Irene menyusuli Rahayu yang tak kunjung keluar dari kamar, mereka harus segera sarapan supaya tak terlambat ke sekolah. Begitu masuk tanpa mengetuk seperti biasa, Rahayu sedang membereskan buku-bukunya di meja belajar.
"Cepet sarapan," katanya membuat Rahayu berbalik dan mengangguk. Pandangan Irene jatuh ke ujung ruangan, gitar tua milik Wendy ada di sana. Rahayu yang sadar apa yang Irene perhatikan seketika tegang sendiri, dia lupa memasukkannya ke tempat semula semalam.
"Nanti aku turun," ucap Rahayu membuyarkan lamunan Irene yang masih belum mengalihkan pandangan.
"Hm," sahutnya mengangguk tak acuh lalu berlalu. Dengan segera Rahayu mengambil gitar dan menyimpannya, helaan napasnya membuktikan ia sungguh gugup barusan. Ia tak begitu yakin apa yang Irene pikirkan di ambang pintu tadi, tapi yang jelas Rahayu ingin antisipasi. Daripada gitarnya dibuang?
Kita tak tahu apa yang akan Irene lakukan.
Begitu Rahayu turun dan sarapan, suara dentingan sendok dan piring mengisi keheningan di ruang makan. Namun kali ini ada yang berbeda, getaran ponsel Rahayu menginterupsi acara makan mereka. Semula gadis itu mengabaikannya, namun lagi-lagi getaran kembali datang.
Suho mengambil gelas air putihnya dan berkata, "Cek dulu."
"Makan dulu," sahut Irene tanpa menatap.
"Enggak apa-apa, cek aja." Irene mendengus, Rahayu akhirnya mengecek ponsel dan mendapati ada pesan dari Renjun. Entahlah darimana si ranking satu itu mendapatkan nomornya, yang jelas isinya lebih penting sekarang. Biar dia bisa segera melanjutkan makan.
[+6281320xxxxxx]
Renjun
Ini RenjunRahayu
Iya, kenapa?Renjun
Hari ini gue fotokopi dulu kertas latihan yang kemarin
Pulangnya kalo bahas bareng-bareng gimana??
Rahayu mencuri pandang ke Irene, hari ini dia tak punya jadwal apa-apa dan bisa dipastikan mereka akan pulang bersama. Tapi tawaran Renjun benar-benar menarik minatnya, mungkin saja dia bisa tahu rahasia belajar ala Renjun. Lantas alasan apa yang harus Rahayu berikan pada ibunya?
Bukankah terlalu padat jadwalnya kalau dia bilang kerja kelompok? Minggu ini dia benar-benar sering punya acara, Rahayu khawatir Irene curiga.
"Kenapa, Yu?" tanya Suho sudah selesai dengan makannya.
"Emm ... enggak apa-apa," jawab Rahayu mengabaikan pesan Renjun dan kembali dengan sarapannya. Namun Suho bisa menangkap ada gelagat yang berbeda dari putrinya, jadi ia menepuk tangannya dan bertanya dengan bahasa tubuh, "cuma ... ada temen yang ngajak belajar bareng."
"Oh, bagus dong," sahut Suho menoleh ke Irene yang tengah menatap keduanya bergantian, "belajar bareng temen itu biasanya lebih asyik."
"Tapi enggak kondusif."
Rahayu mengangguk lemah, ia menatap Suho sambil bilang, "Aku mending belajar sendiri aja."
"Sekali-kali enggak apa-apa, kok. Siapa tahu ada yang dia enggak ngerti terus pengen minta bantuan kamu," jelas Suho tersenyum tipis. Rahayu tahu niat ayahnya baik, tapi keberadaan Irene membuat gadis tersebut ragu untuk mengikuti saran darinya, "gimana?"
Lagian ngapain juga Renjun minta bantuan ke gue? Pasti dia bisa menyelesaikan semua soalnya sendiri, batin Rahayu tak setuju.
"Emang boleh?" tanya Rahayu entah pada siapa, tapi ia sungguh berharap Irene-lah yang menjawabnya. Ibunya tak bersuara, hanya membereskan meja makan kemudian pergi ke dapur. Suho tersenyum sambil mengangguk, akhirnya Rahayu menyetujui ajakan Renjun.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's All Fine
FanfictionMenjadi pintar tidak selalu berarti anugerah. Mendapatkan atau bertahan di posisi teratas adalah kompetisi yang cukup mengerikan. Setidaknya itu yang Rahayu-si ranking dua pikirkan ketika bertemu dengan Renjun-si ranking pertama di sekolah.