19

298 33 5
                                    

Pernah teramat sangat. Sebelum teramat bangsat. Luap sekat, menghimpit rindu yang sekarat.

***

Kakinya menuruni sebuah taxi. Ia menatap sebuah bangunan gedung menjulang tinggi bertuliskan 'Nugraha Corp Company' .

Athala berjalan cepat tanpa menghiraukan siapapun yang menyapa dirinya. Ia memasuki lift menuju lantai paling atas.

Brak

Athala membuka pintu tanpa izin siapapun dan tanpa ada yang berani melarangnya. Ini jelas bukan Athala sekali. Amarah telah menguasainya dirinya, ia hanya manusia biasa yang juga memiliki batas sabar.

"Dimana papa saya." ucapnya menatap tajam Shinta.

"Pak Doni tidak ada, Mbak." sahut Shinta.

"Pertaannya dimana papa saya." tekan Athala.

Beberapa karyawan yang berada di ruangan Doni menghentikan pekerjaanya melihat seorang gadis cantik anak dari presiden direkturnya.

"Sa-saya tidak tahu." sahut Shinta sambil menunduk.

"Mbak Shinta sekretarisnya seharusnya tahu!"

"Jangan pernah sembunyikan apapun kepada saya." tekan Athala kemudian berlalu pergi.

Athala kembali keluar dari tempat ini, tempat yang baru pertama kali dikunjunginya. Sama sekali tak melihat beberapa bawahan Doni yang menyapanya atau sekedar tersenyum kepadanya.

Athala memasuki taxi kembali. "Jalan, Pak." ucapnya.

Athala menuruni taxi dan melihat taxi yang ditumpanginya berlalu.

Ia menatap sebuah rumah yang pernah dikunjunginya. Terlihat rumah ini sangat sepi.

"Permisi!" ucapnya lantang sambil menggedor pintu.

"PERMISI!" ucapnya tambah lantang.

"PERMISI! SAYA TAHU ANDA DIDALAM!" gedoran pintu sangat keras, Athala tak peduli jika pintunya akan rusak.

Ia bersidekap saat pintu terbuka. Athala tersenyum kecut menatap seseorang yang baru saja keluar.

"Kamu ini gak pernah diajarin sopan santun sama mama kamu!"

"Dimana papa saya sekarang!" ucap Athala lantang.

"Kenapa tanya saya?" ucap Citra sambil terkekeh.

Dengan tak sabaran Athala memasuki rumah Citra yang langsung ditahan oleh Citra. "Kamu gak tahu sopan santun sama sekali ya!" seru Citra.

"Dimana papa saya!" seru Athala sangat lantang membuat otot-otot dilehernya keluar.

Ini bukan sikap Athala sekali.

"Kan saya sudah pernah bilang bahwa Papa kamu itu punya anak yang harus dihidupi yang selain kamu!"

"Saya gak butuh omong kosong!" seru balik Athala.

Dengan sekali hentak Athala melewati Citra dan memasuki rumahnya.

"Papa!" teriaknya memanggil Doni.

Citra menarik tangan Athala untuk keluar. "Saya bilang Papa kamu gak ada disini!"

"Papa!" Athala masih setia memanggil Papanya.

"Dengerin saya! Kamu gak berhak ngelarang Papa kamu berada dimanapun ia berada." ujar Shera mencengkeram bahu Athala.

"Hak saya dong! Itu Papa saya dan suami s a h Mama saya." sahut Athala penuh penekanan.

Tentang Athala [PROSES REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang