Rahayu mengusap air matanya kasar, ia berjalan cepat meninggalkan sekolah tanpa peduli tatapan heran dari orang-orang di sekitar. Umumnya para tukang ojek dan penjual makanan.
Sungguh hebat. Perkataan teman-teman sekelasnya mampu memberikan efek yang luar biasa pada perasaan Rahayu yang semula sangat baik-baik saja. Kalimat-kalimat itu membuatnya lupa akan debaran euforia yang ia rasakan di PENSI tadi, sekarang yang ada hanya rasa nyeri dan sakit karena semua lontaran jahat dari mulut mereka.
Dia sudah biasa sendiri, disegani, bahkan dijauhi karena tak begitu pandai bergaul selama sekolah. Tapi mendapatkan serentetan gosip buruk—apalagi semuanya tak benar adalah keadaan baru yang tak mudah ia hadapi.
Mungkin ini karma, pikirnya. Mungkin ini yang dulu; Renjun, Haechan, Jeno dan Jaemin rasakan ketika Rahayu ikut campur menuduh mereka. Sejauh ini ia percaya bahwa perbuatan seseorang memang berdampak pada masa depan, entah itu akibatnya atau hanya pikiran dan perasaannya. Kini ia juga mengerti bahwa ucapan bisa menjadi senjata paling ampuh dalam menyakiti seseorang.
Kenapa sesulit ini buat punya teman? batinnya. Padahal dia hanya ingin memperbaiki hubungannya dengan Yeji, tapi kini ia dicap perempuan penggoda hanya karena mendapatkan teman lain selain daripada gadis sipit tersebut. Aku pikir punya temen cowok lebih baik daripada cewek, karena mereka lebih menghargai pertemanan dan setia pada ikatan tersebut. Mereka simple dan menyenangkan. Tapi ternyata tidak juga. Karena akan selalu ada masalah lain dengan siapapun kita berteman.
"Rahayu."
Terkejut karena suara yang memanggilnya, ia mendongak dan menemukan seseorang berdiri tak jauh dari kedai jus tempat dulu ia dan Yuta sering mengobrol. Rahayu menenangkan diri sebentar dan mengusap wajah, sempat membuang napas kemudian mendekati ibunya yang sedang berdiri di samping mobil.
"Mama?"
Irene sudah menaruh curiga melihat keadaan putrinya, terlebih wajahnya yang sembab. Tapi karena mereka sedang di luar, akhirnya ia memutuskan untuk menyuruh Rahayu naik ke mobil. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan—mungkin termasuk kenapa wajahnya memerah seperti habis menangis itu.
"Kita pulang."
"Oh," Rahayu mengangguk sambil memainkan jari-jari, ragu pada apa yang akan dia katakan selanjutnya, "aku bawa tas dulu kalau gitu."
"Mama udah bawain, semuanya. Sekarang kamu masuk."
Kebingungan, Rahayu hanya mampu menatapnya penuh tanya daripada bersuara. Sama seperti Rahayu, Irene juga tampak membuatnya curiga karena mood yang tergambar jelas di wajah ibunya.
"Iya."
Entahlah. Semoga saja pilihannya untuk pulang sekarang lebih baik daripada berkeliaran tak jelas di area sekolah, lebih buruknya lagi jika bertemu Jaemin dan Jeno yang sempat kelihatan mengejarnya. Ia bahkan lebih memilih bersyukur karena tasnya sudah diambil, dia takkan dengan mudah mau kembali dan berpeluang besar bertemu orang-orang di sana.
Karena untuk saat ini, Rahayu hanya ingin sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/147260086-288-k210309.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
It's All Fine
FanficMenjadi pintar tidak selalu berarti anugerah. Mendapatkan atau bertahan di posisi teratas adalah kompetisi yang cukup mengerikan. Setidaknya itu yang Rahayu-si ranking dua pikirkan ketika bertemu dengan Renjun-si ranking pertama di sekolah.