10. Jaket Renjun

165 35 20
                                    

Rahayu sampai di rumahnya tanpa melakukan pembicaraan, ia ingat Renjun pernah mendapatinya mengobrol dengan Irene, jadi ia merasa tak perlu memberitahu alamat di mana gadis tersebut tinggal.

Ia terlalu malas, gengsi, juga malu.

Renjun menghentikan motornya sedikit jauh dari posisi rumah, Rahayu turun dan memutari motor sambil kemudian berterima kasih. Laki-laki ini hanya mengangguk, bingung juga harus apa karena mereka tak benar-benar saling mengenal.

Sebelum berbalik, pintu rumah terdengar terbuka dan Irene muncul di sana dengan alis menukik tajam. Namun melihat ada orang selain daripada Rahayu, ia segera memperbaiki diri dan menahan dalam-dalam kekesalannya sambil tersenyum tipis.

"Sepertinya dia jadi lebih sensitif, sampai ke luar begini pas denger suara motor," gumam Rahayu tak acuh, namun berubah heran ketika dengan yakinnya Renjun meninggalkan dirinya di samping motor.

"Malam, Bu," sapa Renjun menghampiri pagar dan salim. Mau tak mau Rahayu juga mendekat dan menerima uluran tangan Irene, yang menyuruhnya untuk ikut salim. Membuatnya nostalgia karena sudah lama tak melakukan hal yang lumrah bagi ibu dan anak tersebut.

"Malam. Kalian habis darimana?" tanya Irene menoleh ke Rahayu dengan tatapan yang tak bisa Renjun mengerti namun cukup membuatnya paham bahwa ada sesuatu yang mereka bicarakan dari sorotannya, "Ternyata saling kenal, ya."

Renjun meliriki Rahayu yang tak bereaksi di sampingnya.

"Kok enggak bilang dulu bakalan pulang malem?"

Rahayu menghela napas dengan pelan, ia menurunkan pandangan mempersiapkan jawaban. Tapi baru hampir satu kata keluar dari bibirnya, Renjun memotong dengan ramah.

"Abis belajar bareng, Bu. Kayaknya Rahayu lupa bilang saking asyiknya kami ngerjain soal, maaf juga Renjun enggak ngingetin dia buat pulang," jelas Renjun berbohong.

"Gitu, ya? Ayu, padahal kamu ada les," kata Irene membuat Renjun tampak sok terkejut di tempatnya.

"Oh, iya?! Aduh, maaf! Renjun beneran enggak tahu, Bu! Habisnya tadi kita sekalian ngerjain tugas bareng juga, maaf ya Yu!" Rahayu gelagapan karena Renjun terus mengarang alasan ia pulang terlambat, namun begitu anggukan tercipta juga karenanya.

Rahayu ikut berbohong.

"Hm, ya udah. Sekarang mending kamu pulang juga, udah malem entar takut dicariin orang tua. Makasih ya udah nganterin Rahayu." Irene tersenyum, sangat cantik, meski tak membuat Renjun merasa ada ketulusan di dalamnya. Sejak melihat sikapnya pada Rahayu, dengan mutlak ia mencap Irene sebagai guru bermuka dua.

Cih, batinnya.


"Balik dulu," ucap Renjun pada Rahayu.

Pamit seadanya, Renjun akhirnya menghampiri motor dan memakai helm. Namun rungunya terlalu peka pada suara Rahayu yang terdengar lelah dengan omelan Irene di halaman rumah, ah, ia memang menduga bahwa keadaan itu akan terjadi sebelum atau setelah Renjun pulang.

"Iya, aku belajar. Mama enggak perlu khawatirkan hal itu," katanya sedikit meninggi.

"Enggak tahu diuntung, udah les di tempat mahal tapi main bolos-bolos aja. Kamu pikir cari uang itu gampang?" tanya Irene penuh penekanan. Tidak ada teriakan atau seruan seperti layaknya orang bertengkar, tapi justru dengan suara itu membuat mental siapa saja bisa jatuh dalam sekali bicara.

Renjun menatap khawatir pagar rumah Rahayu yang tak jauh dari posisinya, tak tahu harus menolong atau bagaimana. Ternyata kebohongannya pun tak berpengaruh banyak. Tapi sebelum memikirkannya terlalu jauh, seseorang menepuk pundak Renjun dan senyumannya menjadi sapaan.

It's All FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang