Rahayu menoleh ke Renjun yang asyik membaca buku sampel, tidak ada pembicaraan bahkan setelah sampai di Gramedia. Yang jelas sekarang mereka ada di depan rak khusus novel. Sedikit ramai jika dibandingkan dengan rak buku pelajaran atau ilmu pengetahuan.
Perasaan aneh dan heran menghampirinya, bersama Renjun lagi adalah hal yang tak Rahayu perkirakan. Tanpa kita tahu sebelumnya, ternyata yang merasakan perubahan itu bukan hanya Renjun saja karena dia juga demikian.
"Kenapa? Kurang suka sama pilihan gue?" tanyanya menutup dan menyimpan buku, balik menatap Rahayu sambil memasukkan kedua tangan ke celana. "Lo suka cerita romantis?"
"Enggak," jawab Rahayu sewot sambil mengambil satu buku secara acak.
"Cewek biasanya suka, 'kan?" Renjun menunjuk buku yang Rahayu pegang dengan santai dan berkata, "Malahan itu buku erotis isinya."
"Hih!" Rahayu menyimpan buku yang dimaksud dengan kaget bercampur ogah-ogahan, sedangkan Renjun tertawa sambil merapikan buku tadi dan mencari yang akan ia rekomendasikan pada gadis tersebut.
"Tapi boong. Gue pikir lo polos-polos gimana, gitu," katanya mengambil dua judul buku yang pernah ia baca sambil tersenyum miring.
Rahayu mendengus dan menyahut, "Gue belajar Biologi."
"Ohhh, gitu?" Renjun mengangguk-angguk paham namun terkesan menggoda juga. Ia menyondorkan dua buku tadi, menjelaskan secara singkat kalau rekomendasinya takkan pernah mengecewakan.
Rahayu menerima dan membaca sinopsis yang tertera, binarnya menunjukkan rasa tertarik yang tinggi. Melihatnya membuat Renjun mengulum senyum dan pura-pura sibuk mencari buku lain. Ada perasaan bangga di dadanya.
Ia tak sadar kalau Rahayu sudah berhenti membaca, tiba-tiba saja gadi itu terpikir apa yang akan Irene lakukan kalau ia ketahuan membeli novel.
Ah, Mama ... batinnya.
"Kenapa lagi? Enggak punya duit buat beli?" tanya Renjun menunjuk harga novel dengan ekspresi menyebalkan bagi lawan bicaranya.
"Sorry, ya." Rahayu menepuk saku roknya dengan sombong seolah menjelaskan bahwa uangnya cukup bahkan untuk membeli lebih dari dua novel. Karena kesal oleh perilaku Renjun yang terus mempermainkannya sejak tadi, dia menyimpan buku-buku itu sedikit kasar dan meninggalkannya ke rak lain.
Renjun yang kebingungan segera merapikan novel tadi dan mengejar Rahayu, gadis tersebut dengan fokus memilih buku kumpulan tes masuk perguruan tinggi dan tanpa berpikir dua kali langsung membawanya ke kasir.
"Gue ngajak lo ke sini buat beli novel, bukan buku gituan," kata Renjun sedikit keras sampai mengundang perhatian orang lain yang melemparkan tatapan ambigu padanya. Sedikit gugup, Renjun meralat kalimatnya sambil menyusul Rahayu, "emm, buku tes."
"Enggak minat," sahut Rahayu ketus.
"Lo cuma belum baca aja," kata Renjun diabaikan begitu saja oleh sang empunya. Dia bahkan dengan terburu-buru mengejar langkah Rahayu yang meninggalkannya, "heh!"
Rahayu berbalik karena Renjun mengikutinya, ia menunjukkan tatapan terganggu dan berkata, "Gue mau balik sendiri. Masalah gue mau beli buku apa, itu bukan urusan lo."
"Tapi ada novel di tas lo, 'kan? Masa karena beli buku cerita, nyokap lo marah?" tanya Renjun spontan menutup mulutnya karena asal menebak akan pikiran Rahayu, juga merasa sudah terlalu jauh mengusahakan dia agar membeli novel. Gadis itu mendecak dan berbalik, mengeluarkan ponselnya untuk menelpon Yeji kalau ia akan bertandang ke rumahnya.
"Lucu. Bahkan gue harus pinjem seolah enggak mampu beli karena ucapan lo benar adanya," gerutunya menekan nomor Yeji dan pergi dari Gramedia.
Renjun tak mengejar, hanya menghela napas sambil menggaruk rambutnya. "Ck! Berlebihan banget."

KAMU SEDANG MEMBACA
It's All Fine
Fiksi PenggemarMenjadi pintar tidak selalu berarti anugerah. Mendapatkan atau bertahan di posisi teratas adalah kompetisi yang cukup mengerikan. Setidaknya itu yang Rahayu-si ranking dua pikirkan ketika bertemu dengan Renjun-si ranking pertama di sekolah.