31. Mata Ke Hati

128 26 27
                                    

Rahayu mendongak begitu Jeno menyerahkan satu botol air mineral dari panitia, aktivitasnya yang sibuk menendang-nendang kecil meja di depannya terhenti. Kemudian laki-laki itu duduk di sampingnya sambil memetik gitar. Jaemin dan Haechan sedang menonton di samping panggung, sementara Renjun sedang mengobrol dengan kenalannya di OSIS. Jangan heran kenapa sekarang hanya ada mereka di kelas.


Canggung?


Tentu saja.

Rahayu sudah biasa dengan Jaemin dan Haechan, Renjun apalagi. Tapi dengan Jeno, mereka jarang berinteraksi. Apalagi dulunya kentara sekali laki-laki di sebelahnya itu tak suka padanya, meski tidak se-over Haechan.

Kalau diingat-ingat lagi, mereka hanya pernah mengobrol sekali sewaktu di taman komplek. Obrolan yang dilakukan hanya berdua dan mengalir begitu saja.


"Lo tahu kita mau nyanyi lagu apa?" tanya Jeno menegapkan posisi duduknya, cuek.

"Mata Ke Hati, 'kan? Satu lagi gue enggak tahu."

Jeno mengangguk, meliriki Rahayu yang mengambil botol air mineral tadi dan meneguknya. "Kira-kira cocok enggak, ya?"

"...?"

"Soalnya kita tampil paling akhir, acoustic doang lagi. Apa yang nonton enggak bakal bosen?" tanya Jeno meminta pendapat.

"Mungkin enggak, penampilan kalian keren dari terakhir yang gue lihat. Meskipun waktu itu cuma persiapan buat audisi," jawab Rahayu memainkan tutup botolnya—kebiasaan, "apalagi ada Haechan. Pasti makin rame."

"Iya, sih. Enggak kayak gue yang apa-apa garing mulu."

"Pfft!" Rahayu menutup mulutnya, sempat meloloskan kekehan karena ucapan jujur Jeno barusan. Selanjutnya ia berdeham, kemudian menoleh dan pandangannya auto fokus ke gitar di pangkuan laki-laki itu.

Jeno yang peka langsung berhenti memetik gitar dan bertanya, "Mau pegang?"

"Boleh?"

"Boleh," jawab Jeno mengangguk, "pegang aja, 'kan?"

"Ish." Jeno tertawa, ia menyimpan gitar di sebelah meja dan mendorong sedikit kursinya hingga bunyi berderit mengisi ruangan.

"Nanti aja kalau mau, abis tampil. Itu gitar udah gue atur soalnya," jelas Jeno mengambil botol miliknya dan meneguknya hingga habis. Karena tak kunjung mendapat jawaban, ia menoleh dan menepuk Rahayu, "gimana?"

"Apanya?"

"Mau kalau pegang aja?"

"Apa, sih?" desis Rahayu risi, sementara laki-laki di sampingnya malah tersenyum. Memang hanya itu yang bisa Jeno usahakan dari humornya, maklumi saja.

"Lo suka seni, 'kan?" tanya Jeno memastikan. "Sekali lihat gue juga udah tahu, kok."

Rahayu mendorong botol minumnya menjauh, mengambil pulpen yang entah punya siapa di meja kemudian mencoret-coret kertas susunan acara miliknya. Ia termenung, kepikiran dengan kalimat Jeno barusan.

"Kalau diseriusin, lo mungkin bisa sukses di masa depan nanti."


Deg ... Deg ...


Rahayu tanpa sadar menulis jurusan-jurusan yang ia minati ketika kuliah nanti di kertas tadi, mengutarakan isi pikiran yang mulai berkecamuk tentang Irene dan rasa tertariknya pada Seni. Kalau saja Jeno tak bicara demikian, mungkin dia takkan pernah memikirkan keinginannya.

It's All FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang