Hari berubah menjadi minggu. Rahayu mulai lelah berusaha untuk berbaikan dengan Yeji. Semua pesan, telepon, bahkan ajakannya untuk bicara ditolak mentah-mentah oleh sang empu.
Apa Rahayu menyerah? Oke, katakanlah demikian. Tapi semua itu ia lakukan untuk tak mengusik Yeji lebih jauh, karena Rahayu pikir gadis itu pantas mendapat penggantinya sebagai obat penyembuh kekecewaan.
Mungkin ini memang akhirnya.
Mungkin Rahayu memang tak ditakdirkan memiliki teman.
Kemudian keduanya sama-sama sibuk untuk mengabaikan satu sama lain. Rahayu dengan belajarnya, Yeji dengan latihannya.
Waktu berlalu dengan cepat, ulangan tengah semester telah selesai dan ujian-ujian sudah tampak di depan mata. Satu-satunya orang yang peduli pada Rahayu hanya Jaemin, dia bahkan menjadi teman sebangku tetapnya sejak Yeji pindah kursi.
Rasanya seperti mengulang sesuatu yang sama. Ia mulai mengenali Jaemin seperti ketika ia mengenali Yeji. Laki-laki itu, laki-laki yang sering dipuja banyak perempuan ternyata tak lebih daripada siswa pada umumnya. Sering berubah-ubah dan sedikit aneh. Kadang bisa sangat semangat, lalu tiba-tiba kalem. Di beberapa waktu Rahayu suka takut sendiri.
Mereka tak pernah benar-benar membuat percakapan. Seringnya Jaemin yang bertanya, kemudian ia menjawab tak lebih dari 10 kata.
Rahayu seolah kembali menjadi dirinya yang dulu, saat awal masuk SMANCT.
Siang ini di tengah lamunan, Rahayu berjalan menuju kelas sambil menenteng tas kotak makannya. Ia menoleh ke lapangan di mana panitia PENSI dibuat sibuk dengan persiapan acara besar nanti. Acara yang digelar untuk menghibur para penghuni sekolah dan orang-orang luar yang berkenan menonton. Acara yang mungkin juga dikhususkan kelas tiga sekarang supaya bisa lebih rileks menjalankan serentetan ujian setelah senang-senang.
Akhirnya tiba juga PENSI, batin Rahayu.
BRUK!
Rahayu mundur beberapa langkah dan mendongak, hidungnya sakit saat menubruk sesuatu. Ia menemukan punggung Renjun yang sedang berdiri sambil memainkan ponsel. Seketika laki-laki itu berbalik, mendapati Rahayu terkejut.
"Enggak apa-apa, Yu?" tanya Renjun memasukkan ponsel ke saku.
"Enggak apa-apa," jawab Rahayu kikuk sambil berbalik dengan terburu-buru, rupanya ia baru saja melewati kelas 3-B karena terlalu fokus memperhatikan lapangan.
"Rahayu." Rahayu berhenti melangkah dan dengan sedikit berat hati berbalik sambil menaikkan alis. Di sana, Renjun memperhatikannya dengan seksama. Ada sorot rindu ketika menatap Rahayu, benar-benar sukses membuat hati gadis itu diselimuti rasa bersalah.
Diamnya mereka membuat Rahayu sadar. Sudah lama juga ia tak berhubungan dengan Renjun, laki-laki yang sebenarnya selalu kedapatan memperhatikannya bila mereka ada di lingkungan yang sama seperti sekarang.
"Apa?"
"Itu ... boleh minta tolong?" tanya Renjun berlari memasuki kelas dan keluar lagi sambil menyondorkan sekotak susu dingin yang masih baru. Gesturnya benar-benar ragu, bahkan minuman yang ia pegang tampak sedikit diremas untuk mengurangi perasaan itu. "Kasih ke Jaemin."
"Kan bisa dikasih sendiri," ucap Rahayu membuat Renjun menarik tangannya sambil mengangguk.
"Enggak mau, ya?"
Rahayu dan Renjun sama-sama menurunkan pandangan, mempertanyakan dalam hati kenapa bisa interaksi mereka serasa mati rasa begitu? Kosong dan kaku, canggung namun penuh rindu.

KAMU SEDANG MEMBACA
It's All Fine
FanficMenjadi pintar tidak selalu berarti anugerah. Mendapatkan atau bertahan di posisi teratas adalah kompetisi yang cukup mengerikan. Setidaknya itu yang Rahayu-si ranking dua pikirkan ketika bertemu dengan Renjun-si ranking pertama di sekolah.