24. Hujan

128 30 27
                                    

Yeji membereskan alat tulisnya sedikit buru-buru sambil menjelaskan kalau Somi sudah menunggunya di ruang OSIS. Ia harus segera daftar untuk audisi PENSI nanti, itulah kenapa sejak lima menit sebelumnya terus-terusan minta maaf karena tak bisa menemani Rahayu makan siang.

Menggaruk kepalanya yang tak gatal, Rahayu mengambil botol minumnya dan berjalan ke luar. Ia tak ke kantin, rasanya tak nyaman kalau pergi sendirian di tengah kerumunan pada jam istirahat.

Menompang dagu di atas botol di depan tembok pembatas, Rahayu menggembungkan pipi sambil memperhatikan lapangan. Para siswa yang selesai olahraga tampak bercampur dengan mereka yang sibuk bolak-balik kantin dan kelas, bak kumpulan semut saja rasanya.

Tapi memang hanya itu pemandangan yang terlihat.

"Ugh." Rahayu meringis, perutnya barusan bersuara. Dia lapar, tapi Rahayu tak mau berusaha. Ia hanya berharap salah satu atau beberapa orang di lapangan sana akan datang ke lantai dua, biasanya ada yang berjualan keliling. Ceritanya Dana Usaha.

Tapi lima menit berdiri, tak kunjung datang juga.

Kenapa di saat gue lapar malah enggak ada yang jualan? batinnya sebal.




"Renjun gila, wleeee!!"

"Lo berisik banget Haechan, sumpah," keluh Renjun menutup telinga.

"Buru atuh, Jun! Bagi kunci jawaban ulhar Inggris!" rengek Haechan bergelayut manja di tangan temannya. Renjun tentu saja langsung mendorong jauh-jauh tubuh Haechan dan berlari kecil ke kelas 3-A.

"Enggak, makanya lo belajar."

Haechan mengerucutkan bibirnya dan menghentakkan kaki memasuki kelas, menyerah membujuk Renjun sejak bel istirahat dimulai. Sedangkan sang empunya baru saja menangkap presensi Rahayu yang sempat memperhatikan perdebatan tadi dan kembali dengan lamunan.

Mengembangkan senyum, Renjun berbelok menuju ke arahnya.

"Enggak ke kantin?" tanya Renjun yang dijawab gelengan saja. Rahayu sudah tak kaget karena kehadirannya, memang sejak awal juga sudah punya perasaan bahwa laki-laki tersebut akan menghampirinya. "Yeji ke mana?"

"Daftar PENSI." Rahayu memainkan botol minumnya—seperti membuka dan menutup tutupnya selagi mencari topik. "Lo juga enggak makan di kantin?"

"Oh?" Renjun melihat dua roti selai kacang di tangan, juga beberapa permen lollipop beda rasa. "Buru-buru, ada janji sama Bu Seohyun buat ngobrolin jurusan kuliah."

"Emang bisa ke beliau?"

Renjun mengangguk. "Bu Irene sibuk, banyak yang konsultasi ke dia. Katanya guru lain bisa bantu tapi ya harus janjian dulu."

Rahayu bergumam pelan sambil mengangguk, omong-omong kuliah, ia baru saja kepikiran. Seharusnya Rahayu seperti Renjun sekarang, bersiap mengambil keputusan akan kuliah di mana dan mengambil jurusan apa.

Tapi kesehariannya cuma seputar belajar, karena harapan Irene hanya ia yang menjadi nomor satu di kelas tiga ini.

"Lo mau kuliah ke mana?" tanya Rahayu menoleh, sempat terkesiap karena Renjun ternyata memperhatikannya dengan lekat.

"Hm? Belum tahu. Bunda bilang mau di luar apa di sini juga enggak masalah, yang penting guenya betah dan enggak main-main." Jawaban Renjun tentu saja membuat Rahayu iri, Taeyeon begitu membebaskan putranya dalam mengambil keputusan.

Bukannya mau berperasangka buruk, tapi Rahayu tahu bahwa hidupnya sudah diatur ketat oleh Irene. Mendapatkan kebebasan seperti yang Taeyeon lakukan nyaris tak mungkin, peluangnya terlalu sedikit.

It's All FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang