(29)

4.2K 245 0
                                    


Barga sudah mencoba mencari identitas Imran di semua akun media sosial milik Toha. Namun tidak ada satu pun jejak dari sosok pria misterius yang datang dari masa lalu Toha.

Hanya ada segelintir foto di riwayat postingan profil Toha. Itu pun unggahan foto terakhir sejak tiga tahun lalu. Foto yang diambil saat hari kelulusan Nisa dari bangku SMA.

Jempol Barga aktif menggulir layar ke bawah, menelusuri setiap foto pertumbuhan Nisa dari sosok wanita dewasa muda, mundur ke masa remaja dengan muka jerawatan dan berminyak, bergerak terus ke bawah menampilkan sosok kecil gadis itu dengan mulut belepotan lelehan es krim cokelat.

Guliran jempol Barga berhenti kala tiba di foto perayaan hari kelahiran Nisa. Di dalam sana ada sosok pria dengan muka disensor buram sedang mencium pipi gembil Nisa sedang meniup lilin berangka lima di puncak menara kue ulang tahun bertingkat tiga bersama Toha dengan bibir bersambut senyum mengecup sisi lain belah pipi gembil itu.

Ada gelagak amarah mendidih di hati Barga saat melihat kemesraan penuh tawa dan binar bahagia di mata Toha kala sedang memukul badan pria tanpa muka itu dengan bantal bersama Nisa kecil di atas ranjang. Menjerit girang ketika tangan pria itu membalas dengan Nisa kecil berada di pangkuan Toha; menjadi sasaran empuk gelitikan jari.

Barga segera mengantongi ponsel begitu ada satu murid memanggil. Bergegas ke tengah lapangan dan memberi pengarahan cara mengiring dan menembak bola basket ke ring dengan benar.

Tertegun kala menemukan Toha bersama rombongan anak didik sedang berteduh di bawah sebatang pohon berdaun rimbun di pinggir lapangan. Duduk mengitari meja dengan sepiring penuh berisi aneka buah segar sebagai objek gambar mereka.

Berada di sisi luar lingkaran itu, Toha berdiri sandaran ke batang pohon sambil menggores pensil ke buku sketsa di tangan. Tampak begitu larut memindahkan sosok dalam imaji ke bentuk siluet lukisan pensil kasar.

Barga melambungkan bola ke luar lapangan, membentur meja di tengah lingkaran cukup keras sampai bikin piring bergeser ke tepi dan menumpahkan aneka macam buah jatuh berserakan di tanah berdebu.

"Ups ... ketinggian," dusta Barga sambil memasang raut penuh sesal ke muka merengut remaja lelaki tanggung yang gagal menangkap operan bola. "Bisa tolong ambilin bola itu?"

Remaja itu mengangguk enggan, lantas segera berbalik dan bergegas mengejar bola yang masih menggelinding setelah sukses mengenai sasaran.

Barga tersenyum puas saat melihat Toha menegur remaja itu dengan gesture kesal. Mengacak bangga rambut ikal remaja malang ketika menyerahkan bola, mengedik bahu   kala bertemu sorot tajam mata Toha seakan insiden bola itu hanya kecelakaan kecil tanpa disengaja.

Toha membuang muka, segera jongkok memungut buah dan menata kembali ke piring sebelum mencuci bersih di bawah kucuran air keran terdekat.

Barga bergegas menuju lingkaran barisan kursi di bawah naungan pohon itu begitu Toha sudah berada cukup jauh berada di seberang lapangan dekat selasar depan gedung sekolah.

"Kalian bosan menggambar di kelas?" tanya Barga sambil melirik buku sketsa bersampul biru muda yang tergeletak di atas meja. Cukup sulit mengintip tanpa terpergok anak didik Toha. Benarkah tidak apa mengambil begitu saja?

Mereka kompak menggeleng. "Kami biasa kumpul di luar ruangan kalau ada ulangan menggambar," sahut remaja putri mewakili yang lain.

"Ulangan?" tanya Barga sambil menyentil buku sketsa itu saat semua anak didik itu menatap penuh perhatian dan menendang buku itu begitu jatuh ke tanah.

"Pak Toha selalu mengadakan ulangan harian sebulan sekali dan kami semua akan keluar mencari lokasi ideal untuk mengikuti ulangan menggambar."

Barga mengangguk dan beranjak pergi setelah meminta maaf atas insiden bola kesasar tadi yang segera memicu gelak tawa mereka.

Segera membungkuk mengambil buku sketsa, sebelum mengintip lembaran halaman putih penuh gambar paras tampan seorang pria yang tampak asing di mata Barga. Inikah ... Imran?

"Kembalikan buku sketsaku."

Refleks Barga menoleh sambil berusaha memasang muka biasa saja. "Punyamu?" tanya Barga belagak lugu.

"Kau tahu, muridku sudah kehilangan sepuluh menit dari jatah waktu ulangan menggambar mereka gara-gara bola basket sialanmu," desis Toha sambil merebut buku sketsa dari tangan Barga.

"Kau bisa kasih tambahan waktu ke mereka," sahut Barga memberikan solusi praktis.

"Dan mengacaukan jadwal mengajar guru lain?" dengus Toha dengan nada sinis sambil menggeleng. "Perhatikan saja muridmu. Pastikan mereka nggak asal lempar bola dan menambah buruk keadaan."

Barga mengangguk sambil mengamati Toha kembali ke barisan kursi melingkar itu dan menaruh piring ke meja. Tidak sadar ada satu halaman sobek dari buku sketsa itu.

Segera mengantongi sobekan kertas itu dan mengambil ponsel dari saku. Lantas menelepon satu nomor di daftar kontak. "Temui aku di kafe biasa kita ketemu. Aku ada di sana jam tujuh malam ini," kata Barga tanpa mengucap salam begitu panggilan tersambung. "Jangan telat, Nis."[]

MY BRIDEGROOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang