16

293 28 3
                                    

Sebab hatiku bukan kayu, tapi langit yang maha luas, tapi kau harus tau setinggi-tinggi langit ia pun tetap menangis

***

Hidup memang kejam. Ia hanya menunggu sesuatu yang mustahil yaitu pelangi di badai yang terjadi. Orang bilang gugur satu tumbuh seribu, ia tak butuh! Kesendirian sudah menjadi bagian hidupnya.

Sebanyak apapun akan ia lakukan selama ia sanggup. Selalu ada hujan yang menemani dirinya jika rapuh. Untuk apa ia bersedih! Masih banyak yang peduli dengan dirinya. Bahkan sangat banyak.

"Athala kamu masa lupa ini kan hari ulang tahun, Papa." tutur Shera.

Athala tersenyum kaku, ia tahu bahkan sangat hafal. "Mama sudah belikan kue, nanti kita bikin surpise buat Papa." lanjut Shera.

Athala terdiam. Ia tak tahu harus melakukan apa nantinya.

"Nanti Papa pulang pukul 6 sih katanya."

Athala menatap Bi Inah yang sedang menatapnya. Ia melupakan ini, ada Bi Inah yang setia bersamanya.

"Kasihan Non Athala." ucap dalam hati Bi Inah.

Tepat pukul 6 Doni menginjakkan kaki dirumahnya. Shera langsung bernyanyi dan menyodorkan kue dilengkap lilin.

Baru kali ini Athala merasakan ini. Ia melihat Doni memeluk mamanya kemudian menyuapi sepotong kue ulang tahun. Athala tersenyum miris semakin sakit hati ia melihatnya.

"Sekarang Athala juga disuapi." Athala menatap Doni yang sedang menatapnya.

Cengkraman kuat di bahunya terasa. Ia tersenyum kemudian menerima suapan dari Doni seketika air matanya menetes. Ternyata seperti ini rasanya disuapi oleh seorang Papa dengan pandangan tajam serta raut wajah kebencian terlihat jelas.

"Bi tolong fotoin kita ya." ucap Shera menyorkan sebuah kamera yang sudah disiapkan.

Hati Athala semakin sakit. Ia sama sekali tak pernah foto dengan Doni seumur hidupnya. Ini adalah impiannya mempunyai sebuah foto keluarga utuh.

Ia melihat hasil tersebut. Athala tersenyum kecut. Terlihat Papanya sangat tidak menyukai keberadaanya.

Isakan itu lolos setelah ia sudah berada di kamarnya. Air mata yang daritadi sudah ditahannya. Ia menatap beberapa pigura yang tertata cantik didinding kamarnya.

Athala mengambil beberapa figura yang menempel di dinding kamarnya, fotonya bersama sahabat-sahabatnya. Ia tak mengambil fotonya dengan Kyla tetap ia pajang seperti itu.

Ia mengambil sebuah kotak usang yang beberapa hari lalu diambilnya. Ia memegang beberapa bingkai foto. Ia memejamkan mata dengan cepat ia membuka kotak itu dan menaruh foto-foto itu di dalam sana dan menutupnya kembali.

Ia membuka matanya kembali, matanya enggan melihat sebuah kenangan yang sebelumnya sudah berada di kotak usang itu. Berdiri dan menyimpan kotak itu kembali.

Athala menoleh saat pintu kamar nya dibuka oleh Shera.

"Kenapa?" tanya Athala.

"Kamu pokoknya siap-siap. 15 menit lagi kita akan pergi jalan-jalan diajak oleh, Papa."

"Why?" lirih Athala.

"15 menit lagi!" pekik Shera ngacir pergi.

Athala menghela nafas pelan, untuk apa Doni mengajak pergi. Rencana apa yang akan dilakukan? Athala menggelengkan kepalanya, ia harus berfikir positif ini bentuk berubahnya Doni.

Athala menatap Doni yang sedang menatapnya, gadis ini mengalihkan pandangannya.

"Senang? Diajak jalan-jalan oleh seorang, Papa?"

Tentang Athala [PROSES REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang