21

310 30 5
                                    

Kasih sayang bukan bangun datar dan ruang, yang bisa diukur dengan rentetan rumus dan logika

***

Seorang gadis duduk menekuk lututnya ditengah kegelapan. Ia sangat takut akan kegelapan.

Tak ada tangisan, rasanya kering air matanya. Bibirnya terkatup rapat, netra nya menatap sebuah kegelapan tapi dengan pandangan kosong.

Mengalun lirih lagu Amin Paling Serius ditengah keheningan.

Ditengah kegelapan ada cahaya dari balkon yang terbuka, terpaan angin dari luar yang membuat korden dan rambut seseorang bergerak lemas.

Seorang gadis yang duduk dengan menekuk lutut dan kedua tangan ditumpukkan pada atas lutut nya.

Dengan alunan musik lirih serta kegelapan, miris.

Bahkan ketukan pintu serta terbuka nya pintu kamar tak membuat Athala sadar dengan lamunan nya.

"Non, makan dulu."

Bi Inah meneteskan melihat keadaan Athala yang sangat memprihatinkan, ia mengusap air matanya karena ia tahu gadis yang masih melamun ini tak suka dikasihani.

"Non."

Athala tersadar saat ada seseorang memeluknya yang tak lain adalah Bi Inah. Athala tersenyum menatap wajah Bi Inah yang sedikit tersorot cahaya bulan di malam hari.

"Athala sudah kenyang." sahut Athala saat Bi Inah menyodorkan sebuah piring berisi nasi serta lauk.

"Ini ujian hidup,Non. Hanya perlu disyukuri."

Athala mentap Bi Inah kemudian memeluknya. Tak pernah ada yang lain, selalu Bi Inah yang setia bersamanya ketika ia sudah tidak memiliki siapapun untuk bersandar menerima keluh kesahnya.

"Jadi ... ini ternyata arti dari nama dengan tanggal bulan tahun yang sama dengan Eve." ucap Athala parau.

Pernah bertanya-tanya kenapa tanggal bulan tahun yang Eve miliki sama dengan dirinya dengan juga nama belakang Eve yang sama dengannya. Athala tak pernah tahu orangtua Eve dan ia tak pernah tahu bahwa Eve mempunyai rumah sendiri.

Takdir selalu penuh rahasia. Athala tak pernah membayangkan semua ini terjadi di kehidupannya.

"Lebih baik, Non kasih kesempatan kedua buat Tuan."

***

"Maaf gue udah rebut semua kehidupan lo selama ini." ucap Eve menatap Athala yang tak menatapnya sama sekali.

"Termasuk dia." ucap Athala dalam hati sambil meneteskan air mata.

"Maafin gue, Thal. Lo benci sama gue?" ujar Eve kembali saat melihat air mata Athala menetes.

Athala memegang bahu Eve dan menatap Eve. Eve  menunduk, ia takut bila Athala marah.

"Gue udah maafin lo, gue gak benci sama lo." ucap Athala dengan mengulas senyum.

"Kenapa lo mau maafin gue? Kenapa lo masih peduli sama gue?" tanya Eve.

Ini adalah garis takdirnya,  ia tak akan menolak ataupun menghindar. Athala harus sekuat Shera yang telah lama menerima sakit yang teramat miris. Athala selalu mencoba tidak pernah membenci siapapun yang membencinya dan tidak pernah membalas dendam kepada siapapun yang membuat sakit hatinya.

Orang bilang sebagian milik kita adalah milik orang lain juga.

Eve memeluk Athala sambil menangis yang langsung dibalas oleh Athala juga dengan tangisan.

Tentang Athala [PROSES REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang