07. Rabu Kotak-Kotak

153 32 13
                                    

Rahayu mendecak pelan sampai Yeji menoleh karena heran, sepertinya akhir-akhir ini dia sering terlihat sensi. Yeji ikuti arah pandang temannya ke ambang pintu dan menemukan tiga orang tak asing bersama Jaemin yang baru saja menghampiri mereka. Renjun menatap lurus ke arah Rahayu, itulah yang membuatnya mendecak selagi membereskan buku.

Kini ia mengerti.

"Mau ke kantin, enggak? Atau gue yang beli?" Yeji bangkit sambil membawa uangnya dari dompet, Rahayu mengangguk tanpa menjawab dan keluar dari bangkunya sendiri.

Berusaha bersikap seolah tak memiliki urusan, mereka melewati keempatnya dengan tak acuh.

"Rahayu," panggil Jaemin membuat Yeji menoleh ke belakang, "Rahayu ya bukan Yeji."

"Pembantunya sigap banget!" celetuk Haechan menyindir, sedikit menyingkir karena percaya pada mitos kalau diam di ambang pintu bisa susah dapat jodoh.

Oke, tak penting.

Rahayu berbalik dan mendapati keempatnya mendekat, ia mengabaikan tatapan siswa lain yang mungkin aneh karena baru pertama kali melihat ketiga ranking besar berkumpul di satu tempat. Ditambah Jeno dan Haechan yang tak kalah terkenalnya di sekolah.

Ngapain mereka? Membuat kesatuan untuk mempertahankan ketenaran atau gimana? Begitulah kira-kira pikiran orang-orang di sekitar.

"Gue mau ngomong," ucap Renjun di hadapan Rahayu dengan serius.

Perpaduan antara tak acuh dan malas Rahayu tunjukkan lewat ekspresinya. Ia sudah menduga kalau keempatnya masih mau berurusan dengan dia. Kendati demikian, gesturnya mencoba untuk santai menanggapi mereka. "Oh, sorry. Gue enggak mau pacaran dulu, fokus UN," sahutnya datar.

"Ih anjir bisa ngelawak!!" sahut Haechan spontan meloloskan tawa sambil menunjuk sang empu tak percaya, sementara; Renjun, Jeno dan Jaemin sempat kedapatan melongo karena kejadian barusan. Sama-sama berpikir kalau ternyata Rahayu bisa bercanda juga ...,


... meski tak lucu.

"Ada apa?" tanya Rahayu akhirnya. "Gue udah minta maaf sama lo semua, mau apalagi?"

Jeno mendengus secara kentara, sikap Rahayu membuat kekesalannya kembali mencuat ke permukaan. Mereka datang memang tanpa tahu apa maksud dan tujuan Renjun, tapi jelas sekali sang teman sudah mengatakan bahwa ini takkan ada sangkut pautnya dengan tuduhan waktu itu.

Renjun berdeham, dia sedikit bingung harus bersikap seperti apa. Normalnya dia takkan ramah-ramah setelah kejadian foto buram, sama seperti Jeno sekarang yang masih menunjukkan ketidaksukaannya pada sang empu. Tapi jelas sekali dia datang untuk meminta tolong, mana mungkin seenaknya 'kan?

Mendapati si ranking satu yang akan bicara, Rahayu membuang muka. Siapa yang tahu kalau Renjun sudah membicarakan kejadian antara ia dan Irene kepada yang lain, bukan? Bisa saja mereka akan mengoloknya sekarang. Rahayu tak berharap banyak tentang pertemuan ini, dia sadar betul hubungan mereka tidaklah baik.

Dia pasrah, Rahayu pikir mungkin ini balasan atas keputusan bodohnya menuduh orang.



"Rabu kemarin gue lihat lo ngobrol sama seseorang di tukang jus sewaktu sore," kata Renjun membuahkan tanda tanya dari semuanya. Gadis tersebut sempat terdiam karena bingung, ia membenarkan dengan anggukan meski pikirannya tengah pergi mempertanyakan dugaan yang jauh dari kenyataan, "kenal sama dia?"

"Ya, kenal aja."

"Rutin ke sekitar sekolah kita, 'kan?" tanya Renjun yang dijawab dengan gumaman, "Lo tahu enggak kalau dia orang mesum?"

It's All FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang