49. Keputusan

76 22 1
                                    

Rahayu meliriki jendela kamar, sudah gerimis dan sebentar lagi langit akan gelap. Orang tuanya belum pulang, Irene punya urusan dengan Tiffany dan Suho mengantarnya. Itulah kenapa Rahayu sendirian di rumah.

Tungkainya melangkah ketika pintu terdengar diketuk beberapa kali dengan sedikit terburu, ia mengintip sebentar dari jendela dan menemukan presensi Renjun dengan pakaian yang belum diganti.Rahayu terkejut, dengan segera membuka pintu dan terkesiap karena laki-laki tersebut langsung selangkah mendekatinya.


"Ada apa?"

"Bu Irene ada di rumah?" tanya Renjun dijawab gelengan oleh Rahayu. "Ke mana?"

"Ngapain kamu nyari Mama?"

"Punya urusan," jawabnya mendapat tatapan penuh selidik dari gadis tersebut. Kalau dilihat dari penampilannya, Renjun tentu belum sempat ganti baju. Tapi karena datang tanpa membawa apa-apa, kemungkinan besar dia sudah pulang.

Itu artinya ... Taeyeon sudah mengatakan kedatangannya.


"Urusan apa?" Napas Renjun sedikit tak beraturan, dia berdecak karena pertanyaan retoris itu, benar-benar merasa kecewa. Kenapa Rahayu begitu pasrah pada keadaan? Renjun yakin Irene bisa berubah pikiran kalau mereka ada usaha untuk melawan.

Renjun tak terima. Seharusnya Rahayu bisa terbebas dari aturan yang ibunya buat.

Pemuda itu memejamkan mata sejenak, dia menelan ludah dan semua ketidaksabarannya untuk tak meluap. Tidak lagi-lagi mencapurkan emosi ke dalam obrolan mereka, kalau tak mau pembicaraan ini berakhir tak jelas.


"Kenapa kamu tetep kuliah ke luar negeri, Yu? Terus kenapa kamu ngasih gitarnya ke Bunda?" tanya Renjun memelas, sungguh, hati Renjun lelah karena masalah mereka belum juga terselesaikan. "Aku tahu kamu suka musik."

"Lantas kenapa?" tanya Rahayu balik. "Mau aku kuliah ke luar negeri atau enggak, itu bukan urusan siapa-siapa. Baik itu Mamaku ... atau kamu."

"Sebenernya kamu nganggep aku ada, enggak sih, Yu?" lirih Renjun membuat gadis tersebut tertunduk dengan mata yang berkaca-kaca. Jelas, itu menohok perasaannya. "Aku ini apa buat kamu?"

Wajah Rahayu memerah, akhirnya ia menitikkan air mata karena pertanyaan tadi benar-benar meremas hatinya. Lalu perlahan terdengar sebuah isakan, seolah semua yang ia pendam tumpah di depan Renjun dengan segala kebingungannya.

"Aku tahu ini terdengar jahat, tapi kamu enggak menghargai usahaku."

"Terus emangnya aku harus gimana, Jun?" tanya Rahayu bergetar. "Mana mungkin aku kecewain Mama setelah apa yang sudah ia lalui selama ini."

"Maksud kamu?" Renjun mengernyit, memperhatikan Rahayu yang tengah berusaha menutupi wajah menggunakan kedua tangan dengan kepala yang kembali tertunduk.

"Selama ini aku bener-bener enggak tahu apa-apa soal Mama dan Kak Wendy," lanjutnya di sela-sela isakan, "aku cuma mikirin diriku sendiri."



Langit berubah menjadi gelap, akhirnya Rahayu menjelaskan segala hal yang tak ia ketahui pada Renjun. Masih sangat jelas dalam ingatannya, malam di mana ia dan Irene tak henti memanjatkan harapan di belakang mobil angkutan umum ketika mereka terjebak.

Selepas Rahayu menyerahkan botol dan berterima kasih karena Irene menolongnya, wanita yang melahirkannya tersebut tiba-tiba menangis dalam diam dan meminta maaf karena sikapnya selama ini. Sikap yang tercipta setelah Wendy meninggal di depan mata mereka.

It's All FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang