69

195 18 26
                                    

Pada kenyataanya, luka yang paling menyakitkan bukan terlihat dari seberapa banyak air mata yang dikeluarkan, tapi siapa pelakunya.

****

"Kenapa lo ambil semua surat-surat di kamar gue?"

Eve membisu.

"Jadi yang neror gue, ngancam untuk bunuh gue, itu lo?"

Doni menghentikan langkah, terpaku diambang pintu kamar Athala.

"Kalau dengan bunuh gue bikin elo  bahagia, lakuin," lanjut Athala.

Doni masih mendengarkan, sampai suatu ucapan membuatnya terkejut.

"Kenapa kalian dengan tega bohongin semua orang atas Bi Inah? Lo bohong! Bi Inah gak gila."

"Apa?!" Mereka menoleh, mendapati Doni yang kini menatap Eve tajam.

Tak hanya Doni, dan Eve juga terkejut karena Athala mengetahui hal ini.

"Eve bisa jelasin, Pa," ujar Eve dengan gugup.

"Saya gak ngerti lagi, kenapa saya bisa bodoh mempercayai Mama kamu itu Eve!" seru Doni.

Malam ini, Athala menginap dirumah Doni karena katanya itu Doni sedang sakit, ini juga atas permintaan Shera sendiri. Dan dengan tidak tahu malu Eve mengembalikan semua surat itu serta foto yang telah gadis itu ambil, tempo lalu.

"Kamu neror Athala apa?" tanya Doni membuat Eve gelagapan, Doni telah mendengar tadi, tapi ia ingin tahu dari mulut Eve sendiri.

"Ng-nggak Pa, itu cuma—"

"Kamu mau bunuh Athala? Dua kali loh, gak bikin kamu sadar, tahu gini Papa gak akan biarin Athala bebasin kamu dulu." Eve mengepalkan tangan nya, ia benci. Doni tidak akan pernah mengerti apa yang ia rasakan.

"Papa gak pernah ngerti—"

"Iya Papa nggak ngerti Eve!" sela Doni cepat.

"Terus, apa lagi kejahatan yang kamu lakuin sama Athala?" tanya Doni saat Eve terisak.

Eve menatap Doni nanar, seburuk itu kah dirinya, sampai Doni menyebut kejahatan. Eve mengepalkan tangan.

"Papa tahu gak? Kenapa di malam itu anak kesayangan Papa ini jatuh dari tangga?" terang Eve dengan sisa air mata di pipinya.

"Karena Athala ngonsumsi obat yang tak seharusnya dikonsumsi olehnya," sahut Doni.

"Itu memang rencana Eve, Eve sendiri yang telah mencampur air minum itu dengan obat agar anak kesayangan ini mati, Papa puas?!"

PLAK!

Athala menutup mulutnya dengan kedua tangannya dengan terisak.

Ia kaget atas pengakuan Eve, dan juga kaget atas tamparan kencang pada pipi Eve yang dilakukan oleh Doni.

"Karena Eve hanya ingin anak emas Papa itu mati! Karena selalu dia yang bikin Eve menderita!" ujarnya lantang dengan berani dihadapan Doni.

"Hidup itu hanya kamu dan ulahmu! Papa kecewa sama kamu!" ujar Doni menohok hati Eve.

Doni meraih bahu Athala pelan, dan mengajaknya melangkah pergi dari hadapan Eve yang masih mengepal kan tangannya.

Sebelum Doni benar-benar hilang di balik pintu, ia berbalik menatap Eve.

"Pernikahan mu sudah dekat, jangan main-main. Tak ada di dunia ini orang tua yang menjerumuskan anaknya ke hal buruk, ini yang terbaik."

"Renungkan tingkahmu yang telah menyakiti orang lain," lanjut Doni.

Tentang Athala [PROSES REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang