21. Halte Tua

183 33 69
                                        

Early Author's Note:

Panjang nih, lumayan. Pelan-pelan aja bacanya hehehehehe
















***

Rahayu meneguk air putih, meletakkan gelasnya cukup kasar kemudian berkacak pinggang sambil memperhatikan pakaian-pakaiannya di atas kasur. Ia mengorek ingatan, bertanya-tanya kapan terakhir kali membeli baju. Sepertinya baru kemarin tapi ... apa maksudnya adalah beberapa bulan yang lalu?

Jika dibandingkan dengan gadis pada umumnya, Rahayu memang tak begitu menaruh minat pada fashion. Semua koleksi bajunya monoton, berputar di; kaos, jeans, jaket, outer. Mungkin karena uangnya sering disisihkan untuk membeli buku, maka ia tidak benar-benar memperdulikan penampilan.

Kalau kata Yeji, "Enggak update lo jadi cewek."








"Ck! Berisik."

Sang teman tampak cemberut di seberang sana, memperhatikan Rahayu yang sejak tadi sibuk dengan dunianya sendiri. Awalnya saja bilang minta pendapat, tapi ujung-ujungnya diabaikan juga.

"Ngaku deh lo," ucapnya memperbaiki posisi duduk, "abis nyari buku mau cabut jalan, 'kan?"

"Enggak."

"Masa enggak tapi bajunya nyari yang kece? Biasanya juga kaosan doang sama jeans," celetuk Yeji membuat sang empu mematung dengan mata mengerjap, untunglah posisinya tengah membelakangi ponsel di meja belajar, jadi Yeji takkan melihat reaksinya.

"Salah kalau gue nanya pendapat harus pake baju yang mana?" tanya Rahayu berbalik dengan ekspresi datar. Yeji kelabakan dibuatnya, sedikit ngeri juga.

"Ya—ya bukan gitu. Ah, udalah! Pokoknya seperti yang gue bilang, kalau mau yang beda pake rok aja. Tuh atasan cream polos sama yang kotak-kotak jadinya mantul!" Rahayu mendengus, lagi-lagi yang Yeji sarankan adalah baju lucu di dekat bantal pemberian dari Wendy.

"Enggak yang lain aja?"

"Mau lo apa, Rahayuuu?! Serba salah gue jadinya," sewot Yeji menjambak rambut, pusing dengan kemauan Rahayu. Tapi daripada itu, sebuah dugaan melintas di kepala hingga membuatnya kini memicingkan mata dan bertanya, "alasan lo nanya baju nih ... jangan-jangan karena diam-diam udah mengakui Renjun sebagai pacar lo ya—"

"Ji, udah gue bilang enggak gitu."

"Kenapa, sih? Gue juga bukan temen yang bakal ceng-cengin lo, enggak lebay! Lo mau jadian sama dia direstuin, enggak juga enggak masalah. Enggak ngaruh ke hidup gue. Tapi coba deh lo jujur sekaliiiiii aja sama gue soal perasaan lo. Lagian ngomongin asmara hal yang lumrah di kalangan anak SMA kek kita, Yu. Jangan kaku."

It's All FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang