40

230 19 6
                                    

Salahkah jika aku masih mengingatmu dalam setiap rintik hujan yang saat ini sedang menerpa tubuhku

***

Wajahnya merasakan diterpa cahaya, ia mendongak, cahaya dari mobil yang tepat berjalan di depan nya.

Mungkin baginya mengakhiri hidupnya lebih baik daripada melihat satu-satunya harapan yang membuat dia masih ingin bernafas kedua setelah mamanya bersanding dengan orang lain, dan itu saudaranya sendiri.

"Kenapa Tuhan gak adil!" ucapnya lantang.

Rasanya malam ini ia marah kepada Tuhan, untuk apa ia hidup jika hanya diberi kekecewaan, mana pelangi yang Tuhan janjikan disaat badai datang.

Ia memejamkan mata ketika mobil itu semakin dekat dengannya. Ia tak sedikit ingin menghindar.

"Maafin Athala Ma," lirihnya, sangat lirih.

Mata yang terpejam terbuka saat menyadari dirinya tak merasakan apapun. Sebuah mobil sport berwarna putih berhenti di depannya.

Tangisan nya makin pecah, isakannya sangat jelas terdengar lantang.

"Kenapa gak mati!" ucapnya lantang.

"Kenapa Tuhan enggan ngambil nyawa aku, apa Tuhan rela melihat aku tersiksa, apa hidup gunannya hanya untuk merasakan sakit!"

"AHHHHHHHHHHHH!" teriaknya lantang sambil menangis.

Ia tak memperdulikan siapapun yang berada di mobil itu, ia hanya ingin menangis.

"AKU SALAH APA SAMA TUHAN, SALAH APA YANG AKU PERBUAT HA! JIKA HIDUP TAK BERGUNA, AMBIL NYAWA AKU AMBIL!" teriaknya tak kalah lantang

Wajahnya sebagian tertutup rambutnya karena ia menunduk.

Greb. Ia merasakan seseorang memeluknya, ia balas memeluknya.

Entah siapapun orang itu, Athala merasakan nyaman, ia merasakan yang memeluknya juga terisak.

Wajahnya ditangkup oleh orang itu, matanya masih setia terpejam.

Deg.

Deg.

Athala memeluk orang itu kembali setelah membuka mata, tanpa dirasa suara isakannya malah semakin lantang.

"Mana Athala yang gue kenal?" tanya seseorang itu saat melerai pelukan.

"Mana Athala yang kuat?"

"Kenapa lo nangis!"

"Kenapa lo jadi orang yang lemah, kenapa lo pasrah! Kenapa lo salahin Tuhan, lo salah besar Athala!"

Mendengarnya, isakan Athala semakin menjadi bercampur dengan suara hujan lebat dan gemuruh yang bersautan.

"Please, hapus airmata itu." Kyla kembali memeluk Athala.

Memberi kekuatan kepada Athala, sahabatnya sejak kecil. Kyla masih setia memeluk Athala dihujan yang lebat ini ditengah jalan.

Tentang Athala [PROSES REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang