Rahayu keluar dari kelas lesnya sambil sibuk memakai tas, ia menyahuti seadanya pamitan dari teman-teman dan mengeluarkan ponsel untuk mengecek barangkali ada pesan atau panggilan yang tak terjawab. Sambil berjalan untuk pulang, netranya otomatis terbagi antara benda di pegangan dan jalanan.
Tanpa Rahayu duga, rupanya seseorang sudah menunggunya tanpa memberi kabar. Dengan ekspresi yang tak mengenakkan.
"Renjun?" gumam Rahayu mendekat. Renjun langsung turun dari motor setelah melepaskan helm, langkahnya tampak menyeramkan ketika menghampirinya. "Kenapa?"
"Kamu yang kenapa?!" tanya Renjun tak sabaran.
"Ada masalah?" tanya Rahayu heran bukan main.
"Ada, gue itung persoalan ini sebagai masalah!" jawab Renjun dengan napas yang sedikit tak teratur, gelagat menahan gejolak di dada yang sebenarnya ingin meledak. Rahayu sendiri sampai bergeming, karena laki-laki di depannya mulai merubah gaya bicara.
"Renjun, kamu lagi emosi," ujar Rahayu menarik Renjun untuk menjauh sedikit dari tempat mereka berpijak, khawatir juga menghalangi jalan, "ayo menepi dulu."
Renjun tak menolak meski tangannya menepis sentuhan Rahayu, mereka pergi ke samping gedung tempat les dan berdiri berhadapan dengan suasana yang tak mengenakkan.
Sebenarnya pemuda itu tak berbohong pada Jaemin, dia tetap les setelah pergi dari kafe Taeyong. Tapi tentu saja waktunya hanya terbuang percuma karena isi otak Renjun penuh dengan berbagai pertanyaan atas keputusan Rahayu yang belum dia pastikan, benar atau tidaknya.
Renjun bodoh.
Renjun tak sabaran.
Renjun benar-benar terlihat konyol kalau dia sampai marah-marah ke Rahayu karena informasi yang baru ia dengar itu.
Tapi dia tak bisa menahan diri bahwa rasa tak terima membuatnya mulai berpikir macam-macam seperti; apakah dia tidak sepenting itu sampai tak tahu rencana masa depannya? Apakah dia tidak dipercaya? Apakah ini balasan yang Rahayu berikan setelah semua yang Renjun usahakan untuknya?
Jujur, Renjun merasa terkhianati.
Dia bingung bagaimana menggambarkan perasaan dan menyampaikannya pada Rahayu saat ini. Dia takut untuk bersuara tapi semua yang ingin dia sampaikan sudah ada di ujung lidah. Intinya bayang-bayang kepergian Rahayu nanti terus mengganggu pikirannya.
Rahayu yang sejak awal tak tahu apa-apa dibuat bingung, hal apa yang membuat Renjun datang padanya dengan keadaan yang begitu. Dia penasaran tapi juga takut, karena tatapan Renjun mengintimidasinya.
"Jun?"
"Aku denger kamu mau kuliah di luar negeri. Iya?"
Pertanyaan Renjun memecahkan tanda tanya di kepala gadis tersebut. Sukses membuat Rahayu tercekat, dan itu sudah menjadi jawaban serta pintu pembuka sebuah pertengkaran.
"Lucu juga gue tahu dari orang lain," ujar Renjun memasang senyum remeh sambil membuang muka.
"Kamu tahu dari siapa?" tanya Rahayu. Yeji adalah satu-satunya orang yang tahu, tapi dia tak mungkin memberitahukannya tanpa seizin gadis itu. Yeji sudah berjanji.
"Jadi emang bener?"
Rahayu menggeleng kuat dan berkata, "Itu baru rencana Mama, Jun."
"Terus kenapa enggak kasih tahu gue dari awal? Setelah semua yang gue lakukan buat lo, ternyata keberadaan gue masih belum ada apa-apanya?!" tanya Renjun mengepalkan tangan. "Gue kira lo udah berubah, Yu. Lo nyaman buat ceritain masalah lo ke gue. Kalau masih kayak gini, bukannya udah jelas yang serius dan peduli cuma gue doang?!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
It's All Fine
FanfictionMenjadi pintar tidak selalu berarti anugerah. Mendapatkan atau bertahan di posisi teratas adalah kompetisi yang cukup mengerikan. Setidaknya itu yang Rahayu-si ranking dua pikirkan ketika bertemu dengan Renjun-si ranking pertama di sekolah.