31. Membela

50 6 0
                                    

Hari yang mulai menjelang sore pun tiba,Zefa berjalan gontai keluar sekolahnya.Matanya memerah, karena mengantuk,kulitnya juga pucat karena lelah.Ia ingin sekali rasanya cepat-cepat sampai ke rumah,lalu tidur terlelap di kasur empuknya.Tapi ia harus menahan rasa ngantuk itu demi menuju ke rumahnya.

"Zefa!" Zefa tak menggubris panggilan namanya itu,paling itu hanyalah Daniel yang sedang iseng.Tapi sorry,mood Zefa tidak sedang baik sekarang.

"Zefa! Budek apa gimana sih?!" Zefa tersentak,kakinya gagal melangkah ketika mendapati seseorang bertubuh jangkung dengan rambut hitam pekatnya.Bukan Daniel,melainkan ini Felix.Zefa mengeryit heran.Buat apa Felix memanggilnya?

"Kenapa?" tanya Zefa,tapi tak ada sahutan juga dari Felix.Cowok itu masih diam di sebelahnya.

"Kenapa sih??"Zefa mengulang pertanyaannya,kali ini dengan nada gemas.Gemas,karena sampai saat ini Felix tak kunjung menjawabnya dan malah menatapnya dengan ekspresi yang sulit dimengerti.

Felix menggandeng lengan Zefa,lalu menariknya agar ikut berjalan disampingnya.Zefa tersentak kaget,dan sontak memberontak.

"Felix! Apa-apaan sih lo?"Felix kembali mengandeng Zefa,dan berkali-kali Zefa memberontak,tapi mungkin karena pegangan tangan Felix yang terlalu kuat,alhasil Zefa hanya pasrah.

"Enak gak di gandeng?"pipi Zefa memerah panas akibat mendengar pertanyaan bodoh yang Felix lontarkan.Alih-alih bukannya menjawab,Zefa justru berdehem agar tidak salting yang berkepanjangan.

"Felix...lo tuh kenapa sih?? Gak ada angin gak ada hujan,tau-tau memperlakukan gue kayak gini.Apa lo kesambet?" Felix acuh,pura-pura tak mendengar ucapan Zefa.Sampai tanpa sadar mereka berdua pun sampai di loby sekolah,yang berarti beberapa langkah lagi mereka akan menuju gerbang sekolah.Langkah Felix berhenti yang diikuti juga oleh Zefa.Felix merubah posisinya menjadi berhadapan dengan Zefa.Dengan ragu-ragu,Felix mengacak rambut cewek di hadapannya itu dengan gemas.

"Lo harus inget Zef.Gue bakal perjuangin lo,sebagaimana lo perjuangin gue kayak dulu." ujar Felix,lalu pergi berlalu begitu saja.Zefa terdiam,mulutnya bungkam.Apa maksud perkataan cowok itu? Memangnya...dahulu Zefa pernah bertemu dengan Felix? Bahkan sampai memperjuangkannya? Kalau iya,kenapa Zefa tiakk mengingatnya?

Hmm...dulu ya?

Mata Zefa membulat sempurna.Waktu masa SMP nya,Zefa memang pernah suka dengan seorang cowok tampan nan populer,sampai Zefa mengejar-ngejarnya.Ya,Zefa tahu perbuatannya dulu saat di SMP terlalu berlebihan.Tapi kan cowok itu kalau tidak salah,bernama Lino.Apa mungkin Lono itu Felix??

Lino-Felix? Sedikit mustahil sih,tapi kalau melihat tingkah dingin Felix,memang benar,mereka berdua hampir mirip.Entahlah,pokoknya ia harus segera mencari tahu.

"Heh Zefa!!"terlihat ketiga cewek dengan penampilan heboh itu menghampirinya.Dan dari satu diantaranya mendorong bahu sebelah kiri Zefa hingga Zefa hampir kehilangan keseimbangan.Ya,pelakunya tak beda dari yang melabraknya tadi,yang tak lain adalah temannya sendiri,Elana,Cindy,dan Rahel.Atau mungkin orang seperti mereka tidak cocok dipanggil teman.

"Lo apa-apaan sih Cin? Gak usah sok gaya!! Emangnya gue juga gak bisa kayak lo!?" balas Zefa seraya mendorong bahu Cindy,membalas perbuatan cewek itu.Dan itu semakin membuat ketiga cewek itu terlonjak kaget.Sampai kapan pun,mereka tidak tahu sifat asli Zefa.Mereka tidak tahu,mereka sedang melawan siapa.
Zefa sangat sensitif dengan orang lain yang mendorongnya,maka tak heran kalau Zefa membalas orang tersebut,atau bahkan terkadang lebih kejam dari si pelaku.Inilah sifat Zefa sesungguhnya,cewek itu terkadang mudah terpancing emosi.

"HEH! BERANI LO YA SAMA KITA??!!"Elana meninggikan suaranya.SMA Angakasa mulai sepi,dan itu semakin mudah agar mereka bertiga melancarkan aksinya.

"Iya,gue fikir-fikir lagi,ngapain juga takut sama orang kayak lo-lo pada? Inget,kita sama-sama makan nasi,jadi gak ada hak buat gue takut sama kalian!!"ujar Zefa dengan santai tak sama sekali tertera ekspresi takut di wajahnya.Elana menggeram,tangannya sudah bergerak ingin menampar Zefa.Tapi tak lama ada seseorang yang menahan tangannya.Cowok itu Agam.Bukan hanya Elana,Cindy,dan Rahel saja yang tersentak kaget,tapi Zefa juga ijut dibuat kaget,karena kemunculan Agam yang tiba-tiba saja menahan tangan Elana.

"Lain kali jangan main kasar.Lo udah SMA,udah gede.Malu sama umur.Gak usah kayak bocah."nyinyir Agam tanpa ekspresi.Elana sontak menurunkan tangannya,dan mereka bertiga pun pergi meninggalkan Zefa dan Agam di loby sekolah yang sudah mulai sepi.

"Lo udah sering digituin sama mereka?" Zefa terdiam,tak tahu harus menjawab apa.Haruskah ia menjawab pertanyaan Agam? Toh Agam hanya orang asing.Dan cowok itu pasti hanya sebatas penasaran saja,bukan peduli.

"Itu hak lo mau jawab apa enggak.Yang jelas gue cuman mau kasih tau,lapor ke guru atau ke ortu lo kalo mereka masih ngebully lo kayak hari ini,"Adam hendak pergi namun langkahnya terhenti lagi,dan menengok ke arah Zefa yang masig terdiam di loby sekolah.

"Dan inget,lo juga jangan main fisik kayak mereka.Gue tau kok,lo gak sekanak-kanakan kayak mereka."lanjut Agam,tak lama Zefa sudah tidak melihat wujud lelaki tampan itu.

Lapor ortu ya? Percuma,mereka pasti juga gak bakal peduli.

Zefa menghela nafas,lalu pergi meninggalkan SMA Angkasa.Ia belum sempat berterimakasih kepada Agam.Mungkin ia akan mengatakannya lewat pesan Whatsapp nanti.

My Boyfriend Is... || COMPLETE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang