkan di depannya. Setelah cukup lama mengedarkan pandangannya, Agra melihat seorang pengantin pria yang gugup dengan tangan gemetar. Dengan cepat, Agra duduk di samping mempelai pria itu dan menenangkannya.

"Kamu khawatir karena akan menikah? Apa kamu ngerasa takut karena setelah menikah nanti kamu bakal tinggal saka istri kamu?" tanya Agra.

"Saya harus gimana, Pak? Semua teman-teman saya menakut-nakuti saya bahwa setelah menikah istri kita akan berubah dan lebih membela ibu, bapak, dan kerabatnya," ucap sang mempelai pria.

Agra terkekeh mendengar itu. "Kalo boleh, saya mau mengingatkan kamu ... Tentang sesuatu."

"Silakan, Pak."

"Saya mau ngasih tau kamu kalo hubungan antara sepasang suami istri itu sangat kuat. Kalo mereka bisa saling ngerti apa yang dikatakan dan apa yang nggak dikatakan, saya yakin kalo ikatan mereka nggak bakal pernah rusak. Yang diinginkan seorang istri dari suaminya adalah cinta, kepercayaan, dan keyakinannya. Kalo kamu bisa ngasih tiga hal itu, maka istri kamu pasti bakal menjaga keutuhan rumah tangga kamu. Tapi, terkadang nasib buruk bisa datang. Jadi kamu harus ingat satu hal. Istri kamu ... Meninggalkan rumahnya dan segalanya buat ikut sama kamu dan berpikir kalo kamu bakalan ngasih dia sejuta cinta. Jadi kalo pada suatu ketika terjadi sesuatu, jangan pernah kamu ninggalin istri kamu. Kamu harus selalu mencintai dia. Waktu kamu ngucapin ijab qabul nanti, kamu harus selalu ingat bahwa Allah menyaksikan kalian hari ini. Jadi kamu harus memegang semua janji kamu," ucap Agra dengan napas yang tercekat di tenggorokan karena ingin menangis. Dia mengingat kenangan pahitnya bersama Aliya.

"Pak, setelah saya mendengar nasihat Bapak hati saya jadi lega," ucap sang mempelai pria.

"Saya ini udah berpengalaman."

"Makasih, Pak."

Agra tersenyum mendengar hal itu.

Di sisi lain, Aliya pun memberikan wejangan tentang rumah tangga pada Vera, berdasarkan pengalamannya selama ini dalam membina rumah tangga baik dengan Agra, maupun dengan Sandy.

Dia tidak bersikap ingin menjadi yang paling tahu ataupun menggurui, Aliya hanya merasa bahwa dia harus membagikan pengalamannya, agar tidak ada lagi orang-orang yang salah langkah.

"Bu, tiba-tiba saya merasa khawatir dan takut. Kenapa gini, ya?" tanya Vera.

"Semua orang juga pernah merasa takut. Berdoa dan sebutlah nama Allah, dan semuanya bakal baik-baik aja. Kamu tau, Vera? Bahwa pernikahan adalah hari yang paling bahagia dalam hidup seseorang. Dan hubungan antara suami dan istri, adalah hubungan yang paling indah yang pernah ada di dunia ini. Ya ... Memang ada beberapa orang yang nggak beruntung, tapi kamu pasti nggak bakal kayak gitu. Karena kamu harus yakin sama takdir kamu yang dikasih sama Allah. Kamu harus ngerasa bahagia," ucap Aliya seraya merangkul Vera.

Agra dan Aliya sama-sama teringat ketika mereka menikah. Mereka berdua pun sama-sama terharu saat mengingat pahit manis kehidupan yang pernah mereka jalani dalam rumah tangga yang kini hanya tinggal kenangan.

Setelah ijab qabul selesai, semua orang memberi selamat pada pasangan-pasangan yang baru saja menikah.

Aliya dan Agra juga memberi selamat pada mereka.

Setelah acara pernikahan selesai, ternyata Sandy juga pergi ke acara itu untuk menemui Aliya. Dan saat ini, mereka berdua sudah berdiri berhadapan.

"Kamu udah makan?" tanya Sandy yang disambut gelengan kepala oleh Aliya.

"Kamu sibuk sama pernikahan orang lain tapi kamu nggak mengurus diri kamu sendiri. Kalo orang lain yang kayak gitu, kamu pasti marah. Ayo, istirahat sebentar dan makan sesuatu," ucap Sandy lagi.

"Eee nggak usah. Aku makan nanti aja," ucap Aliya.

"Udahlah, tolong kasih tau aku kamu mau makan apa. Biar aku yang siapin, ya?"

"Kamu ini ngomong seakan-akan kayak kamu lagi ngomong sama Serlie aja."

"Kadang-kadang, kamu bahkan lebih kekanak-kanakan dibanding Serlie. Kamu sama sekali nggak mau dengar ucapan orang lain," ucap Sandy seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Aliya tersenyum. "Tapi aku selalu mendengarkan kamu, Sandy. Dari dulu aku selalu mendengarkan semua kata-kata kamu."

Sandy terdiam. Dia bisa melihat bahwa mata Aliya mulai berkaca-kaca. Laki-laki itu cukup bingung, karena semenjak menikah dengan dirinya Aliya jarang sekali tertawa. Sebaliknya, Sandy lebih sering melihat wajah sendu dan mata berkaca-kaca dari Aliya. Bahkan, mereka berdua pun tidak memiliki banyak waktu untuk sekedar berbincang-bincang.

Entah apa yang masih mengganjal di hati Aliya, tetapi Sandy merasakan bahwa masih ada batas dan jarak antara dirinya dengan wanita itu, meskipun sekarang mereka berdua adalah sepasang suami istri yang sah secara hukum dan agama.

Sesaat kemudian, Sandy tersadar bahwa pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang ideal. Sejak awal, pernikahan mereka sama sekali tak pernah diinginkan oleh Aliya.

***

Bersambung...

Kiblat Cinta [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang