Renjun memeluk pinggang perempuan di sampingnya dengan senyuman, teman sekelasnya yang berperan sebagai istri itu menoleh dan ikut tersenyum ketika sorakan demi sorakan terdengar dari bangku penonton. Keduanya sudah biasa diperlakukan demikian di awal-awal latihan, kendati demikian situasinya sekarang berbeda dan itu membuat mereka gugup juga di atas panggung.
Apalagi yang menonton hampir seluruh penghuni sekolah. Kacau, semuanya di luar ekspektasi.
"Hmm, Sayangku..." panggil Renjun lembut tapi sedikit bergetar, dia langsung memejamkan mata kesal begitu suaranya membuahkan reaksi yang berlebihan dari orang-orang.
"CIEEEEEE~"
"ANJAY ANJAYLAHHH, ABIS LULUS MAU NIKAH AJA!!"
"Renjun maju dikit lagi, JOSSSSHH!!"
"So sweet banget lihat deh tatapannya, Ya Tuhan~!"
"Enggak kebayang di posisi ceweknya tapi pengennnn—najis kok gue murahan gini??? T.T"
"TANGAN RENJUN AKHLAK EOBSEOYOO, YEOREOBUN!!!"
Yeji menoleh ke sebelah, ia mendapati Rahayu tengah memasang wajah datar sambil memeluk lutut. Karena mereka duduk di bagian depan, mau tak mau jadi lesehan sebagai pengorbanannya. Gadis sipit itu kurang yakin apakah memang Rahayu sedang bertampang biasa aja, atau dia sedang menunjukkan ketidaknyamanannya melihat scene di atas panggung.
Tapi karena mukanya terasa berkali-kali lipat ditekuk, Yeji pikir tak salah jika ia curiga bahwa opsi kedua adalah jawabannya.
Hoo, kenapa nih bocah? Kenapa? batinnya.
"Masih ingatkah dulu, ketika kita ..."
"Kira-kira abis ini kita ada uprak apa, Ji?" tanya Rahayu.
Yeji yang mencoba fokus dengan alur cerita menoleh sesaat sambil menjawab, "Nanti abis kelas 3-C kita langsung ke lab, kok lo bisa lupa?"
Rahayu melihat ponselnya untuk memastikan jadwal. Sebenarnya ia bisa saja pergi dari sana untuk melakukan persiapan, tapi entah kenapa badannya tak kunjung bangkit juga. Selain karena pertunjukkan akan segera berakhir, ia juga sangat penasaran pada adegan penutupnya.
Dialog demi dialog tak kunjung masuk ke telinga, semua terasa hening karena fungsi pengelihatannya bekerja lebih keras daripada pendengarannya. Apalagi tangan Renjun masih setia memeluk lawan mainnya.
Rahayu jadi ingin tahu, siapa sutradara yang sudah mengarahkan mereka untuk melakukan gestur begitu. Dia pikir, itu terlalu berlebihan untuk ukuran anak SMA.
Secara keseluruhan, penampilan 3-A sejauh ini memang bagus, akting para aktornya pun tidak begitu kaku dan musik serta properti yang digunakan cukup totalitas mengingat Jeno adalah penanggung jawabnya. Rahayu rasa kelasnya dan kelas mereka tidak jauh beda, bisa dipastikan mendapatkan nilai yang besar dari dua guru yang menilai.
Hanya saja tingkah Renjun di atas panggung benar-benar mengusik. Dia tahu laki-laki itu pintar hampir dalam segala bidang, tapi haruskah menjadi peran utama dan mendapatkan banyak scene bersama perempuan yang menjadi istrinya itu? Rahayu sebagai sutradara sungguh menyayangkan, karena nyatanya ia jeli bahwa Renjun tak begitu mengerahkan kemampuannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/147260086-288-k210309.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
It's All Fine
FanfictionMenjadi pintar tidak selalu berarti anugerah. Mendapatkan atau bertahan di posisi teratas adalah kompetisi yang cukup mengerikan. Setidaknya itu yang Rahayu-si ranking dua pikirkan ketika bertemu dengan Renjun-si ranking pertama di sekolah.