Kenaikan kelas, pergantian semester, dan tahun yang menegangkan.
Kurang lebih itu yang akan siswa kelas tiga lewati ketika menghadapi berbagai ujian dan kegiatan yang semakin mencekik. Ini bukan bualan semata, karena meski beberapa di antara mereka tampak tak acuh, dalam hati pasti merasa khawatir juga. Biar bagaimanapun, masa depan harus mulai dipikirkan.
Sama seperti Huang Renjun, siswa pintar dari kelas 3-A yang ikut menunjukkan ketidakacuhannya kepada teman-teman. Tentu saja hal tersebut tak membuahkan respons yang menarik karena; Haechan, Jaemin dan Jeno tahu dia akan tetap belajar untuk mempertahankan ranking satunya.
Ranking paralel di sekolah pula.
Walaupun jarang belajar giat dan bukan les di tempat yang mahal, Renjun tetap pemuda pintar yang dikagumi orang-orang. Dia bertahan di posisi satu dan membanggakan keluarga.
Membanggakan sih, tapi ajakan konyol Renjun sekarang membuat temannya yang orang Sunda ini berpikir mungkin kepalanya terbentur tiang listrik ketika berangkat sekolah tadi.
"*Belegug manéh, ngajak téh lain diajar malah mabal!" celetuk Haechan menggelengkan kepalanya mendengar keinginan Renjun, "sepandai-pandai tupai melompat, pasti akan jatuh juga."
(*Bego lo, ngajak tuh bukannya belajar, malah bolos)
"Sebodoh-bodohnya Lee Haechan, kalau hari pertama sekolah ya enggak bolos juga," sahut Jeno membuahkan tatapan sangar dari sang empunya.
"Kampret," ucap Haechan melemparkan tutup botol minumannya yang sudah kosong. Renjun mengembuskan napas, ia sungguh malas masuk kelas karena ia yakin tidak akan ada kegiatan di sana. Laki-laki itu pikir, memang apa yang salah kalau membolos di hari pertama? Toh ujung-ujungnya juga paling ke warung depan sekolah.
Jaemin yang mendapati ekspresi malas Renjun langsung menyenggolnya dan menggeleng, menyuarakan lewat bahasa tubuh kalau idenya memang buruk. Laki-laki tampan tapi playboy ini menunjuk ruang BK di arah jam satu dengan ujung dagunya.
"Kalau lo lupa, guru BK angkatan kita sekarang itu Bu Irene." Haechan menjentikkan jari di depan wajah Renjun sampai sang empunya mendengus dan menepis tangan berkulit kecokelatan tersebut, menyetujui maksud ucapan Jaemin yang sebenarnya.
"Si tegas yang menyebalkan," katanya mengusap kulit yang sakit karena ulah Renjun, "ketahuan mabal bisa digorok leher kita."
"Alay," sahut Renjun merotasikan bola mata. Kemudian netranya mendapati seseorang berjalan melewati mereka di pinggir lapang dengan membawa banyak buku, sehabis dari perpustakaan. Ekspresinya tak berubah sejak ia dikenal sebagai saingan Renjun, datar yang cenderung serius hingga sedikit orang yang berani mendekatinya.
Jeno mengangguk-angguk dengan smirk menyebalkan sambil berkata, "Anaknya, noh! Si ranking dua. Angkuh, ambisius tapi boleh juga."
"Minat, Jen?" tanya Haechan iseng.
"Renjun aja gimana? Best couple entar mereka," jawabnya menoleh ke Renjun yang sibuk mendengus di tempat.
Katanya, "Enggak minat, (dia) enggak menarik."
Jika kalian berekspektasi kalau Renjun ini kutu buku, mati-matian mempertahankan ranking satu, serius—terlebih ketika belajar, dan mungkin anak yang tak bisa diajak bergaul ... semuanya, salah! Justru hal-hal itu bisa kalian dapatkan dari gadis bernama Rahayu Deviana, si ranking dua dari kelas 3-B bersama Na Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's All Fine
FanficMenjadi pintar tidak selalu berarti anugerah. Mendapatkan atau bertahan di posisi teratas adalah kompetisi yang cukup mengerikan. Setidaknya itu yang Rahayu-si ranking dua pikirkan ketika bertemu dengan Renjun-si ranking pertama di sekolah.