Selagi hampir semua siswa kelas tiga bersemangat dengan pendaftaran kuliah, Rahayu malah masih membaca buku tes meski ujian sudah selesai beberapa hari sebelumnya. Hanya tinggal menunggu waktu untuk pengumuman nilai, tentunya juga ranking yang masih ada di sekolahnya.
Yeji berencana mengambil jurusan hukum, sekarang sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan diri karena khawatir tak bisa masuk lewat jalur SNMPTN. Rahayu tentu saja mendukungnya, selalu membantu bila sang teman kesusahan.
Tapi setiap kali ditanya dia mau kuliah di mana, Rahayu cuma menggeleng. Pengumuman ranking belum keluar, maka itu berarti dia juga harus menunggu keputusan dari Irene—ibunya.
Hubungan Rahayu dan Renjun masih sama, tak jelas. Lagipula pemuda itu sama sibuknya dengan yang lain, dia mengurus pendaftaran kuliahnya sendiri.
Sebenarnya bukan berarti dia tak peduli pada Rahayu, setelah ujian pun ada usaha untuk menemui dan mengobrol dengannya. Tapi gadis itu sering menghindar, gesit sekali sampai Renjun kesusahan mencari kesempatan.
Lambat laun waktu berlalu juga. Pengumuman; SNMPTN, nilai dan ranking tiba secara bergilir. Di salah satu upacara rutinan di hari Senin, kepala sekolah akan mengumumkan siswa/i berprestasi di SMANCT, dari kelas satu hingga kelas tiga.
Alih-alih dirahasiakan atau ditunda ke acara wisuda, bagi Lee Sooman—kepala sekolah SMANCT—upacara hari Senin adalah waktu yang pas, karena semua muridnya pun masih mengenakan seragam sekolah. Hal tersebut juga menandakan bahwa siswa pilihan telah meraih sebuah pencapaian yang luar biasa di masa putih-abu mereka.
Di barisan kelas 3-B, Yeji terus meliriki Rahayu yang dengan datar menatap lurus ke depan. Dia tenang dengan sorot mata yang teduh, seolah tak mengkhawatirkan diri sendiri padahal tatapannya menunjukkan kekhawatiran yang tak kasat. Yeji benar-benar khawatir.
Dia merangkul gadis yang lebih pendek darinya itu, tersenyum menguatkan dan berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Lebih daripada itu ... Rahayu sudah bekerja keras selama ini. Yeji harap dengan dukungannya, si ranking dua tak larut dalam lamunan dan berhenti berpikir macam-macam.
"Apapun hasilnya, banggalah pada diri lo sendiri," ucapnya sambil memiringkan kepala dan menempelkannya ke kepala Rahayu dengan pandangan yang masih ke depan, "kalau lo lupa, gue juga gagal SNMPTN:("
Kalimat memelas Yeji membuat Rahayu menyunggingkan senyum tipis, tak bisa ia bohongi bahwa sang teman meringankan debaran jantungnya yang tak kunjung mereda sejak upacara dimulai. Ternyata di balik ekspresi tenang itu, Rahayu menyimpan banyak kegugupan.
Sejak semalam, kepalanya terasa pusing karena berbagai macam pikiran yang terus berputar. Semua usaha yang Rahayu lakukan memberinya tekanan, seolah dia dituntut entah oleh siapa.
Bisa Irene, bayang-bayang rasa bersalahnya pada keluarga, atau mungkin sesuatu yang baru seperti rasa tak terima jika ia gagal karena memang Rahayu telah kerja keras selama ini.
Gadis ponytail itu menoleh ke barisan sebelah, ia dapati Renjun tengah memperhatikannya dari belakang. Ada kekhawatiran yang besar di wajahnya, Rahayu tak nyaman sampai kepalanya kembali tertuju ke depan untuk menunggu Sooman membacakan kertas yang ia pegang.
It's all fine ... batinnya sambil memejamkan mata.
Riuh tepuk tangan mulai mengisi lapangan, rupanya kepala sekolah memulai pengumuman dari kelas satu. Tiga orang pintar dari angkatan para adik kelas maju ke depan dengan senyuman bangga, tak peduli ada di urutan ke berapa mereka berada. Asalkan masuk tiga besar ranking sekolah, itu tandanya mereka pintar.
![](https://img.wattpad.com/cover/147260086-288-k210309.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
It's All Fine
FanfictionMenjadi pintar tidak selalu berarti anugerah. Mendapatkan atau bertahan di posisi teratas adalah kompetisi yang cukup mengerikan. Setidaknya itu yang Rahayu-si ranking dua pikirkan ketika bertemu dengan Renjun-si ranking pertama di sekolah.