Renjun mengembuskan napas dengan pelan, cerita panjang Rahayu membuatnya lupa di mana mereka berada. Sekarang seharusnya bukan waktu yang tepat untuk mengorek cerita lama, karena terjebak di perpustakaan bukanlah perkara yang bisa diremehkan.
Tapi fakta bahwa gadis tersebut mau memuntahkan semuanya tanpa ia paksa, membuat Renjun paham bahwa selama ini Rahayu hanya tak tahu harus kepada siapa dia demikian. Mungkin Renjun juga bukan orang yang tepat, dia belum tahu apa alasan Rahayu mau terbuka.
Yang jelas hidup Rahayu ternyata rumit, sampai Renjun tak bisa berkata-kata.
Beberapa saat setelah cerita selesai, hanya hening yang menemani mereka. Rupanya hujan sudah reda, waktu yang pas untuk meminta tolong kepada satpam yang ada di depan sekolah dengan cara membuat kerusuhan, seperti rencana awal. Ini sudah malam, mereka tak punya waktu banyak kalau tak ingin terjebak di perpustakaan.
Tapi Renjun benar-benar mengabaikan semua keharusan yang seharusnya dilakukan.
Pada akhirnya laki-laki tersebut melepaskan jaket, menyampirkannya di pundak Rahayu dan mengambil buku yang sedari tadi sudah ia remas sebagai pelampiasan dengan hati-hati. Jujur, Renjun kagum dengan pertahanan Rahayu sebagai perempuan. Dia tak menangis sebagaimana kebanyakan para kaum Hawa ketika melepaskan emosi mereka.
Begitu Rahayu menunduk sambil memeluk lutut, sebuah suara kunci terdengar dari pintu depan kemudian seseorang memanggil namanya. "Ayu?"
Renjun sontak berdiri, Jaemin tampak mendekat setengah berlari dan menatap terkejut keduanya. Taeil selaku satpam juga mendekat di belakangnya, sambil memastikan seisi ruangan.
"Ternyata bener masih di sekolah," ucap Jaemin mengatur napas.
"Berdua?" tanya Taeil menodongkan senter yang menyala. "Ngapain aja kalian?"
"Kita enggak ngapa-ngapain, Pakde! Daripada itu, Rahayu harus pulang sekarang. Kayaknya kondisi dia enggak baik," kata Renjun menunjuk Rahayu. Jaemin mendekat dan menepuknya, gadis tersebut hanya berdeham setuju sambil membereskan novel yang ia pinjam.
Taeil sempat memeriksa keadaan Rahayu, dia mengangguk yakin kalau anak Irene tersebut takkan berbuat yang aneh-aneh selama bersama Renjun. Dia tahu bagaimana tegasnya didikan guru BK kelas tiga itu, dan lagi yang dikatakannya benar. Rahayu tampak sedikit pucat.
"Ya udah, cepet beresin barangnya terus pulang. Ya ampun!! Kok bisa-bisanya kejebak di sini?" gerutu Taeil berjalan ke ambang pintu sambil mengomel.
"Darimana lo tahu gue di perpus?" tanya Renjun melihat Jaemin yang tengah membantu Rahayu beres-beres.
"Sebenarnya bukan lo, tapi Rahayu. Tadi Pak Kyungsoo—guru lesnya dia nanya ke gue, Rahayu ke mana? Mereka ada janji diskusi hari ini, tapi Ayu enggak dateng-dateng," jelas Jaemin mengikuti Rahayu keluar dari perpustakaan, "beliau tahu gue temen sekelasnya."
Rahayu menggigit bibir bawahnya, dia benar-benar lupa soal janji itu. Gadis tersebut segera menoleh dan bertanya, "Terus lo jawab apa? Enggak tahu? Apa dia nelpon nyokap gue setelahnya?"
Jaemin menggeleng. "Sebelum itu, gue sempet nanya ke Yeji dan katanya lo bilang mau ke perpustakaan sebelum pulang sekolah tadi. Dia gue mintai tolong buat nanya ke Bu Irene tentang lo, soal tugas atau apalah ngasal, dan ternyata kata dia lo belum pulang. Gue sempet nelpon Renjun karena dia mau pinjem buku juga sebelum balik tapi enggak diangkat, Jeno bilang hapenya mati."
"Ya udah gue ke sini, terus motor Renjun juga masih ada di parkiran. Jadi gue pikir kalian emang masih di sekolah. Untung gue lihat lampu perpus nyala, jadi keperiksa."
"Uhm, mungkin ... ini terkesan sok tahu. Tapi gue rasa kalau Pak Kyungsoo nelpon Bu Irene, itu malah berdampak buruk. Jadi gue bilang kalau lo ada urusan lain, gue wanti-wanti ke dia buat enggak nelpon Bu Irene. Sebaiknya sekarang lo kabarin Pak Kyungsoo."
KAMU SEDANG MEMBACA
It's All Fine
Fiksi PenggemarMenjadi pintar tidak selalu berarti anugerah. Mendapatkan atau bertahan di posisi teratas adalah kompetisi yang cukup mengerikan. Setidaknya itu yang Rahayu-si ranking dua pikirkan ketika bertemu dengan Renjun-si ranking pertama di sekolah.